045

191 21 2
                                    

Hallo sob.
Maaf ya di part ini gaada Jingga nya

Soalnya dia lagi sama sahabat sahabatnya di Embassy. Dia juga butuh istirahat banget karena baru bangun dari koma

Ini tentang Marcel. Gadis yang nggak akan ninggalin Jingga gitu aja

So jangan lupa untuk tetep vote dan komen ya :)

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆





Jika berada di sebuah club malam yang ramai dan sempit hingga tak jarang tubuh akan bergesekan ditengah berisiknya musik disco adalah hal yang menyesakkan bagi sebagian orang. Namun mungkin manis dan pahitnya alkohol yang diteguk dapat sedikit mengobati rasa yang menyempit dibagian dada oleh sesaknya.



Sekali lagi.

Hanya sedikit!


Atau mungkin saja minuman alkohol itu tidak dapat membantu sama sekali ketika yang berisik bukan hanya lingkungan luar melainkan isi kepala juga. Sehingga mengunjungi tempat maksiat dan minuman haram itu adalah pilihan yang buruk. Ya memang sejak kapan hal itu baik?

Cece biasanya suka berada ditempat seperti ini, atau lebih tepatnya gadis itu menyukai tempat manapun selama itu bersama dengan tiga sahabatnya. Namun sepertinya malam ini ia banyak diam. Dirinya seolah larut dalam keheningan, silaunya lampu-lampu disco yang menyoroti matanya, derasnya hujan yang turun sejak sore tadi dan pikiran tentang Jingga yang terus menggerayanginya.

"Ceu". Ditengah keheningan itu, Maya bersuara sambil menyentuh pundaknya. Gadis itu seolah memberi kode untuk mengajak Cece keluar.


"Keluar yuk. Gue sumpek!". Ujarnya ditelinga Cece dan gadis itu hanya mengangguk dengan senyum simpul.

Mereka keluar meninggalkan Lilin yang sudah tertidur dimeja dan Opet yang sibuk membalas pesan Agus. Hingga pengapnya suasana didalam berganti lembabnya udara hujan.

Mereka berjalan menuju kafe yang berada tepat disebelah club. Memilih untuk menimpali sisa pahitnya alkohol dengan segelas kopi hangat.

Begitu barista wanita itu mulai pergi membawa menu pesanan  kopi best seller yang ingin mereka coba, Maya menatap lama kedua bola mata Cece.

"Eh eh ada apa tuh dimata lo?". Pertanyaan Maya reflek membuat Cece menyentuh wajahnya.

"Kenapa May?".

"Enggak, ada apaan itu?".

Seketika Cece mengeluarkan ponselnya dan menggulir menu untuk membuka kamera. "Ada apa sih?". Tanya gadis itu mulai panik.

"Ada Jingga dimata lo". Jawab Maya  sambil menarik sebelah sudut bibirnya dan hal itu mengendurkan raut wajah Cece yang tegang.

Cece pasti tahu bahwa Maya menduga diamnya seharian ini disebabkan oleh Jingga. Tidak salah juga sih, namun bukan itu alasan utamanya.

"Apaan sih? Garing tau nggak? Super duper crunchy". Balasnya ketus. Dan memang lawakan Maya hanya membuat Cece membuang napas berat sarat frustasi.

Maya menyibak rambutnya kebelakang sambil menyengir malu. "Lagian sih lo kayak ngeliat gue tapi sebenernya enggak". Timpalnya. "Lo mikirin apaan emang Ceu".

Cece terdiam. Ia meletakkan ponselnya keatas meja lalu menatap butir hujan yang membentur tanah diluar sana. "Kayaknya rencana Adudu untuk menghancurkan dunia bukan suatu hal yang buruk deh May".



Hening.




Dikeheningan yang cukup lama itu Maya masih menunggu lanjutan kalimat Cece. Karena tidak mungkin tanpa alasan gadis itu melontarkan kalimat seperti itu.

"Sama kayak yang lo rasain waktu bokap lo mulai ngehancurin hidup lo dan lo berharap dunia ini juga ikutan hancur biar bukan hidup lo doang yang hancur, tapi semua orang". Lanjutnya dengan pandangan berpaling kebola mata Maya.

"Sekarang, gue juga mau dunia ini hancur aja".

"Kenapa?".

"Karena didunia ini nggak selalu berisi orang baik. Banyak orang dengan pikiran yang sulit untuk dimengerti kenapa mereka memilih untuk melukai orang lain".

Maya menjadi memiliki banyak hal yang ingin dibicarakannya setelah itu. Namun memilih diam begitu melihat sendunya tatapan Cece malam ini. Sehingga gadis itu hanya bisa menggigiti bibir bawahnya ketika kenangan pahit dirinya juga ikut terpanggil oleh pembicaraan mereka saat ini.

"Jingga pernah bilang, jangan menilai dia cuma dari luar doang. Karena yang ada gue cuma bakal ngeliat brengseknya doang. Coba deh liat dia dari dalem, sebenernya dia ultramen. Katanya". Sambil tergelak Cece meneruskan kalimatnya. "Tapi setelah gue kenali dia sampai dalem-dalemnya, ternyata dia emang brengsek".

"Yaa maksud gue, kata-kata orang tentang dia nggak sepenuhnya salah juga. Kalau ada rumor itu tandanya ada fakta. Ya nggak?".



Maya menghela napas panjang lalu menjeda dialog mereka sejenak karena pesanan kopi mereka sampai. Ada gurat tipis dikeningnya yang seakan memperjelas bahwa sebenarnya dia sedikit menyangkal statement terakhir yang Cece ucapkan.

"Perselingkuhan gue sama Gilang yang Kevin anggap itu bener buktinya salah kan Ceu? Jadi nggak semua rumor itu fakta. Di dunia ini ada banyak variabel yang menyebabkan berbagai hal melenceng dari logika. Contohnya bisa aja satu tambah satu hasilnya tiga kalau mereka punya anak satu".

Untuk hal itu Cece langsung menyadari dan merubah pola pikirnya.

"Lo dulu nyuruh gue buat nggak dengerin omong kosong orang-orang, kok malah sekarang lo sendiri yang kedistrak omong kosong mereka?". Maya menjeda lagi kalimatnya lalu meneguk kopi yang masih hangat. "Sebenernya lo sama Jingga ada apa?".

"Ya gapapa sih, gue sama dia baik-baik aja".

"Trus kenapa lo bilang banyak orang dengan pikiran yang sulit untuk dimengerti kenapa mereka memilih untuk melukai orang lain? Jingga nyakitin lo lagi?".

Lagi?


Cece menggaruk pelipisnya seolah tidak yakin dengan apa yang terjadi. "Gue mabuk deh kayaknya May, makanya ngelantur". Dan sejujurnya dia juga tidak mengerti kenapa pikiran itu begitu mengganggunya.

"Gue perhatiin sejak lo kenal Jingga, lo lebih banyak menggunakan hati ketimbang logika lo Ceu. Gue tau banget kalau lo orangnya logis banget, tapi kayaknya Jingga merubah banyak hal tentang diri lo dan Celyne yang gue kenal sekarang itu jauh lebih berperasaan dari pada yang dulu". Maya tertawa di akhir kalimatnya.

"Gila, jadi lo bilang gue nggak berperasaan gitu?".

"Gue nggak bilang gitu ya? Lo sendiri yang ngomong". Timpal Maya kemudian melirik ponselnya yang mengeluarkan dering singkat. Gadis itu terdiam membaca pesan yang masuk.

"Lo kenapa May? Kok tiba-tiba suntuk gitu?".

Tapi alih-alih menjawab, Maya justru mengesah lirih. Sejauh ini, hanya Cece tempat gadis itu bercerita tentang Joko. "Dia barusan nembak gue Ceu".

"Siapa? Joko?".

Pertanyaan itu jelas membuat Maya tertegun, teringat kembali perihal kesepiannya yang selama ini diisi oleh kehadiran Joko dan membuat rasa bersalahnya terhadap Kevin semakin besar lantara lelaki itu memilih untuk menjauh.

"Dia bilang kalau gue udah bikin dia pusing, bikin dia sinting dan bikin dia sayang sama gue. Dia minta kesempatan buat buktiin kalau dia bisa bikin gue juga sayang sama dia".

*

*

*

Minggu, 5 Juni 2022

JINGGA & MARCELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang