Part 19

93K 11.6K 2.1K
                                    

Selalu ingat satu hal, jika kamu menyakitiku tapi aku hanya diam itu artinya aku kebelet berak.
~Rana

~Sejumput Dendam Rana~


Perempuan berperut buncit dengan gaun berwarna putih itu memutar tubuhnya di depan cermin, menatap kagum gaun indah yang bergitu pas melekat pada tubuhnya. Tak henti decak kagum keluar dari bibirnya, entah Tuhan mempunyai murka apa pada Ibunya hingga memberi kutukan dengan menganugrahkan wajah cantik nan rupawan yang dipadukan dengan lekuk tubuh yang begitu sempurna.

Tak salah memang jika nama Nirmala yang berarti cantik jelita, murni, suci tak bernoda tersemat pada dirinya, begitu cocok dengan kepribadian maupun parasnya. Namun Nirmala tak mau sesumbar dengan kesempurnaan ini, biarkan mata mereka saja yang menilai. 

"Cantik," celetuk laki-laki yang mendudukan diri di pinggir ranjang itu membuat semburat merah menghiasi kedua pipi wanita berbadan dua itu.

Inilah yang membuat Nirmala jatuh cinta pada lelakinya, Damar. Lelaki baik yang bertutur kata lembut, selalu melontarkan kalimat cinta dan kalimat pujian untuknya. Maka dari itu Nirmala bergerak cepat agar bisa menjerat Damar ke dalam genggamannya, jika saja Nirmala terlambat sungguh dirinya pasti akan menyesal seumur hidup kehilangan kesempatan dengan lelaki sesempurna Damar. Lihatlah sekarang Damar dan Nirmala sudah pantas mendapat predikat pasangan paling harmonis dan fenomenal menembus cakrawala.

"Aku pakai ini cocok gak Mas?" tanya Nirmala sembari memutar-mutar tubuhnya membuat Damar mengangguk dan segera beranjak mendekati istrinya, mendekap dari arah belakang dengan posisi kedua tangannya berada di atas perut. Tak lupa beberapa kecupan dihadiahkan pada puncuk kepala istrinya.

"Cocok banget, kamu selalu cantik."

"Gombal terus ih kamu Mas. Oh ya kamu tau gak Mas, gaun ini dibeliin Papa loh." celetuk Nirmala membuat Damar melepas pelukannya, menatap siluet Nirmala dari arah cermin dengan alis mengkerut.

"Papa?" ulang Damar memastikan yang diangguki antusias Nirmala.

"Iya, bahkan Papa juga ngasih baju, sama celana buat kamu, Mas. Nih." 

Damar menerima paper bag yang diserahkan Nirmala dengan tangan sedikit bergetar. Mungkinkah benar laki-laki tertua dalam keluarga Maheswara itu membelikan gaun dan pakaian lengkap untuk Damar dan Nirmala? Padahal setahu Damar, sedari kecil Ayahnya itu tak pernah sekalipun mau berepot-repot walau hanya sekedar membelikan baju. Lalu ini? Bagaimana mungkin.

Ataukah ini ada hubungannya dengan kehamilan Nirmala, bentuk sebuah perhatian kecil dari Kakek untuk cucunya? Seperti apa yang selama ini Ayahnya selalu lakukan untuk Onad? Apakah ini artinya Ayahnya mulai menerima cucu dalam kandungan Nirmala? Entah mengapa rasanya hati Damar tetap sedikit mengganjal karena ini.

"Mas, kok bengong sih."

"Tapi ini beneran dari Papakan?" ulang Damar memastikan dengan mata berkedip-kedip seakan tak percaya membuat Nirmala terkekeh. Tak lupa satu kecupan Nirmala berikan pada pipi kiri suaminya itu, mengapa Nirmala baru menyadari jika Damar semenggemaskan ini.

"Iya, Sayang. Ini dari Papa, walau Papa gak ngasih secara langsung sih tapi aku tau pasti ini dari Papa." jelas Nirmala begitu meyakinkan.

"Soalnya tadi pas aku tanya Mama tadi dia gak tau dari siapa, jadi ya udah jelas pasti dari Papa. Dari modelnya, kainnya udah jelas ini harganya mahal jadi ya siapa lagi di rumah ini selain Papa yang akan ngasih kita. Masa Rana mau ngasih kan gak mungkin, orang diakan miskin, gak punya duit. Lagian Rana sekarang mana bisa mikirin soal pakaian kita, pasti sekarang dia lagi nangis darah iri karena besok aku mau gelar acara mewah."

Sejumput Dendam RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang