038

238 39 2
                                    

Share cerita ini kesosial media kalian ya fren, kenalin ke orang-orang kalau ada cowok brengsek yang bingung. Iya bingung kenapa bisa brengsek

Jangan lupa vote dan comment juga

Selamat membaca

*
*

"Aku mencintainya dengan caraku sendiri. Mungkin sedikit berbeda tapi ini benar-benar tulus"

_Marcel_

______________________________

Bunda tidak terbangun ketika mereka sampai. Mereka langsung masuk saja saat pintu berhasil terbuka. Sejenak mata Cece meliar memindai semua ornamen di rumah ini.

Rumah yang bisa dibilang cukup mewah walaupun tidak terlalu besar. Hal itu dapat dilihat dari lantai dan perabotan didalamnya.

Ada sebingkai foto besar di tengah ruang tamu. Didalamnya ada Jingga dan mungkin bunda. Cece belum tahu pastinya seperti apa wajah bundanya Jingga. Tapi dia cukup yakin kalau wanita cantik disamping Jingga itu adalah bundanya.

Sebab sangat mirip mulai dari mata kecil dan hidung mungilnya. Pahatan bibir mereka juga tidak jauh berbeda.

"Kamar gue di atas, ayo gue anter". Katanya setengah berbisik.

Cece menurut saja ketika dibimbing masuk ke kamar Jingga. Mulanya gadis itu sedikit tertegun melihat seisi kamar Jingga.

Dindingnya di cat abu-abu dan seluruh bagiannya berwarna senada. Ada satu ranjang berukuran sedang, satu meja belajar dan dua lemari.

Satu titik yang menarik perhatian Cece adalah sebuah lemari bening yang terisi mainan mobil-mobilan.

Dia baru menyadari kalau Jingga suka mengoleksi benda itu. Satu lagi fakta seorang Jingga yang akan ditulis Cece dalam memorinya.

"Sprey nya tadi udah digantiin bunda, jadi lo bisa langsung tidur aja. Gue bakal tidur diruang tengah".

Cece menoleh pada Jingga, mencari sepasang mata cowok itu untuk ia tatap lama. "Jadi bunda lo tau kalau gue mau kesini?".

Jingga mengangguk, kemudian mengusap sekilas kepala Cece dan melangkah menuju pintu.

"Ini.. lo semua ngumpulinnya sejak kapan?". Tanya gadis itu sambil menujuk lemari bening yang dipenuhi miniatur mobil. Pertanyaan Cece membuat Jingga berhenti melangkah. Lantas memutar tubuhnya kembali.

Ada seulas senyum terbit sebelum Jingga menjawabnya. "Sejak SD".

Hening.

"Kalau ada pertanyaan lagi, tanyain ntar aja. Sekarang tidur dulu, udah jam 4".

Jingga meneruskan langkahnya keluar membawa satu bantal dan selimut. Saat raganya berhasil beristirahat diatas sofa, rekaman memori hari ini berputar lagi di kepalanya.

Rania menjadi orang yang pertama kali terbayang olehnya.

Sesaknya masih terasa nyata saat gadis itu mengatakan bahwa dia dan Mahesa berpacaran. Jingga sampai harus memegangi dadanya saat memikirkan itu.

Lalu dirasakannya ruam diwajah yang masih berdenyut. Hingga Jingga sampai pada pemikiran bahwa, apa dia terlalu berlebihan menyikapi permasalahan antara Joko, Kevin dan Maya?

Apa dia terlalu dalam ikut campur mengenai masalah cinta segitiga sahabatnya itu?

Dan terakhir, wajah Cece menyapanya sebelum alam mimpi menjemputnya untuk tertidur. Jingga teringat bagaimana lembut jemari gadis itu menyapukan obat merah di wajahnya.

JINGGA & MARCELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang