Part 51

54.8K 6.9K 1.5K
                                        

HALLO AUTHOR YANG CANTIK DAN SEKSI INI KEMBALI. CIE KAGET RANA UPDATE CEPET MANA SIANG-SIANG LAGI.
OH YA PART INI AGAK RANDOM YA, BAWA HAPPY AJA GUYS ❤️❤️

SELAMAT MEMBACA

~Sejumput Dendam Rana~

Selamat berbahagia calon Papa dua batita,
~Rana

~Sejumput Dendam Rana~

Lelaki empat puluh dua tahun itu menyodorkan sedotan tepat di depan mulut sang istri yang langsung menerimanya dengan penuh semangat karena memang wanita itu sedang kehausan sekarang.

Bukan sok romantis atau manja meminta sang suami melayani, tapi hal ini terpaksa dilakukan disebabkan karena kedua tangan wanita itu sibuk memegangi dot untuk dua bocah kecil yang mengapit sisi kanan dan kirinya.

"Mau makan, Sayang?" tawarnya membuat sang istri menggeleng.

"Belum laper, Pa."

Tangan kekar itu terulur, menghapus jejak keringat pada kening dan leher sang istri. "Ini rambutnya dikuncir aja ya?"

Tanpa menunggu persetujuan, dengan lihai tangan kekar itu menyisir rambut ikal sang istri. Mengumpulkannya menjadi satu sebelum mengikatnya dengan karet dengan hiasan bunga berwarna merah, seakan menambah glamor gaya sang istri yang kini berdandan ala India seperti waktu pernikahan mereka dulu.

"Ikat rambut yang cantik, untuk kesayangan saya yang paling cantik," bisiknya membuat siempunya rambut tersipu malu.

"Papa jangan ngomong yang manis-manis gitu, Ranakan jadi kemaluan."

"Malu-malu, Sayang."

"Sama aja, Papa. Kan kemaluan kalau kelihatan bikin malu-malu juga."

Lelaki yang kerap disapa Daniel itu tersenyum lembut, tangannya sibuk menoel-noel pipi sang istri, jujur lelaki itu takjub. Istrinya ini selalu mempunyai jawaban-jawaban ajaib untuk menyanggah pendapatnya. Idenya itu loh ada-ada saja. Ya, meski terkadang pemikiran wanitanya itu di luar batas pemikiran manusia pada umumnya. Tapi tak apa Daug tetap suka Mera.

"Sayang?"

"Iya, Pa?"

"Maaf."

"Maaf?" beo Rana membuat Daniel mengangguk.

"Maaf karena kita tidak jadi pergi ke Bali. Tapi saya berjanji akan mengatur ulang tentang liburan kita secepatnya, untuk tempatnya terserah kamu, kemanapun yang kamu mau akan mengusahakannya."

Rana hanya tersenyum dan menggeleng. "Kita nggak usah pergi kemana-mana, Pa. Lagi pula bagi Rana tempat itu nggak penting, yang lebih penting itu moment kebersamaan kita. Percuma pergi jauh sampai ke ujung dunia tapi kalau sampai di sana tepar karena kelelahan di jalan."

Kali ini Daniel setuju dengan pendapat Rana, seperti biasanya. Memang mau berharap apa dari manusia bucin seperti Daniel? Berharap lelaki berselimut bulu itu menolak ide gagasan Rana? Jawabannya adalah tidak mungkin! Tipe-tipe suami takut istri begini mana sanggup melakukannya.

"Ya tapikan saya pengennya pergi jauh, Sayang. Bukan cuma buka tiker di belakang rumah gini aja."

"Piknik, Papa! Nyebutnya piknik bukan gelar tiker." protesnya. "Ini kita juga refresing kok, tuh lihat di depan kita kebun bunga warna-warni toh anak-anak juga suka. Nih lihat pada capek main semuanya, tinggal waktunya tidur siang."

Memang kebun belakang rumah penuh dengan bunga-bunga, Daniel bahkan sengaja menugaskan tukang kebun untuk merawatnya. Semuanya ini dipersembahkan tentu untuk Nyai Rana tercinta, karena Daniel tahu Rana memimpikan rumah dengan kebun bunga jadilah Daniel mewujudkannya. Tapi meski suka kebun bunga istri cantiknya itu enggan bersentuhan langsung dengan bunga-bunga di kebun miliknya, alasannya tentu saja karena wanita itu lebih suka disibukkan dengan bunga bank.

Sejumput Dendam RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang