Part 9

101K 11.7K 1.4K
                                    

Lelaki kecil bermata bulat itu meletakkan rubiknya begitu mendapati sang ibu yang tadi sibuk mondar mandir sembari menggigiti kuku itu kini mulai duduk di sebelahnya. Awalnya balita itu mengira jika sang Ibu akan berhenti melakukan hal aneh, namun dirinya salah. Nyatanya kini Ibunya malah mengacak rambut bahkan sesekali menjambaki rambutnya sendiri.

"Mama harus gimana, Nad? Mama malu, bisa-bisanya semalem Mama cuma pake baju pendek trus transparan di depan GrandPa kamu. Mana Mama pede banget ndeketin ngajak salaman pake segala nunduk. Ini gondal-gandulnya Mama keliatan jelas. Terus Mama juga kenapa pake nawarin aaaaaa." jerit Rana frustasi.

#Flashback on

"Papa kok pulang gak ngabarin sih? Tau gitukan Rana bisa jemput sama Onad. Pasti Onad seneng banget ketemu sama Papa." ujar Rana setelah menyalami Ayah mertuanya yang terduduk di kursi dekat kompor. 

"Maaf gak ngasih kabar. Ini juga pulangnya gak direncanain dulu, dadakan gitu, Ran."

"Ih sampai lupa nawarin Papa minum. Bentar, Pa." pamit Rana sembari mendekati kulkas dan mengambil dua susu beruang dari dalamnya. 

Naas karena kurang hati-hati pegangan yang dilakukan Rana terlepas hingga kedua kaleng susu itu menggelinding. Untung saja Rana dengan cepat bisa mengambilnya.

"Kenapa, Ran?"

"Oh ini lagi nyiapin susu buat Papa." 

"Susu?" beo laki-laki berkaos itu membuat Rana yang menundukkan badan itu berbalik. 

Sesuatu yang tidak Rana sadari adalah jika dress satin dengan belahan rendah yang dikenakannya itu memberi jeda ruang yang membuat kedua bulatan menantang milik Rana terlihat jelas.

"Iya, Papa suka susukan? Mau yang agak memanjang atau yang menggembung menggemaskan? Tapi ini volumenya sama sih, Pa. Beda bentuknya aja, jadi Papa maunya pilih yang kanan apa yang kiri?" tanya Rana membuat laki-laki yang menjadi lawan bicaranya itu menelan ludah susah payah.

"Kamu ngasihnya yang mana, Ran?"

"Ya Papa tinggal milihlah. Rana mah pasrah aja nerima keputusan Papa." 

"Ran." cicit laki-laki itu pelan sembari membuang pandangan ke arah lain.

"Papa kelamaan milih nih yang kanan aja. Ini rasa coklat." putus Rana sembari mengangsurkan susu kaleng di tangan kanannya.

Rana yang kebingungan duduk akhirnya lebih memilih menarik kursi dan meletakkannya pas di hadapan Ayah mertuanya. Lalu mendudukan diri dengan posisi mengangkang membuat cdnya terlihat jelas, dan melihat itu laki-laki di hadapan Rana hanya bisa diam tak berkutik.

"Papa mau mienya Rana?" tanya Rana sembari melirik ke arah bawah membuat laki-laki berkepala empat itu bangkit dari duduknya. Dirinya sudah tidak tahan lagi sekarang. Rana benar-benar mengusik sisi kelelakian yang coba ditahannya sedari tadi.

"Mau menggoda saya Rana?" bisik laki-laki berkaos hitam itu membuat mata Rana membola menyadari kesalahannya. 

#Flashback off

"Maluuuuuuuuuu." jerit Rana sembari mengacak-acak rambutnya frustasi. 

"Mama emang udah merencanakan jadi janda bahenol profesional. Tapi kenapa pas lagi magang gini harus ke Grand Pa kamu sebagai percobaannya sih, Nad. Mau ditaruh mana muka Mama, Nad." ujar Rana seraya menggoyang-goyangkan badan Onad, membuat balita itu menepuk pelan punggung tangan Rana seakan menenangkan.

"Gimana Mama bisa tenang?" balita laki-laki itu menepuk tangan Rana lalu menunjuk ke arah wajah Rana dan pantatnya secara bergantian.

"Maksud Mama itu Mama malu menunjukkan wajah Mama. Bukan bingung mau ditaruh mana muka Mama beneran, Onad. Lagian masa Mama udah cantik gini mukanya mau dipindah ke bokong, sih." ringis Rana seraya kembali mengacak-acak rambutnya. Bahkan Ibu beranak satu itu sekarang mulai menjambaki rambutnya sendiri. Stres rasanya.

Sejumput Dendam RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang