Part 59

23.1K 1.5K 271
                                        

Hy, aku kembali! Untuk mewarnai minggu kalian
Selamat membaca ❤️

Terimakasih untuk kalian yang setia sama cerita ini, untuk yang lupa alur gapapa. Kalian gak sendirian.
Enjoy ❤️

~Sejumput Dendam Rana~

Lelaki beranak tiga itu mengulum senyum, melirik takjub ke arah bocah kecil yang kini berdiri menyikat giginya di depan kaca itu.

Siapa sangka jika mahluk pertama yang  sempat mengontrak selama sembilan bulan di rahim sang istri itu bisa tumbuh menjadi seorang bocah tampan, menggemaskan walau sedikit menyebalkan itu?

"Pada malam jumat keliwon... Aku pulang lewat kubulan... Aku beltemu pelempuan... Duduk lilek di batu nisaaann....."

"Nad, nyanyi yang bener dong Sayang." Daniel mencubiti pipi Onad gemas.

"Papa mau likuest lagu?" Tawarnya dengan memamerkan barisan gigi yang dipenuhi busa pasta gigi. "Satu lagu cukup lima latus libu, tapi kalena Papa pelanggan peltama Nad diskon jadi mulah saja, satu juta."

"Papa bayar lima juta tapi kamu nyanyi lagu tentang Mama atau tentang Papa, bisa?"

Onad mulai berkumur, menghilangkan sisa-sisa busa di mulut lalu disodorkannya sikat gigi berganggang dinosaurus itu pada Daniel. "Tawalan Papa, Nad telima. Nad akan belnyanyi khusus untuk Papa yang sepesial karena punya biji dua."

"Ketika dibuka bajunya... Kelihatan bulunya.. idiiiihhh.... Idiiiiiihhh... Tellihat pula bijinya....."

Daniel hanya meringis sembari menggiring Onad keluar dari kamar mandi, mungkin setelah ini dirinya akan mulai membatasi jam bebas Rana untuk berkaraoke di depan Onad. Sungguh virus Rana benar-benar membuatnya gila.

"Eh, anak Mama udah selesai mandinya." Sambut perempuan berperut buncit yang kini menyodorkan celana dalam berwarna kuning pada sang putra.

"Onad pinter loh, Ma. Sekarang udah bisa ambil pasta gigi terus sikat gigi sendiri." Pujinya membuat lelaki kecil bernama Onad itu tersenyum malu-malu.

"Bukan cuma sikat gigi, Nad pintal cebok juga. Pantat Nad selalu belsih ndak ada koleng dan tidak belkalag sepelti Tante Ijah. Papa mau lihat pantat Nad?" Tawar lelaki kecil yang kini hendak berbalik badan membuat Daniel menggeleng kuat.

"Papa... Papa?"

"Iya, Nad."

"Kita sikat gigi bial giginya belsihkan ya, Pa?"

Daniel mengangguk, "Betul sekali."

"Telus kalau tujuannya sama-sama bial belsih kenapa gigi halus disikat bukan dicebokin sepelti pantat?"

Lelaki berkepala empat itu mematung sebentar, kepalanya mendadak berdenyut mendengar pertanyaan sang putra. Pertanyaan macam apa itu? Sangat aneh dan tidak rasional tapi mengingat jika yang bertanya merupakan seorang balita jadi dirinya mencoba memahami.

Dielusnya lembut kepala sang putra, "Kan pantat sama gigi beda Sayang, kalau pantat yang lembut jadi nggak perlu sikat cukup pakai tangan sudah bersih. Kalau gigikan keras terus banyak sela-sela kecil jadi perlu sikat buat bersihinnya. Onad ngerti?"

"Siap enam sembilan, Papa."

Sebuah kecupan dihadiahkan Daniel pada Onad, "Pinter banget anak Papa,"

"Iya dong halus pintel, kata Mama Nad halus pintel bial dikasih banyak walisan dali Papa. Iyakan, Ma?"

Rana yang mendengar pertanyaan itu langsung mengangguk, "Betul!"

Obrolan ketiganya berhenti saat terdengar suara bel yang berbunyi. Sang istri yang berperut buncit langsung sigap mengambil alih sang putra, sedang sang suami tanpa dikomando langsung beranjak menuju ke arah pintu.

Sejumput Dendam RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang