Part 54

41.1K 5.1K 791
                                        

HALLO AUTHOR KEMBALI, MAAF KALAU UPNYA SEDIKIT LAMA. BIASANYA JUGA GITUKAN? OKE GAPAPA INI TUH BIAR CUAP-CUAPNYA PANJANG AJA. BUAT BASA-BASI DIKIT YEKAN 😭.
SERAH DEH YANG PENTING AUTHOR SAYANG KALIAN

BTW, HAPPY 500K VOTE GUYS

~Sejumput Dendam Rana~

Terkadang lebih baik diam ketika sariawan, dari pada berbicara dengan domba yang tidak mengerti bahasa manusia.

~Sejumput Dendam Rana~

Daniel mengacak rambut frustasi, menatap ke arah buntelan bergerak-gerak yang berisi sang cucu di dalamnya. Sedari tadi bayi tujuh bulan itu hanya terus menangis dan menangis.

Padahal Daniel sudah membujuk, menepuk-nepuk menenangkan bahkan menawari warisan namun Lean masih kukuh mempertahankan tangisnya. Jadilah Daniel kesal dan membungkusnya asal.

Kalau saja tak mengingat Rana yang dengusannya mirip seperti banteng, mungkin Daniel akan menendang bayi menyebalkan itu jauh-jauh.

"Lalapan udah ya, jangan nangis terus."

"Papa, ini kakinya Nad!" protes Onad membuat Daniel meringis.

Pantas saja Lean belum juga tenang, ternyata tangan Daniel salah sasaran.

"Siapa suruh kaki kamu sama kakinya Lalapan sama-sama dua, Papakan jadi salah."

"Papa kakinya juga dua!"

"Tapi kaki Papa panjang, kekar, berotot beda sama kaki Onad yang gembul empuk mirip gemblong."

"Kaki Nad seksi, milip kaki Mama kalo kaki Papa jelek, belbulu milip gendeluwo."

Daniel menaikkan satu alis, "Yang penting Papa duitnya banyak." sombongnya membuat Onad merengut.

Orang tua kuno di hadapannya itu semakin hari semakin bertambah menyebalkan di mata Onad!

"Udah daripada kamu merengut nggak jelas, mending bantuin Papa tenangin ini Adek Lelenya kamu."

Onad mengangguk, menyodorkan kedua tangannya. "Duit melah-melah dulu!" Todongnya.

Dengan sedikit berdecak, Daniel mengeluarkan dompet dari saku belakangnya mengangsurkan lima lembar uang berwarna merah ke tangan Onad.

"Telimakasih, senang belbisnis dengan anda Tuan Maheswala."

"Ini namanya bukan bisnis tapi pemerasan." cibirnya.

"Papa diem, jangan belsisik! Jangan ganggu konstlasepsinya Nad."

"Konsentrasi."

"Nad nggak suka tlasi."

"Nyamber terus kamu tu kalau dibilangin sama Papa."

"Papa ngomel telus kaya cewek PNS."

"PMS!"

"Bedda ikit," elak Onad. "Halusnya Papa mengelti, Nad masih anak-anak."

"Anak-anak kok pacaran."

"Nad ndak pacalan,"

"Terus kemarin sama Nana itu apa? Pake modus cium-cium segala."

Sejumput Dendam RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang