Tentang Rana yang harus menerima kenyataan pahit. Saat suaminya harus menikah lagi dengan anak dari pendonor ginjal untuknya.
Hingga satu tahun berlalu, takdir membawa Rana kembali masuk dalam keluarga mantan suaminya. Bukan sebagai menantu tapi seb...
Aku mencintaimu sederas hujan, tapi kamu malah kesamber petir ~Rana
~Sejumput Dendam Rana~
"Siapa yang mau ikut liburan bareng sama Papa?"
Tangan mungil itu terangkat, "Naaaad!" teriaknya lantang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Semangat banget sih anak Papa." Daniel mengacak pelan rambut Onad, gemas sekali dengan ekspresi si anak bontotnya itu.
Rencananya Daniel akan memboyong Rana dan Onad untuk berlibur, sedikit menepi dari hirup pikuk rumah yang keadaan sedang memanas. Daripada terbakar emosi di rumah, Daniel lebih memilih membakar kalori tubuh dengan membawa Daug menyelami Mera. Siapa tahu setelah itu proyek peluncuran adik untuk Onad dapat segera terlaksana.
"Emangnya kita mau ke mana, Pa?" tanya Rana yang kini berdiri tepat di samping Daniel membuat Daniel menghendikkan bahu, dirinya juga belum tahu hendak ke mana.
Yang pasti Daniel ingin segera pergi saja dari rumah ini, sebab keadaan tak lagi kondusif susah mengajak Rana mengeksplor setiap sudut rumah untuk silameda seperti biasanya. Selain itu juga karena Daniel ingin meminimalisir perjumpaan Damar dan Rana, bukan takut Rana berpaling tapi Daniel takut jika dirinya kelepasan melakukan reflek tendangan atau pukulan saat melihat tingkah Damar yang menyebalkan itu.
"Sebenernya belum kepikiran kemananya sih, Mama ada saran?"
Rana mengangguk, "Gimana kalau kita pergi ke puncak?"
"Puncak?"
"Iya puncak, puncak kenikmatan." ujar Rana tak lupa meremas pantat seksi milik Daniel, yang hanya dihadiahi lirikan sinis lelaki itu.
Meladeni Rana hanya akan membuat Induk dari Mera itu semakin menjadi-jadi. Bagaimana kalau Rana malah ingin sesuatu yang lebih? Berkaraoke ria misalnya, kan Daniel jadi mau juga, eh.
Daniel menggelengkan kepala, mencoba menghilangkan fantasi gilanya tentang Rana. Ah, bisa-bisanya Daniel terpancing hanya dengan kata-kata Rana begitu.
"Padahal saya ini pria mahal, tapi kalau udah sama Rana saya ini jadi pria murahan. Pawangnya Daug memang luar biasa."
Pukkkk
Satu tepukan Daniel dapatkan di lengannya, tidak sakit namun cukup membuat Daniel tersadar dari lamunan. Tadinya ingin marah karena dikagetkan, namun begitu mendapati jika sepasang mata bulat di hadapannya yang melakukannya Daniel pun mengurungkna niatnya.
Tangan kecil itu mengelus pelan lengan Daniel, "Papa napa diem? Menclet ya?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.