Bagian 1. Aku Bingung Kenapa

4.6K 300 20
                                    

            Namanya Kalka. Cowok. Punya 'burung' seperti aku. Anaknya baik. Rajin belajar juga. Sepanjang sejarahku hidup, ini kali pertama aku menemukan cowok seperti dia. Dia dewasa sebelum waktunya, itu yang teman-teman katakan. Kalka juga sopan. Nggak banyak omong. Manis. Jujur. Nggak licik. Makanya jangan heran kalau aku suka. Dia hobi baca buku. Aku tahu kalau buku adalah sumber ilmu. Mungkin Kalka berpikir begitu. Setiap hari dia selalu membawa buku. Di bis juga baca buku. Bahkan meski bis jurusan Probolinggo-Lumajang sudah lumayan jarang. Kadang dia naik angkot. Kumpul pedagang ayam. Dia tetap baca buku. Meski dipepet baunya. Atau meski menyelip di antara keranjang-keranjang isi bawang.

Sepanjang sejarahku berteman, hanya dia yang paling unik. Dia nggak sombong. Ketika tertawa, dia lucu. Suara kekehannya memesona. Aku nggak tahu kenapa cowok sepertiku mendadak suka tawanya.

Kalau teman-temanku membuntuti cewek, aku membuntuti Kalka. Aku akan berlari mengejarnya kapan pun aku nggak sibuk. Aku juga jarang sibuk. Jadi sering sekali aku mengejarnya. Aku senang melangkah di belakangnya. Tengkuknya lucu. Kadang angin menerbangkan rambutnya. Dahinya yang berkeringat juga menarik. Aku nggak tahu kenapa bisa begitu.

Kadang kalau istirahat Kalka sering duduk di gazebo dekat lapangan basket. Aku sering main basket bersama teman-temanku waktu istirahat. Kalka akan tersenyum sesekali ke arahku. Aku juga mengangguk senang, lalu melambai.

Kata temanku, Kalka sudah mirip istriku.

Nggak apa aku dibilang begitu. Aku nggak marah. Aku suka Kalka. Kalau dia jadi istriku, aku akan jauh lebih senang. Tapi Kalka bukan perempuan. Aku bingung.

Yang penting aku suka Kalka.

"Kalka nunggu lagi." Temanku berkomentar. Aku mengangguk.

"Dia nggak nunggu."

"Trus?"

"Dia lagi baca buku."

"Heh?"

"Aku yang cari perhatian di depannya."

Di mataku, Kalka nggak pernah salah. Memang dia nggak pernah mencari gara-gara padaku. Aku yang lebih dulu menghampirinya. Aku juga bingung kenapa. Padahal di mata Kalka hanya ada buku. Setiap hari bukunya ganti. Kadang buku Fisika. Katanya dia ada ulangan di jam ketiga. Kadang ada buku seni budaya. Katanya dia ada ujian mencongak di jam pertama. Kadang dia baca komik Naruto. Lagi ingin cari hiburan, itu alasannya.

"Milo!" Temanku memanggil. Aku menoleh. Ada Kalka di sebelahnya, melangkah lambat sambil tersenyum. Ah, senyumnya hari ini juga manis!

"Kok bareng Kalka?" tanyaku.

"Iya, ketemu. Dia mau ke kamu juga."

Mataku melotot. Aih, Kalka mencariku?

"Sudah ketemu. Mau apa?" tanyaku lagi. Kalka mengangguk, lalu mengulurkan uang duaribu ke arahku.

"Terima kasih. Ini uang yang waktu itu."

"Yang mana?"

"Waktu supir nggak ada kembalian. Lalu kamu pinjemin saya uang."

"Aku lupa."

"Makanya saya ingatkan. Ini, silakan diterima!"

Aku menggeleng. Nggak mau. Aku kan mau traktir dia, biar sekali-kali berguna di depannya. Aku mau cari muka.

"Nggak mau."

"Kenapa nggak mau?"

"Karena nggak mau."

"Saya nggak mau punya utang."

"Anggap aja aku beri kalau gitu!"

"Nggak bisa."

Jokes In Our BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang