010

343 50 9
                                    

Sebelum baca Vote dan komen dulu ya
Tingkiu

______________________________________

Kalo lo bilang gue bajingan
Yaudah deh gue mah ridho
Gue pasrah
Bungkus aja— atur segimana brengseknya gue

_Jingga Prakasa_

_______________________________________

_______________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cel—".

"Hhm—".

Jingga senang memperhatikan.

Jingga menangkap bahwa gadis itu mulai merasa kedinginan karena Cece memeluk tubuhnya sendiri.

Hisapan terakhir dari rokoknya, Jingga mematikan benda itu kemudian menutup jendela.

"Dingin ya?".

Hening.

Jingga menggeserkan kursi duduknya mendekati gadis itu. Memperhatikan visual Cece dari sebelah kanan, yang Jingga lihat saat ini adalah 'Cantik'.

"Thanks ya". Ucapnya pelan.

Setelah itu kembali hening. Di malam yang kian larut ini, gadis itu membuat pikiran Jingga bercabang.

Cece menatap lurus ke luar jendela yang sudah di tutup Jingga. Kamarnya di lantai 11, cukup indah pemandangan dari sini.

Cece larut dalam lamunannya, sementara Jingga sekuat tenaga menahan hasratnya.

Kalau boleh jujur, ini pertama kali cowok itu menahan hasratnya.

Dari sedekat ini, Jingga bisa saja langsung menyodok Cece kedinding. Melumat bibir gadis itu tanpa henti hingga melucuti pakaiannya. Dalam remangnya cahaya, Jingga membayangi sebuah ciuman panas.

Baginya situasi ini terlalu sia-sia jika di habiskan hanya dengan berbincang.

Tolong ingatkan Jingga untuk mengontrol ekspresi wajahnya. Karena saat ini dia terlihat seperti buaya lapar dan mangsanya berada tepat di depan mata.

Menunggu timing yang pas untuk memulai pergerakan.

Namun sirna.

Gadis itu mengetahui gelagatnya.

"Berenti menelanjangi gue di dalam otak lo. Itu pelecehan. Jangan aneh-aneh, lo mau bikin gue trauma ya?".

Mendengar itu Jingga terkejut, telinganya bersemu merah. Entah karena dirinya yang mulai terangsang atau karena malu.

Cece tak mempedulikan itu.

Tatapan gadis itu tak beralih dari jalanan kota di bawah sana. Tepatnya pada bundaran yang di tengahnya di hiasi air mancur berwarna-warni.

JINGGA & MARCELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang