015

355 53 8
                                    

VOTE DAN COMMENT PLEASE—
Yang baca tapi nggak Follow, LO TEGA

☆☆☆☆


Dua hari kemudian.

"Bro, cewek lo nelfon tuh". Ucap Jingga pada Kevin. Namun Kevin sudah berada di luar batas kesadarannya malam ini, tubuhnya terkulai di meja bar.

Begitu juga yang lain, semuanya kecuali Jingga dan Agus. Sudah benar-benar mabuk.

Perlu di garis bawahi, mereka ke Embassy cuma berenam. Akbar saat ini bersama Wilda, karena dia bukan peminum.

Jingga tahu sebanyak apa Kevin meneguk alkohol sejak tadi.

Ponsel Kevin terus berdering.

Sesaat Jingga menghembuskan nafas kalut dan menyambar ponsel Kevin yang tergeletak di atas meja. Kemudian cowok itu menerima panggilan dari Maya.

"Halo May— Kevin mabuk". Ucap Jingga dengan berteriak. Jingga tak dapat mendengar apa yang di ucapkan Maya kala itu karena memang benar-benar berisik.

Hingga kemudian panggilannya terputus dan kembali berdering. Jingga akhirnya membawa ponsel Kevin keluar club dan mengangkatnya.

"Hallo May— ini gue Jingga. Kevin mabuk. Ada apa?".

Ada sekeping sunyi yang di dengar Jingga, namun jelas sekali cowok itu mendengar sebuah isakan kecil dari dalam panggilannya.

"Halo May, lo nangis? Kenapa? Lo dimana?". Tanya Jingga bertubi-tubi.

Hening.

"May?". Panggil Jinggal sekali lagi.

"Gapapa Ga. Kalian lagi clubing ya?".

"Iya— Kevin ambruk".

"Yaudah deh kalo gitu. Have fun ya". Lalu panggilan nya terputus. Jingga menaikkan kedua pundaknya tak mengerti lalu masuk kembali ke dalam club.

Sudah larut, sekarang pukul 2 pagi.

Jingga menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Memikirkan bagaimana cara membawa sahabat-sahabatnya pulang.

Jingga menepuk punggung Kevin namun cowok itu tak memberikan respon apapun. Matanya tertutup namun bibirnya tersenyum lebar. Sesekali memanggil nama Maya.

"Cewek lo nelfon anjing". Ucapnya di telinga Kevin.

Kemudian Jingga mengangkat kembali pandangannya cepat, mencari presensi Agus. Ternyata sedang merokok.

"Kak—". Sorak Jingga pada Agus.

"Kenapa?". Tanya Agus.

"Gimana cara bawa balik monyet-monyet ini? Gue pusing pengen pulang".

Agus menaikkan kedua bahunya lalu menghirup kembali rokoknya untuk yang terakhir. Agus membawa tubuhnya berdiri dan menepuk punggung Juna dan Bima yang sedari tadi ambruk di meja.

"Jingga—". Sorak Agus.

"Hah?".

"Gue bawa Juna sama Bima. Lo bawa Joko sama Kevin. Mana sini kunci mobil gue, lo bawa mobil Joko". Ucapnya kemudian menepuk kembali punggung Juna dan Bima.

Jingga menghembuskan nafas berat lalu menatap pasrah dua orang sahabatnya ini.

"Dek– bangun!".

"Siapa lo anjing. Anak mana lo?". Ucap Joko pada Jingga.

Mendengar itu Jingga mengepalkan tangannya membentuk tinju. Sedetik kemudian Jingga meninju kuat pipi kiri Joko hingga cowok itu terpengkur ke lantai.

"Semoga aja lo lupa besok kalo gue tonjok". Gumamnya.

Jingga membawa kedua sahabatnya itu keluar setelah menghajar habis kedua cowok itu. Ya, begitulah pola kehidupan persahabatan mereka.

Jingga menghembuskan nafas berat entah untuk keberapa kalinya. Kemudian bersandar sejenak, kepalanya juga sedikit pusing.

Lalu mengisi tenggorokannya dengan sebotol air mineral. Hanya Jingga yang mampu menghadapi kekacauan sahabatnya pagi ini. Tetapi sayang sekali, dua sahabatnya harus sadar dengan wajah yang di penuhi memar dan kondisi yang berantakan ketika bangun nanti.

***


Inilah yang membuat Cece jatuh hati pada sosok seperti Jingga. Cowok itu selalu mengiriminya makanan ke kost.

Hubungan mereka memang sebatas simbiosis mutualisme semata. Namun Jingga tetap memperlakukan Cece seolah gadis itu benar-benar spesial. Walaupun Jingga juga melakukan hal yang sama pada gadis lain.

Di memo nya tertulis:
"Untuk Marcelnya Jingga, di makan ya. Makanan kesukaan lo".

Jingga itu romantis. Sungguh tak tanggung-tanggung. Seperti kata bunda, Jingga memperlakukan perempuan dengan baik.

Cece kembali mencatat kebiasaan Jingga dalam memorinya. Cece berharap segera menemukan formula yang cocok untuk mengenali Jingga lebih dalam.

Kini gadis itu meraih ponselnya dan memotret makanan yang di terimanya. Mengirimi beberapa foto pada Jingga di sertai ucapan terimakasihnya.

Jingga membalas pesan Cece dengan mengirimi foto selfie dirinya.

Cece tertawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cece tertawa. Jingga manis sekali.

Cece tidak bisa yakin apakah dia terpana pada sikap Jingga dan penampilannya atau pada seluruh kisahnya.

Setidaknya untuk saat ini Jingga menyenangkan.

Cece masih pada senyuman bahagianya siang ini, namun sepersekon detik kemudian senyuman itu luntur kala mendengar teriakan dari luar kamarnya.

Cece segera membawa dirinya berlari keluar. Tepat di depan kamar Maya sudah berdiri dua orang sahabatnya Lilin dan Opet. Mereka mengantri bergantian menggedor-gedor pintu kamar Maya.

Sejujurnya sejak tadi pagi gadis itu aneh. Maya baru pulang pagi tadi, bersama pria yang Cece tidak kenal.

Katanya namanya Gilang.

Teman satu jurusan, namun Cece tak pernah melihat cowok itu.

Cece mendekati dua orang sahabatnya, seraya berkata.

"Kenapa?".

"Gak tau—" Jawab Lilin cepat. Wajahnya tampak tak tenang.

"Maya— teriak nggak jelas". Lanjut Lilin.

"Udah gue bilang kan dia aneh hari ini". Sambung Opet.


_____________________________

Minggu, 21 November 2021

JINGGA & MARCELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang