Chapter 10. Geomeka dan Tanggung Jawabnya, Abith dan Traumanya

406 49 14
                                    

Kamus Kesepuluh: Ini Rasa Apa, Kenapa Menyebalkan?

Abith terpaku, menatap kepergian Geomeka yang perlahan menjauh. Hatinya sakit. Geomeka melangkah makin cepat. Sial! Kenapa hatinya jadi begini? Kenapa Abith harus berbuat sejauh ini hanya untuk melindungi seseorang?

Ya kamu juga sering melakukan itu, Meka!

Geomeka menggeleng kencang. Abith melakukan ini sudah terlalu jauh. Dia mempertaruhkan nama baiknya. Bagaimana kalau misalnya hal ini tersebar sampai seluruh sekolah? Abith bukan pencuri, dan itu akan membuat orang lain menjauhinya. Sebenarnya, Geomeka masih akan tetap berteman dengannya meski begitu. Karena kenyataannya ... Abith melakukan ini karena menolong seseorang.

Geomeka mengutuk kesal. Geometri menatapnya bingung. Kakaknya sedang duduk di dekat garasi, mengacak rambutnya kesal. Kacamatanya melorot di ujung hidungnya. Sudah sering kakaknya ganti kacamata hanya karena kena banting lantaran sebal.

"Kakak kenapa?"

"Suntuk."

"Kakak bisa suntuk juga, ya?"

"Emangnya kamu pikir Kakak ini ultramilk? Bisa suntuk, lah!"

"Ultraman, Kak! Ya ... tapi kan jarang banget ditunjukin. Atau bahkan nggak pernah." Geometri ikut duduk di sebelahnya. Selama ini kakaknya nggak pernah menunjukkan rasa terpuruknya. Geomeka adalah orang yang menjadi kepala keluarga di sini. Setidaknya kepala keluarga bayangan.

Orang tuanya sibuk, melepaskan mereka bertiga, yang saling bergandengan tangan untuk saling menguatkan. Bahkan Geomeka menjadi saksi menstruasi Geomedwi. Dia dengan sabar menyalakan motornya, lalu pergi ke minimarket sebelah hanya untuk membeli pembalut. Dia sempat kesusahan karena banyak merk dan juga ukuran. Jadi, dia tanpa malu langsung bertanya pada mbak-mbak minimarketnya.

Malu? Nggak.

Jadi ... karena sudah terbiasa kuat begitu, Geometri jadi bingung kenapa kakaknya akhirnya tumbang.

"Ada masalah apa?"

Geomeka terkekeh. "Anak kecil nggak boleh tahu!"

"Kakak, ih! Meski aku masih kecil, tapi cerita ke orang bakalan ngurangin sedikit bebannya."

Geomeka mencebik. "Sok dewasa!"

"Jadi?"

"Lagi suntuk. Karena ... Kakak lagi emosi aja. Nggak tahu, ya ... agak sebel juga."

Geometri khusyuk mendengarkan.

"Ada orang yang rela berkorban demi orang lain. Nggak peduli sama harga diri, nggak peduli sama hinaan orang. Kok bisa ada orang kayak gitu?"

Geometri berbisik, nyaris nggak terdengar. "Sekarang aku lagi ngomong sama orang itu."

"Ha?"

"Nggak apa. Lalu?"

Geomeka mengembuskan napas. "Kakak mencoba melindungi dia, tapi yang dilindungi justru malah makin menggali lubang kuburnya. Kan sebel banget, ya! Mana itu dia lakuin buat orang lain."

Geometri mengangguk cepat. Lalu dia bertepuk tangan, seperti punya jawaban dari kegalauan Geomeka.

"Kayaknya tuh orang yang Kakak bilang lagi sayang sama orang itu, deh Kak!"

Geomeka melongo.

"Maksudnya, ya mana? Yang mana yang sayang?"

"Orang yang sedang kakak lindungi itu naksir orang lain. Ah, gimana ya jelasinnya?" Geometri menggaruk tengkuknya.

Jokes In Our BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang