Malam mingguku kelabu. Tapi lumayan menyenangkan. Aku gagal bermesraan dengan Kalka. Sebagai gantinya, aku bisa melihat sisi lain dari seorang Kalka. Selain nama lengkap, tanggal lahir, golongan darah, hobi, dan juga orang tuanya. Aku nggak hanya sekadar tahu riwayat hidup Kalka saja, tapi aku bisa melihat ekspresi marah Kalka.
Kedua sepupunya bandel sekali. Mereka nggak sengaja memukul kepalaku. Kalka marah besar. Tapi aku melihat itu senang. Imut.
"Udah Kakak bilang kalau nggak boleh mukul kepala! Apalagi sama orang yang lebih tua! Nggak sopan, Agil!"
Aku memperhatikan Kalka tanpa suara. Setelah aku mengikutinya dengan intens, dia nggak pernah menunjukkan kemarahan. Hanya sekarang ini aku bisa melihatnya. Aku akan menyimpan kenangan ini sampai puas. Bahkan orang lain belum tentu bisa melihat sisi ini dari diri Kalka. Dan tanpa sadar aku bangga dan bersyukur dengan diriku sendiri.
Kedua sepupunya menangis.
"Maaf, Kakak! Maaf... nggak sengaja!" kata mereka.
Kalka masih melotot bengis. Tapi aku suka. Nggak serem. Malah menarik hati. Dan juga menawan. Pokoknya aku kagum dan bahagia dengan Kalka yang sekarang.
"Minta maaf sama Kak Milo udah?"
Kedua sepupunya menatapku. Mereka mencebik, lalu menggeleng.
"Kak Milo ngetawain, Kakak!"
Aku nggak tahan untuk terbahak kencang. Kalka menatapku miris. Dia memeluk kedua sepupunya. Mendadak tawaku lenyap. Malah pelukan! Astaga! Kenapa kamu marah hanya gara-gara dua anak cabe ini, Milo? Ayo, yang rasional!
Setelah kedua sepupunya tidur, Kalka mengajakku ngobrol di balkon rumahnya. Dia duduk di sebelahku. Matanya menerawang jauh. Aku tersenyum menatapnya. Nggak tahu kenapa, tapi aku merasa damai ketika ada di sebelahnya.
"Milo..."
"Iya?" Mataku masih menatap Kalka. Ketika dia memanggil, aku tersenyum. Kalka menoleh ke arahku.
"Kenapa kamu lihatin saya terus?"
"Karena... kamu indah."
"Saya Kalka, Milo. Bukan Indah."
"Tapi kamu lebih indah dibanding Indah."
"Indah yang mana?"
"Indah yang mana saja."
"Milo..."
"Iya?"
"Saya suka nama kamu."
Merinding mendadak aku! Nggak bisa kubayangkan Kalka memujiku hanya gara-gara masalah sepele. Lebih uniknya lagi tentang namaku. Padahal... aku sering diolok-olok gara-gara nama ini.
"Kenapa suka?" Aku menantang.
"Mirip sekali dengan susu kesukaan saya."
"Kamu suka?"
Kalka mengangguk.
"Makasih..." bisikku pelan. Terkekeh.
"Kok makasih?"
"Makasih udah suka aku."
"Eh?"
"Kalau Kalka mau, boleh panggil Susu mulai sekarang. Atau Milk. Atau kalau ingin lebih manis lagi, boleh panggil Sayang..."
"Astaga!" Kalka memekik. Aku nggak menyesal ataupun kesal dengan ucapanku. Aku benar-benar nggak masalah. Kalau dia panggil Sayang, aku senang. Aku juga akan panggil dia dengan lebih mesra.
Honey? Sweety? Cintaku?
"Kenapa Milo pilih saya?"
"Karena kamu..." Aku menggantung ucapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jokes In Our Bed
Aktuelle LiteraturSMA 17 heboh. Dua orang calon ketua OSIS yang paling dominan dan terpandang untuk pemegang jabatan ketua OSIS periode mendatang sedang membangun perseteruan. Musuh lama, lalu bertemu lagi dalam formalitas debat kandidat yang dipertontonkan di hadapa...