016

362 57 11
                                    

VOTE DAN COMMENT PLEASE—
Yang baca tapi nggak Follow, LO TEGA

☆☆☆☆

PUNCAK

'Gue izin ngilang lagi seminggu mau quality time bareng enam sahabat gue'. Menjadi kalimat terakhir pasan chat Jingga untuk Cece. Karena gadis itu tak memberikan respon apapun.

Jingga mengemasi semua keperluan H-1 sebelum keberangkatan. Sebenarnya rencana ini sangat dadakan. Pasalnya baru saja sehari Jingga kembali dari Jogja, sekarang sudah ingin pergi lagi.

Urusan kuliah adalah yang kedua bagi Jingga, selama ada Rania nilai tugas dan absennya akan aman.

Yang pertama adalah menikmati hidup selagi masih muda.

Jingga terduduk menatap layar ponselnya, tidak ada pesan balasan dari Cece. Jingga menghembuskan nafas berat.

"Cewek rumit banget ya, bingung gue. Ini yang paling rumit, sebenernya dia suka nggak sih sama gue?".

"Siapa?". Tanya Agus yang sejak tadi duduk di sampingnya, cowok itu tengah mengerjakan proposal skripsinya.

Agus memang fokus pada layar laptopnya, namun telinganya masih bisa mendengar suara Jingga yang sarat akan frustasi.

"Ada— cewek... cantik banget, tapi nggak boleh sebut namanya. Lo nggak boleh tau— dunia nggak boleh tau katanya". Jawab Jingga kemudian membanting kopernya agar tertutup.

Jemari Agus yang sejak tadi menari di atas keyboard terhenti mendengar suara debum kecil di lantai, lalu pandangannya naik ke arah Jingga hingga turun ke arah koper di bawah kaki sahabatnya itu. Agus menggeleng lirih dan sedikit mengangkat sebelah bibirnya.

Sejenak masih memindai apa yang tengah di lakukan Jingga dengan koper sebesar itu.

"Lo mau pindah planet ya? Ngapain bawa barang banyak banget gila?".

Pandangan Agus seakan bertanya apakah pergi ke Puncak menjadi hal yang begitu menyenangkan buat Jingga.

"Ini tuh isinya baju gue, Kevin sama kak Akbar. Di satuin jadi satu. Kalo lo mau nitip juga, sorry udah nggak muat". Jawab Jingga kemudian menekan kopernya agar bisa tertutup.

Agus sejenak menggaruk pelipisnya, menghembuskan nafas berat lalu mengalihkan atensinya kembali ke layar laptop di depannya.

Jingga kembali melempar pandangannya ke layar ponselnya yang mati. Barangkali ada sebuah notif yang sedang di tunggu-tunggunya.

Keningnya seketika berkerut, memikirkan sesuatu hal. Bagaimanapun hebatnya Jingga menggunakan otaknya untuk menebak jalan pikiran Cece namun ia hanya berjumpa pada kebuntuan.

"Huahhhh— sial". Umpatnya lalu melangkah keluar kamarnya. "Lo kalo udah selesai ngerjain proposal di kamar gue tolong matiin lampu". Ujarnya pada Agus sebelum tubuh itu menghilang di makan pintu.

Jingga berjalan ke arah Kevin yang tengah tidur di ayunan depan rumah. Kevin menutup wajahnya dengan buku agar matanya tidak silau. Tapi Jingga mengambilnya, memindai wajah Kevin yang berkerut.

Kevin membuka perlahan matanya.

"Ngapain sih ganggu".

"Kemarin cewek lo nelfon goblok".

"Iya gue udah tau, udah gue telfon barusan tapi dia nggak angkat".

Kevin mendudukkan tubuhnya lalu beranjak dari ayunan menuju kursi panjang yang berjarak sekitar 3 meter dari sana. Jingga terlebih dahulu sampai dan mendaratkan pinggulnya untuk duduk.

JINGGA & MARCELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang