Part 41

69.9K 8.5K 1.2K
                                    

HALLO SELAMAT MALAM. AUTHOR HADIR KEMBALI UNTUK MENEMANI HARI KALIAN. MAAF KALAU UPNYA KECEPETAN DAN PARTNYA KEPANJANGAN YA SAYANG YA, SELAMAT MEMBACA 😘😘

~Sejumput Dendam Rana~

Mundur saja cantik,
Baginya kamu hanya penenang, bukan pemenang.
Jadi berhentilah buang-buang waktu dengan berharap menjadi Tuan, disaat kamu hanya dianggap selingan
~Rana

~Sejumput Dendam Rana~

Lelaki berkepala empat itu merengut, menatap tak suka ke arah sang istri yang terus mengabaikannya. Lihatlah, wanita bergaun bunga-bunga itu terlihat sok sibuk dengan Onadnya. Padahal Onad begitu anteng terlelap dalam mimpinya.

Tidak, ini bukan cemburu, dirinya hanya tak ingin Rana melakukan hal yang sia-sia dengan membelai Onad yang tengah terlarut dalam mimpinya. Bukankah lebih baik membelai Daniel saja yang jelas-jelas terjaga dan membutuhkan belaian juga?

"Sayangku, cintaku, istrikuu.."

Rana melirik malas ke arah Daniel. "Apa?"

"Kok kamu gitu sih, dipanggil suami ogah-ogahan jawabnya! Padahal saya lagi sakit loh, bukannya disayang-sayang malah kamunya ketus terus sama saya."

Jangan heran mengapa Daniel menjadi sensitif, ini semua disebabkan karena manusia berbulu itu tengah sakit. Bahkan seharian ini saja dirinya hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur. Bisa Rana duga keadaan Daniel ini salah satu pemicunya adalah kelelahan batin dan juga kelelahan fisik tentu saja.

Meski Daniel tak mengakui secara gamblang namun Rana dapat menarik kesimpulan itu sendiri. Hawa panas yang dibawa Damar, perdebatan sengit dengan Dante, lelah mengimbangi Onad yang semakin aktif, belum lagi ditambah dengan pertempuran penuh gelora saat membawa Daug menyelami Meranya. Pasti hal itu sangat memukul telak Daniel baik fisik maupun batin bukan?

Terlalu banyak tekanan yang Daniel terima, semua begitu rumit. Menguraikannya pun tak semudah itu. Karena semuanya berkaitan dengan luka masa lalu yang bahkan belum kering, lalu sekarang dipaksa kembali menganga sebagai harga menebus sebuah kejujuran. Sangat menyakitkan bukan?

Dan akhirnya Rana memilih diam, tak ingin memaksa lalu memperkeruh suasana. Lebih baik sekarang Rana mengalah agar tak semakin memperpanjang masalah.

"Istri yang baik adalah istri yang mampu menjadi peredam, bukan menjadi pemantik. Lagi pula memperpanjang masalah itu tidak baik, yang baik itu memperpanjang yang lain, Daug misalnya."

Rana menghembuskan nafas kasar. "Yaudah Rana minta maaf ya, Pa."

"Minta maaf tapi awal kalimatnya pakai kata yaudah, semakin memperjelas kalau cuma dari mulut, bukan tulus dari hati. Ketahuan banget nggak ikhlasnya! Padahal sekarang saya lagi sakit, sakit parah yang membuat saya lemah tidak berdaya begini tapi kamunya malah begitu."

Nahkan, Rana salah lagi.

"Pa,"

"Jangan banyak alasan ya, Ran. Cukup tahu saya sama kamu, memang saya udah feeling kalau kamu itu nggak ikhlas ngerawat saya lagi sakit gini. Sekarang saya jadi curiga jangan-jangan kamu ini aslinya malah seneng lihat saya sakit, iyakan?" tuduh Daniel yang membuat Rana menggelengkan kepala.

Jelas Rana menolak tuduhan itu, karena dalam lubuk hati Rana dirinya sangat ingin Daniel segera sembuh. Kalau Daniel sakit begini kasihankan Daug hanya bisa menciut, eh.

Sejumput Dendam RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang