Bagian 16. Kecanggungan Memesona

849 157 8
                                    

            Gara-gara ucapan Kalka kemarin, aku jadi kasmaran. Aku nggak tahu kalau aku bisa jadi makin gila. Padahal aku belum siap untuk jadi gila. Efek ucapan Kalka benar-benar luar biasa. Sayangku jadi makin nambah. Aku jadi panas-dingin nggak keruan. Aih, aih!

"Kalka lagi apa sekarang?" Aku meneleponnya. Aku sudah mengantarnya pulang tadi, selang setelah Kalka mengungkapkan itu bukan ciuman persahabatan.

Aku nggak menjawab dan memutuskan pergi. Alasannya, karena aku takut keterusan. Kalau terus, nanti aku khilaf. Aku nista sekali!

"Lagi ditelepon."

"Sambil mikirin yang nelepon?"

"Iya. Hehehehe..."

"Yang nelepon sayang banget sama Kalka."

"Iya. Makasih..."

"Masa bilang makasih?"

"Lalu harus bilang apa?"

"Saya sayang juga sama kamu, Milo. Gitu!"

"Sudah pernah."

"Iya. Sudah cium juga."

"Aih!"

"Kalka bilang itu bukan ciuman persahabatan. Lalu ciuman apa? Saudara?"

"Kita nggak ada hubungan saudara."

"Aih!" Aku senang ketika menirukan ucapan Kalka.

Kalau Kalka yang bilang, jadi imut. Kalau aku yang bilang... jangan bayangkan! Tapi aku senang bilang begitu. Karena Kalka bisa ikut ketawa. Aku senang kalau Kalka ketawa. Dia bahagia, aku juga ikut bahagia.

"Lalu itu ciuman apa, Kalka?"

"Eng... belum tahu."

"Kok belum tahu."

"Nanti saya cari tahu."

"Nggak mau tahu sekarang?"

"Iya."

"Kan Kalka udah sering bilang."

"Kalau?"

"Kalau sayang aku."

"Iya."

"Jadi, ciuman dulu itu juga sudah sayang."

"Masa?"

"Iya. Masa cowok cium cowok."

"Tapi..."

"Kalau nggak sayang ya nggak mungkin cium."

"Aih!"

"Aku belum pernah cium."

"Eh?"

"Aku bilang sayang sering, tapi yang pernah cium hanya Kalka."

"Lalu?"

"Kalau sudah ketemu nanti, aku mau cium!"

"Aih!"

"Di mana?"

"Apanya?"

"Ciumnya. Mau dicium di mana?"

Kalka bungkam. Dia terkekeh pelan. Aku tahu kalau pipinya merah sekarang. Aku sayang. Kalka bercerita banyak hal padaku. Aku mendengarkannya. Hatiku senang meski hanya mendengar suaranya. Tapi lebih senang lagi kalau bisa peluk dia. Aih, selama ini aku hanya pernah melakukan hal receh!

"Kalka, aku rindu kamu."

"Sama."

"Sama apa?"

"Saya juga rindu Milo."

"Ingin peluk?"

Kalka berdehem lembut. Aku menghela napas berat. Aku juga ingin melakukan hal-hal nakal. Bukan ingin, tapi hatiku tiba-tiba menuntut. Nanti kalau ketemu Kalka lagi, aku mau cium.

Jokes In Our BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang