Serabi menatap Geometri. Cowok itu masih bungkam. Geomeka menyenggol lengan Serabi tanpa kata. Mungkin kalau diartikan jadi, "He, lu katanya sayang sama adik gua, kenapa lu diem aja? Sana bikin dia semangat lagi!" begitu. Namun, Geo tidak ingin bicara apa pun sekarang. Mama Serabi datang dan mengucapkan belasungkawa. Geo tidak menangis di pelukan mama Serabi. Geo tidak menangis di pelukan ibunya. Pada ayahnya pun dia sangat dingin. Kalka dan Milo ingin di sini, namun mereka harus sekolah. Geo mencoba untuk membuat mereka pulang.
"Kalian balik aja. Gue udah nggak apa."
Milo menatap Kalka yang masih sangsi. Kalka memiliki kakak, namun dia tidak keberatan bila harus punya satu lagi. Kalka menatap wajah Geo pias.
"Beneran nggak apa, Kak?" tanyanya. Geo mengangguk paksa. Milo mengangguk juga pada akhirnya. Dia tidak ingin membuat Geo semakin tertekan dengan kehadirannya.
Selain itu... semalam Geomeka juga curhat padanya, tentang Serabi tentunya. Geomeka jauh lebih bisa frontal di depan Milo. Kalka hanya terdiam, menggaruk tengkuknya tanpa bisa bicara apa pun.
"Gue tahu Serabi sepupu lo, tapi gue masih nggak habis pikir kenapa dia jadi kayak gitu! Apa dia nggak mikir masa depan mereka nanti?!" Geomeka mengomel. Mereka ada di taman belakang, taman yang lumayan sepi ketika pelayat sudah pulang. Serabi menunggui Geometri di kamarnya, sementara Geomeka, Milo, dan Kalka tidak ingin mengganggu mereka.
"Masa depan kayak gimana, Kak?"
"Ya lo tahu, lah gimana pandangan orang-orang di sekitar kita tentang ini!"
Milo mengedikkan bahu. "Kalau maksud Kakak mereka nggak punya masa depan baik karena nggak bisa berkembang biak, kayaknya Kakak yang terlalu kolot. Kan sekarang ada adopsi! Kalau mau darah daging sendiri, kan ada bayi tabung!" Milo mengedikkan bahu. Geomeka geram dengan respon Milo yang terlalu santai.
"Kenapa lo santai banget? Lo pikir semudah itu?"
"Trus apanya yang sulit?" Milo tersenyum licik. Geomeka bungkam. Dia tidak bisa menang melawan makhluk ini.
"Dia janji sama gue, Lo! Dia janji bakal jagain adik gue!" Geomeka menggeleng kencang. Milo terkekeh.
"Trus kenapa, lho?"
"Ah, lo nggak paham apa susahnya karena lo juga sama, kan kayak sepupu lo! Heran, gue! Kenapa banyak banget cowok ganteng yang homo di dunia ini!"
Milo menepuk dadanya. "Aku emang ganteng. Makasih!"
Geomeka menyesal sudah mengatakan kalimat seperti itu.
"Dia beneran serius, Lo."
Milo mengangguk. "Dia itu kalau udah maunya, meskipun dunia kiamat... dia bakalan dapatin apa yang dia mau, lho, Kak!"
Geomeka merinding. Dia merasa Milo pun begitu. Sejak awal, sejak Serabi berdiri di depan ruang OSIS ketika dia SMA, Geomeka sudah melihat ada aura mutlak yang menguar di sekitarnya. Entah karena Serabi punya wajah ganteng yang tegas dan tubuh tinggi atletis, atau karena aura mencekam yang selalu Serabi sebarkan dari tatapan dinginnya itu.
"Makanya gue takut adek gue diapa-apain sama dia!"
Milo terkekeh, lantas menggeleng kecil. "Serabi nggak bakalan berani bikin Mas Ge sedih."
Kalka mengangguk. "Iya. Betul. Serabi pasti trauma lihat Kak Geo kayak gitu, jadi sekarang dia jauh lebih berhati-hati."
Geomeka berharap ucapan dua sejoli ini ada benarnya. Geomeka menghela napas. Dia tidak ingin baper berkelanjutan. Dia menentang hubungan Geo dan Serabi karena takut adiknya terluka karena penghakiman dari orang-orang di sekitarnya. Namun, kalau dia menolak... dia takut Geo akan sedih karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jokes In Our Bed
General FictionSMA 17 heboh. Dua orang calon ketua OSIS yang paling dominan dan terpandang untuk pemegang jabatan ketua OSIS periode mendatang sedang membangun perseteruan. Musuh lama, lalu bertemu lagi dalam formalitas debat kandidat yang dipertontonkan di hadapa...