Bang Sarden: Lo lagi sama May?
Bang Sarden: Dia belum balik jam segini. Mami udah nyariin.Haruto bedecak. Matanya melirik pada jam dinding kamarnya. "Masa iya acaranya belum selesai," gumam Haruto. Ia merubah posisi tiduran menjadi duduk. Niat untuk memejamkan mata terpaksa ditunda.
Haruto: Coba lo telpon
Bang Sarden: Nggak diangkat
"Moo, Moo. Gue rukiyah juga lo!" Haruto dengan malas beranjak keluar. Memakai hoodie-nya dan membawa satu hoodie lagi untuk Mao. Ia bergegas menuruni tangga. Lantai satu cukup gelap. Ayah dan Bunda sudah terlelap.
Remaja kelas 2 SMA itu keluar melalui pintu dapur yang terhubung langsung ke garasi. Membuka pagar rumahnya, dan siap melaju keluar tanpa izin orang rumah.
Nada sambung menghubungi Mao terdengar di ponsel Haruto. Ia memiliki nomor lain Mao yang keluarganya tak tahu.
"Apaan?"
"Lo di mana? Masih di Disbudpar?" Haruto langsung balik bertanya. "Abang lo nyariin," jelasnya. "Gue nggak bilang lo lagi ikut seleksi."
"Iya, belum beres ini anjir!" balas Mao. "Gila, gue laper. Deg degan juga."
"Belum tampil?" tanya Haruto. "Mau makan apa? Gue otw, nih."
"Beliin camilan dulu aja. Gue bentar lagi dipanggil."
Haruto hanya berdeham. Panggilan terputus sepihak oleh Mao. Mercedes Benz C300 itu berhenti di sebuah minimarket 24 jam. "Camilan si Mao apaan anjir? Jangkrik?"
Beberapa roti, ciki, biskut dan minuman yang biasa Mao beli kini sudah Haruto ambil. Dengan cepat ia membayar belanjaan tersebut dan langsung kembali ke mobil.
Kantor Dinas Budaya dan Pariwisata menjadi tujuan berikutnya. Mao sedang ikut seleksi duta pariwisata. Tak banyak yang mengetahuinya. Perempuan itu hanya memberi tahu Haruto.
"Pantes aja belum beres," gumam Haruto. "Rame banget ini." Mobil hitamnya sudah masuk ke area parkir Disbudpar yang sangat ramai. "Peserta emang boleh keluar ya?"
Lobi kantor dinas itu sangat ramai. Haruto terlihat bingung karena tak melihat satupun orang yang ia kenal. "Si May di mana sih?" gerutunya. Ia terus berjalan tanpa arah dengan tangan menjinjing plastik.
"Mau ke mana, Mas?" Seorang pria bertanya saat melihat Haruto kebingungan. "Mungkin saya bisa bantu."
Ruangan peserta ada di mana ya, Pak?" tanya Haruto. "Saya mau nitipin barang."
"Ruangan peserta seleksi duta pariwisata? Ada di lantai 3, Mas. Tapi, itu ruangan steril. Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk."
"Kalau nitip makanan bisa?" Haruto memperlihatkan plastik di tangannya. "Temen saya kelaparan, Pak."
Senyuman terbit di wajah pria tersebut. Name tag di kalungnya menjelaskan bahwa ia adalah panitia. "Semua pesertanya juga pasti lapar, Mas. Acaranya bentar lagi selesai, kok. Mas bisa tunggu di lobi."
Haruto hanya mengangguk. Ia langsung kembali ke lobi setelah mengucapkan terima kasih. "Yang lain datang ditemenin. Lah, Si Mao malah ogah bilang ke orang-orang," gumamnya. Mata Haruto sudah fokus pada ponsel di tangan. Ia mengirim pesan kepada Mao.
Haruto: Gue tunggu di lobi. Nggak boleh nyamperin lo. Lo bawa mobil?
Mao: Okay. Mobil gue ada di rumah Mara. Tadi izin ke sekolah pake supir Mara.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] KIMcheees 3x✓
Fiksi Penggemar[KIMcheees Series] [3] Rumah tak lagi terasa ramai Justru kini teras sepi Tak ada Karaoke ala Hanbin, Bobby Tak ada pertengkaran antara Bobby, Dongii Haruto yang bisa menggila sendiri Hanbin lebih sering di rumah sakit Dahyun sibuk bekerja dan kulia...