HALLO KALIAN APA KABAR? MAAF UPNYA AKU UNDUR SOALNYA ADA BEBERAPA KENDALA TEKNIS. SELAMAT MEMBACA SEMOGA TIDAK BOSAN ❤️
~Sejumput Dendam Rana~
Aku merasa akhir-akhir ini moodku memburuk, hariku begitu suram bahkan humorkupun menghilang. Awalnya kukira karena aku tak mendapat kabarmu seharian tapi ternyata aku hanya ingin segera dihalalkan, tolong peka dong Sayang
~Rana~Sejumput Dendam Rana~
Rana terkekeh sinis, menatap ke arah lelaki berkaos hitam yang terduduk nyaman bersandar di sofa sembari menepuk pantat lelaki kecil yang mulai terbuai dalam mimpinya di atas kasur bulu itu. Tanpa basa-basi Ibu beranak satu itu mendekat lalu membawa bocah kecil itu dalam gendongannya, membuat lelaki itu tersentak kaget dengan gerakan tiba-tiba itu.
"Pelan-pelan, Rana! Kalau terjadi..." peringat laki-laki berkepala empat itu membuat Rana terbahak.
"Terjadi apa-apa dengan anakku? Apa kamu pikir aku begitu gila tega berniat mencelakai anakku sendiri?"
Lelaki berkepala empat itu menggeleng, sebelum memberikan senyuman yang begitu manis. "Bukan itu maksud saya, Ran. Saya hanya mengingatkan."
"Mengingatkan atau menggurui heh?" cibir Rana dengan nada datar.
"Aku ibu kandungnya, aku jauh lebih tahu apa yang terbaik untuk anakku. Jadi jangan ikut campur dengan urusanku! Jangan terlena karena aku membiarkan kamu berdekatan denganku dan anakku, lalu kamu meleburkan kenyataan bahwa kamu itu bukan siapa-siapa untuk kami!"
Setelah mengatakan itu Rana beranjak, pergi membawa Onad menuju kamar.
"Bukan siapa-siapa untuk kami." lirih lelaki berkaos hitam itu dalam hati, sungguh hatinya berdenyut mendengar satu kalimat yang begitu menamparnya itu? Memang dirinya hanyalah kakek tiri untuk Onad bahkan bisa terhitung jika dirinya hanya orang lain, tak ada yang salah dengan kalimat itu namun entah mengapa mendengarnya terasa begitu menyakitkan.
"Kamu kenapa sih, Ran." tanya lelaki berkepala empat itu setelah berhasil menyusul Rana ke kamar.
"Aku kenapa? Bukan aku! Tapi kamu!"
"Kenapa jadi saya? Harusnya saya yang tanya ke kamu, kenapa kamu jadi aneh begini! Menyebut diri kamu sendiri aku dan memanggil saya dengan panggilan kamu, lalu kamu berbicara melantur!"
"Aku tidak melantur!" bentak Rana sebelum beranjak menuju almari dan menyodorkan sebuah kertas salinan akta perceraiannya dengan Damar, membuat lelaki berkepala empat itu terdiam, kaku.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan salinan akta perceraian itu, jika saja akta cerai itu Rana dapatkan satu tahun yang lalu bukan satu tahun setelah akta perceraian itu dikeluarkan pengadilan.
"Ran..."
"Kenapa? Kaget? Tidak menyangka aku bisa secepat ini menemukan apa yang kamu sembunyikan selama ini dariku, Tuan Daniel Alucas Maheswara?"
"Ran, dengarkan saya dulu... Saya..."
"Berhenti membual, berengsek! Cukup, semuanya cukup!" maki Rana dengan suara meninggi.
"Kamu tidak tahu bagaimana rasanya jadi aku! Satu tahun... Satu tahun setiap siang, malam aku hampir gila melawan pikiranku yang selalu berkecamuk tentang kemungkinan-kemungkinan buruk jika laki-laki bajingan, yang sayangnya adalah anak tirimu itu memenangkan kasus perceraian yang aku ajukan! Tapi sayangnya malah kamu sendiri yang sengaja menutupinya dariku!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sejumput Dendam Rana
HumorTentang Rana yang harus menerima kenyataan pahit. Saat suaminya harus menikah lagi dengan anak dari pendonor ginjal untuknya. Hingga satu tahun berlalu, takdir membawa Rana kembali masuk dalam keluarga mantan suaminya. Bukan sebagai menantu tapi seb...