Part 38

73K 9.9K 1.8K
                                    

HALLO, I'M BACK! HAPPY 2M GUYS ❤️
TERIMAKASIH SUDAH SELALU SETIA DENGAN CERITA INI LOVE YOU

~Sejumput Dendam Rana~

Kamu yang jatuhkan hati tanpa permisi, lantas mengapa harus aku yang diperkusi?
Bukankah jika tentang cinta harus diselingi rasa ikhlas tanpa menuntut balas? Sebab sejatinya cinta tak pernah meminta apalagi memaksa
~Rana

~Sejumput Dendam Rana~

Setelah memastikan Rana meninggalkan dapur, Daniel langsung bangkit, berdiri lalu membenarkan letak celananya dengan santai. Mengabaikan tatapan tajam sepasang mata yang terus mengawasi pergerakannya lekat itu.

Terserahlah, Daniel tak peduli. Toh Damar juga mempunyai senjata seperti miliknya, ya walau Daniel yakin seratus persen jika milik Damar tak segagah, panjang nan menantang seperti Daug. Salah sendiri melihat Daug, jadi insecurekan.

Tapi kalau dingat-ingat sepertinya ini bukan pertama kalinya Damar melihat Daug, dulu waktu Damar seusia Onad seingat Daniel dirinya pernah beberapa kali mandi bersama Damar. Jadi hal semacam ini harusnya tak jadi masalah bukan?

Lagi pula mengapa Damar harus mempermasalahkan? Bukankah harusnya Daniel yang mempermasalahkan karena kedatangan Damar yang membuat agenda silameda menjadi tertunda?

Mengingat tentang silameda, Daniel jadi teringat tentang perdebatan Karmila dan Rana beberapa saat yang lalu saat Rana bermaksud menjemput Daniel, sebelum memilih singgah di dapur sejenak merapalkan agenda silameda yang tak boleh ditunda demi kebaikan Daug dan Mera tercinta. Dan juga demi segera terciptanya keturunan Maheswara selanjutnya.

"Nggak punya sopan santun kamu! Malam-malam ngetuk kamar orang, berisik. Kamu itu menganggu. Inikan jatah Mas Daniel sama aku, jadi sana kamu pergi jauh-jauh. Takutnya kamu nangis darah denger aku sama Mas Daniel mesra-mesraan." ketus Karmila membuat Rana berkacak pinggang.

"Enak aja kalau ngomong jatah Ayang Daniel sama kamu. Padahal udah jelas hari ini jatahnya Ayang Daniel sama aku ya,"

Karmila pun tak tinggal diam, dengan begitu semangat menggulung lengan piyama biru tuanya lalau berkacak pinggang, mendelik menatap horor ke arah istri muda sang suami.

"Heh mantan janda gatel! Jangan ngaku-ngaku ya, hari ini adalah jatahnya Mas Daniel sama aku. Jadi kamu jangan ngaku-ngaku. Lagiankan udah ada kesepakatan kalau Mas Daniel sehari sama aku, terus abis itu baru sama kamu!"

Rana menganggukkan kepala semangat, "Nah itu kamu tahu aturannya! Sesuai kesepakatan sehari sama kamu, sehari sama aku. Jadi sekarang kamu minggir sana, aku mau jemput suami aku! Ada agenda penting yang harus kami goyang sampai tuntas."

"Nggak bisa ya! Mas Daniel tidur sama aku! Ini jatahnya Mas Daniel sama aku, jangan nyerobot dong. Aku tahu kamu itu lama nggak dipake makanya gatel! Tapi jangan serakah, apa-apa maunya menang sendiri. Aku udah ngalah ya sama kamu dengan mau berbagi. Padahal kalau aku mau, aku bisa minta Mas Daniel untuk terus sama aku!" ujar Karmila pongah.

"Gatel sama suami sendiri mah gapapa, dari pada kamu gatel sama berondong! Udah nenek-nenek bukannya tobat, eh ini malah tambah kumat. Terus tadi apa kamu bilang ngalah dan mau berbagi? Heh bukan kamu yang ngalah, tapi emang udah ketentuannya gitu. Lagian kalau boleh milih pasti Ayang Daniel milih untuk selalu aku yang jelas kenceng, menggigit dan bergelora. Nggak mungkin milih kamu yang udah peyot, kendor sana sini." tunjuk Rana tepat pada dada Karmila membuat Karmila menyilangkan kedua tangannya di dada.

Sejumput Dendam RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang