Part 13

98.2K 10.5K 1.7K
                                    

Getaran terus menerus pada gawainya membuat laki-laki paruh baya itu menghembusakan nafas kasar. Jelas dirinya muak mendapatkan panggilan berkali-kali dari istrinya yang terus saja mengomel menyuruhnya untuk segera menyusul ke bandara. Padahal tadi sudah dijawab iya, tapi perempuan paruh baya itu tak juga mengerti.

Menyebalkan benar benar menyebalkan! Padahal lelaki paruh baya itu sudah menyusun rencana matang untuk menghindari istrinya dengan memberinya tiket liburan ke luar negeri. Tapi entah mengapa sekarang Karmila tiba-tiba mengabari jika dia sekarang sedang berada di bandara terjebak pihak imigrasi hingga harus menyuruh suaminya repot-repot menyusulnya.

Karmila ini lama-lama sudah seperti jerawat saja, diusir tidak pergi, ditendang tidak menghilang. Jadilah sekarang rencana yang disusun laki-laki dengan rambut cepak itu hancur berantakan. Padahal dirinya sudah membayangkan jika kepulangannya akan menjadi momen bahagianya bersama Onad.

Kalau begini sia-sia sudah keputusan yang diambil laki-laki itu untuk melakukan cuti selama seminggu sebelum kembali masuk bekerja mengurus perusahaannya yang pindah ke Indonesia. Padahal niatnya dirinya akan menghabiskan waktu bersama Onad dan Rana tentu saja. Namun sepertinya semua harus kacau akibat kehadiran Karmila.

Dan lihatlah sekarang bahkan sebelum kehadiran Karmila, Onad sudah dibuat bersedih dan hampir menangis  karena mengira jika laki-laki berkemeja hitam itu akan meninggalkannya dalam waktu lama lagi. Padahal tidak, laki-laki berkepala empat itu hanya berpamitan ke bandara sebentar saja. Tidak akan pergi lama lagi karena apa yang diperjuangkannya sedang berada di sini. Jadi sudah tidak ada alasan lagi untuk menjauh bukan?

"Jangan nangis dong, masa jagoannya Papa nangis. Katanya mau jadi super hero." bujuk laki-laki yang kini berlutut itu membuat Onad mengalihkan padangan ke arah lain. Bocah kecil itu seperti enggan bertatapan dengan Ayah tiri Damar, Onadnya sedang merajuk.

Jangan heran mengapa laki-laki berkepala empat itu memanggil dirinya dengan sebutan Papa, itu semua atas usulan dan deklarasinya sendiri sebagai Papa Onad, Onad juga tidak keberatan bahkan terkesan senang mendapat seorang Papa yang peduli padanya. Bukan seperti Papa kandungnya sendiri yang begitu membenci kehadirannya.

Namun tetap saja laki-laki paruh baya itu tak pernah menyebut dirinya sebagai Papa jika berada di dekat Rana. Bukan karena takut Rana marah, lelaki paruh baya itu lebih takut jika Rana malah akan menawarkan diri sebagai istri jika tahu anaknya sudah dianggap menjadi anak sendiri. Mengingat jika Rana itu mempunyai pemikiran yang berbeda dengan wanita pada umumnya.

"Maafin Papa ya, Sayang? Papa mesti pergi, jadi Papa gak bisa nemenin Onad bobok. Tapi Papa janji pas pulang nanti bakalan pulang bawa terompet." iming laki-laki berkemeja hitam itu membuat laki-laki kecil yang hanya mengenakan celana pendek itu hanya terdiam lesu.

Onad tidak butuh terompet, Onad hanya butuh orang yang perduli padanya. Onad takut jika dirinya diinggal orang yang perduli padanya. Onad tidak mau kehilangan.

 Onad tidak mau kehilangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sejumput Dendam RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang