Hidup,
(n) Memang harus dijalani, meski akhirnya tidak.
Geo masih belum bisa pulang. Dia mencoba mengembalikan tas dan HP Serabi. Akan jadi makin aneh kalau Geo mengembalikannya langsung. Dia merasa sangat berat kalau kedua orang tua Serabi tahu yang sebenarnya. Geo menghela napas berulang kali. Dia masih galau dan menunggu di ruang tunggu rumah sakit. Beberapa orang melihatnya aneh. Seragam Geo penuh dengan darah, dan Geo sudah mencucinya tadi di kamar mandi. Lantaran tidak menggunakan sabun, noda darah itu masih meninggalkan sisa.
Dan Tuhan sedang memberi jalan keluar untuk Geo. Dokter Rian tak sengaja melihat seorang siswa yang terlihat bingung di ruang tunggu. Dokter Rian mencoba mengajaknya mengobrol. Tidak baik siswa berkeliaran di jam segini dengan seragamnya. Karena itulah dokter Rian yang notabene om dari Serabi akhirnya menghampiri Geometri. Geo mengerjap ketika dokter yang menolong Serabi tadi tiba-tiba datang ke arahnya.
"Kok belum balik?" tanyanya.
Geo tergagap. "Anu..."
"Nunggu siapa?"
"Ng..."
"Ada yang sakit?"
Geo bingung harus menjawab apa. Karena itulah dia hanya mengangguk. Dia bingung harus bertanya. Bagaimana keadaan Serabi? Apa dia berhasi melewati masa kritis? Ah, sepertinya iya! Sebab Serabi sudah masuk ke dalam kamar pasien. Itu artinya dia selamat.
"Kenapa nggak pulang dulu ganti baju?"
Geo menggaruk tengkuknya.
"Baju kamu juga kotor gini. Habis apa?"
Geo menunduk. Dia sungkan diajak ngobrol di saat sedang galau dan juga bingung.
"Nggak habis apa-apa, Dok."
"Oh, ya! Kelas berapa sekarang? Nggak belajar?"
Geo tersenyum pias. Kalau dokter selalu bertanya soal belajar, ya? Mungkin karena dulu sering begitu! Pengalaman pribadi, ya?
"Hehehe..."
"Udah lama di sini, ya?"
Geo mengangguk. "Dari siang..."
"Lho? Kok belum balik? Balik dulu aja! Kalau terlalu malem, bahaya, lho baliknya! Rumah kamu di mana?"
Geo menyebutkan sebuah alamat secara acak. Dia tidak ingin diketahui lebih jauh daripada ini. Dokter Rian baik sekali.
"Ah, saya belum tahu nama kamu! Boleh kenalan, nggak?"
Geo mengangguk pelan. Dia mengulurkan tangannya, mengajak sang Dokter baik hati untuk bersalaman.
"Saya Rian."
"Saya Ginanjar, Dok." Entah kenapa Geo ingin berbohong. Bahkan namanya pun dia sengaja berdusta.
Dokter Rian tersenyum. Lalu matanya menangkap sebuah tas yang sejak tadi ada di sebelah anak ini. Anak ini membawa dua buah tas. Dan kalau memang tak salah, Rian tahu betul tas itu mirip sekali dengan tas keponakannya.
Ada gantungan kunci khas di tas itu. Gantungan kunci itu dibuat sendiri oleh keponakannya, dari pengait tutup botol kaleng soda. Serabi sempat menyerang kulkasnya dulu, menyerobot susu kalengan di rumahnya untuk diambil pengaitnya.
"Dokter, saya izin balik dulu, ya! Ini udah malem..." Geo menunduk malu. Rian mengangguk pelan.
Geo melangkah ke tempat administrasi, sebelum akhirnya bicara dengan ragu dan malu.
"Ada yang bisa dibantu, Dek?"
"Anu... Bu, maaf..."
"Iya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jokes In Our Bed
Ficção GeralSMA 17 heboh. Dua orang calon ketua OSIS yang paling dominan dan terpandang untuk pemegang jabatan ketua OSIS periode mendatang sedang membangun perseteruan. Musuh lama, lalu bertemu lagi dalam formalitas debat kandidat yang dipertontonkan di hadapa...