Rahasia,
(n) Sebuah ketentuan yang penuh kejutan.
Rian melotot ketika melihat Serabi masuk ke dalam rumahnya dengan wajah marah. Lelaki itu melotot pada Milo untuk tidak menggoda sepupunya. Milo terkekeh, menggaruk tengkuk. Rian melangkah masuk lebih dulu. Dia juga ingin menegaskan pada Serabi bahwa alamat yang diberikan anak itu memang demikian. Dia tidak bermaksud menyimpan rahasia dan bermain-main dengannya.
Serabi menoleh ketika melihat omnya duduk di ruang makan dan mencoba mengajaknya bicara.
"Kamu nggak nemuin?"
Serabi menggeleng.
"Dia beri alamat palsu."
"Ke mana..."
"Sekali lagi Om ikutan kayak si Susu, aku nggak bakalan mau ngomong sama Om lagi!"
Seketika Rian bungkam. Keponakannya yang satu ini sedang dalam kondisi baper dan galau. Mungkin karena merasa kecewa dan ditipu. Rian sendiri juga tak tahu alamat anak itu yang sebenarnya. Dia mengaku namanya Ginanjar, dan memberikan alamat seperti yang Rian katakan. Bahkan ketika ditanya nomor rumahnya pun, anak itu menjawab dengan fasih.
Rian, kamu belum tahu kalau bisa saja dia fasih dalam berbohong?
Serabi terlihat suntuk dan lama-lama Rian tidak tega juga. Tidak ada salahnya mendengarkan keluhan Serabi menurut versinya.
"Kamu yakin dari mana kalau itu alamat palsu?"
"Aku udah nanya tetangganya, Om. Mana mungkin mereka bohong? Lah, rumahnya aja udah kayak rumah hantu gitu! Berlumut, berkarat, rusak, ada rayapnya..."
"Kalau kamu tahu siapa dia, mau kamu apakan?"
Ini pertanyaan sama seperti yang Milo tanyakan, namun Serabi tak akan pernah mundur untuk terus bertanya dan mengajukan hal yang sama. Serabi ingin menjelaskan pada mereka bahwa dia tak punya niatan buruk. Bahkan dia tak ada niatan untuk menyogok dan sejenisnya. Dia tidak punya banyak uang.
Sayangnya orang yang berniat ditemui sepertinya sedang bermain petak umpet. Serabi ingin mundur, namun rasa penasarannya terlalu besar.
"Aku mau lihat aja."
"Eh? Untuk apa?"
"Ya penasaran, Om."
"Kalau udah tahu?"
"Pokoknya aku pengen tahu aja."
"Kamu cari tahu dia hanya untuk mengobati rasa penasaran kamu?"
Serabi merasa bersalah dengan pertanyaan omnya, namun separuhnya salah. Serabi ingin membalas budi, meskipun itu bukan dalam bentuk materi. Entahlah, namun Serabi merasa kali ini dia harus menemukan orang itu. Ada dorongan aneh yang terasa di otaknya. Orang itu mungkin saja malaikat. Bahkan ketika Serabi masih dalam keadaan separuh sadar, dia merasa orang itu berada di dekatnya. Menggenggam jemarinya.
"Pokoknya aku harus nemuin dia."
"Namanya Ginanjar..."
"Aku udah cari tahu dan nggak ada nama itu di angkatanku."
"Siapa tahu aja dia anak selundupan. Anak kelas tiga yang kebetulan masih pake badge yang sama kayak kelas dua. Males ganti."
Serabi menggeleng. "Guru BP-ku sering keluyuran buat nyari murid yang masih pake badge lama. Biasanya dipaksa beli saat itu juga, lalu namanya dicatet. Besok bakal ditanyain lagi."
Rian bungkam. Bagaimana, ya cara membantu Serabi? Di sisi lain, Rian merasa harus menghargai apa pun keputusan anak itu. Sayangnya, dia juga ingin membantu keponakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jokes In Our Bed
Narrativa generaleSMA 17 heboh. Dua orang calon ketua OSIS yang paling dominan dan terpandang untuk pemegang jabatan ketua OSIS periode mendatang sedang membangun perseteruan. Musuh lama, lalu bertemu lagi dalam formalitas debat kandidat yang dipertontonkan di hadapa...