052

88 15 0
                                    

Hai. Lama nggak update, gue berharap masih ada yang mau lanjutkan baca cerita mereka. Bantu gue selesaikan ini ya fren.

Jangan lupa vote. Thank u

POV Jingga atas kematian Akbar

☆☆☆☆☆



Hingga dipagi ini Jingga masih dilanda perasaan ragu. Bunda menelpon beberapa saat yang lalu, kini dirinya terdiam kaku. Semalam Jingga tidak tidur sama sekali. Memikirkan banyak hal, salah satunya semester pendek yang diikutinya untuk memperbaiki hancurnya nilai di portal akademik.

Selain itu, pikiran tentang Akbar mendominasi kepalanya. Bagaimana jika selama dia pergi, keadaan semakin memburuk? Jujur saja, semua yang pernah Juna katakan tentang kematian dan hal hal diluar kemampuannya, membuat Jingga dilanda rasa merinding.

Jingga berjalan turun dari kamarnya, menuntun langkahnya sembari mencoba menelpon Cece. Jingga sudah didapur ketika Cece mengangkat panggilannya.

"Cel, kayaknya gue bakal sibuk banget deh sebulan kedepan." Katanya. Ketika gadis itu bertanya mengapa, Jingga menjawab. "Bukan mau jualan Cupang, tapi gue ngambil semester pendek. Nilai gue semuanya E." Ujar Jingga berterus terang.

"Oh, akhirnya ya lo peduli sama nilai lo."

"Ihh, dahlah, gue badmood." Jawab Jingga.

"Lah kenapa?"

"Gatau, gue mau ngambek."

"Yaudah, bye-"

"Nggak jadi, ada yang mau gue omongin lagi."

"Gajelas lo tai!!"

"Hehehe," jawabnya sambil nyengir kuda. "Cel, kan gue mulai SP nya minggu depan. Sekarang juga lagi libur, kalo gue ajak lo ke Surabaya. Lo mau nggak?"

"Ngapain?"

"Sepupu gue lahiran. Rencananya gue cuma berdua bunda. Tapi mumpung libur, ada baiknya kita healing sekalian."

Gadis itu tidak menolak ketika Jingga ajak ke Surabaya. Tetapi jelas dia pun sedikit ragu tentang perjalanan ini.

"Kita berangkat besok malem, sayang. Bunda ngambil cuti 3 hari, jadi kita di Surabaya paling cuma 2 hari karena sehari habis di jalan. Kita pake mobil lewat tol aja kata bunda." Katanya. Kemudian mengangsurkan untuk mengambil mie instan di dalam lemari. Menyeduhnya dengan air panas, lalu duduk dikursi dapur.

Ruangan itu sepi, tidak ada Bima yang biasa memberi makan ikannya. Tidak terlihat juga Kevin yang senang melongo di depan jemurannya. Agus juga tidak di ruang tengah dengan laptop yang sering diumpatinya.

Jingga melamun lama, hingga lupa telponnya masih tersambung. "Ga.." Gadis itu sudah memanggilnya beberapa kali sejak tadi. Bahkan mie instan yang dibuatnya sudah lunak. Sudah berapa lama dia melamun?

"Jingga!"

"Hah?" Lelaki itu meraih ponselnya yang ia letakkan diatas meja.

"Lo lagi ngapain?"

"Ini, lagi bikin sarapan. Lo nyarap apa Cel?" Jawabnya sambil membuang mie instan ke dalam tempat sampah. Dia tidak suka jika mie nya terlalu lunak. Lalu meneguk segelas air dan berjalan kembali kekamarnya.

"Gue baru bangun, belum makan apa-apa."

Jingga melongok keluar jendela kamarnya. Tumben, kalkun pak Nuril nggak ribut pagi ini. Padahal hari libur, harusnya halaman rumah tetangganya itu sudah ramai. Kemana perginya mereka? Apakah berlibur kesuatu tempat? Atau pulang ke kampung halaman?

JINGGA & MARCELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang