Ramuan 7. And The Game Start Now!

14K 2.2K 225
                                    

Takdir,

(n) Sebuah penentu detak jantung berikutnya.

Geo dan Rama bertatapan. Ada Abith yang juga menatapnya pias. Abith penasaran. Banyak sekali cowok yang tidak suka dengan si Kriwil manis ini. Padahal, dilihat dari penampakannya saja dia bukan tipe orang yang bisa dibenci. Cari perhatian ke cewek-cewek? Nggak. Geo tidak sefrontal itu. Melambai? Ah, itu yang jadi alasan para cowok membully seseorang! Mereka dikatai banci, bahkan sampai diadili dan ditertawakan. Geo tidak begitu. Dia tidak melambai. Meskipun badannya kecil, kurus, pendek, dan manis sekali... namun itu bukan alasan Geo diberi cap sebagai cowok melambai.

Abith mencoba mencari kekurangan Geo. Ah, Geo sombong? Tidak. Bahkan dia tidak pernah sesumbar bahwa Geomeka dan Geomedwi yang terkenal itu adalah saudaranya. Geo tipe orang yang low profile, lebih senang diam daripada harus tampil. Menjadi calon ketua OSIS pun Abith yang mati-matian menyuruhnya, bahkan mengancamnya.

"Iya, gue penasaran! Banget! Kenapa kalian para cowok kayaknya benci banget ke dia?"

Rama bungkam.

"Dulu... dia pernah bikin gue muak."

"Ha? Kapan?" Geo tersadar.

"Dulu lo ikut karate pas SMP. Banyak orang yang meremehkan lo. Inget, nggak? Pas lo dikatain unyil, dibilang dedek gemes?"

Geo menutup telinganya. "Geli gue denger cerita itu lagi!"

"Lalu lo membuktikan bahwa lo jago dan bikin mereka bengong."

"Ah, gitu, ya? Jadi, lo benci karena gue jago?"

Rama menggeleng. "Lebih dari itu."

"Eh?"

"Lo inget, dulu lo pernah ngalahin gue?"

Geo mengangguk.

"Gue dihina, diolok-olok sama seantero sekolah. Gue dikatain kalah sama bocah."

Geo mengibaskan tangannya. "Orang lain cuma bisa bacot. Kenapa lo peduli? Mereka kan belum ngerasain tonjokan maut gue."

Rama mendesis, "Masalahnya bukan itu!"

"Trus?"

"Pas gue udah berjuang biar bisa ngalahin lo, lo malah keluar dari karate! Gimana perasaan lo pas lo maen tarik tambang, lo tarik sekuat tenaga... tapi mendadak musuh lo melepas talinya."

"Lo ikut lomba tujuh belasan?"

Rama menjambak rambut Geo spontan. Abith melotot ganas.

"Woi! Woi! Woi! Siapa bilang lo boleh nyentuh-nyentuh dia seenaknya? Kalian nggak lagi karate!" Abith murka.

Rama melepas jambakannya. Abith mengelus kepala Geo, meniup-niup rambut itu perlahan. Geo terkekeh, mendorong tubuh Abith agar agak menjauh darinya.

"Dulu gue dilarang nerusin sama Kak Meka."

"Dan lo keluar gitu aja?"

"Iya, lah! Gimana kalo kakak lo buntutin ke mana pun lo pergi?"

"Dan lo nggak bisa membela diri?"

"Percuma. Kak Meka tuh lebih galak daripada nyokap bokap gue."

"Alasan! Anak mami!"

"Lo bakalan tahu gimana rasanya pas ngeliat orang yang lo sayangi nangis-nangis dan mohon-mohon ke lo biar lo berhenti. Gue nggak bisa maksain ego sendiri. Gue sayang mereka, dan gue nggak mau mereka semua sedih karena gue."

Rama membisu. Geo paham sekarang kenapa Rama sangat membencinya. Musuh yang sangat ingin dia kalahkan adalah Geo, dan sekarang anak itu sudah jadi bagian dari timnya.

Jokes In Our BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang