"Mamah..."
Sana yang terlihat bulak-balik dengan wajah khawatir, langsung menoleh kepada putranya yang ternyata memperhatikan ia sedari tadi. "Iya, Kakak?" tanya Sana lembut, senyuman kecil terlihat dengan samar di bibir Sana.
Siang ini langit sangat gelap, sebuah pertanda bahwa hujan akan turun sebentar lagi. Sebenarnya Sana tak takut hujan, hanya saja sedari tadi ada surat gemuruh dari langit yang paling Sana benci muncul berkali-kali. Masalahnya hanya ada ia dan Jisung di rumah, asisten rumah tangga sedang izin karena sakit, sedangkan Jinhwan tadi berjanji akan pulang cepat, tetapi masih tak terlihat hingga sekarang.
"AAAaaaa..." Sana dengan refleks berteriak dan terlonjak hingga membuat Jisung juga terkejut, kilatan petir trlihat jelas di balik jendela, tubuh Sana sudah benar-benar bergetar.
"Mamah... Mamah... Mamaaaaah...." Jisung yang melihat Mamahnya ketakutan tentu saja panik, bocah laki-laki itu bahkan sudah menangis sembari memeluk Sang Mamah yang kini berjongkok karena tadi terjatuh.
"Kita di kamar aja oke," kata Sana berusaha untuk tenang, "kita tunggu papah pulang."
Jisung tentu saja mengangguk, bocah bermata sipit itu bahkan memegang tangan Sang Mamah dengan erat dan membukakan pintu kamar kedua orang tuanya.
"Mamah..." kata Jisung memeluk Sang Mamah saat mendengar suara petir yang sangat kencang. Sama halnya dengan Jisung, Sanapun takut, wanita itu sudah memeluk erat putranya.
Tubuh Sana benar-benar gemetar, kilatan cahaya petir terlihat dengan jelas dari balik jendela yang bahkan sudah tertutup oleh gorden.
"Mamah?" panggil Jisung kepada Sana yang memejamkan matanya, bocah laki-laki itu kini memperhatikan Sang Mamah yang ketakutan. Kedua tangan mungil Jisung masing-masing sudah berada di pipi kanan dan kiri Sana, "Kakak ani!" kata Jisung dengan wajah dibuat serius agar Sang Mamah percaya bahwa ia berani, walaupun matanya masih sembab.
Sana yang sedang ketakutan, kini menjadi terkekeh. Putranya itu bahkan mengusap air mata di kedua pipi Sana.
"Kakak an--MAMAAAAH!" keyakinan Jisung untuk meyakinkan Sang Mamah bahwa ia berani, sirna begitu saja saat mendengar suara petir yang begitu kencang. Dinding rumah bahkan hingga bergetar.
Sama halnya dengan Jisung, Sanapun takut. Ibu satu anak itu bahkan sudah bersembunyi di balik selimut, bersama dengan putranya. Tubuh Sana bahkan semakin bergetar, sembari memeluk Jisung.
"Papaaaah..." gumam Jisung memanggil Sang Papah, berharap suaranya bisa terdengar hingga telinga Papahnya, "Papaaaaah...."
Sepasang ibu dan anak itu masih berpelukan di bawah selimut, keduanya bahkan tak menyadari bahwa mobil dari pria yang sedari tadi mereka tunggu ternyata sudah tiba.
Jinhwan tentu saja bergegas masuk ke dalam rumah, untung saja pintu dapur yang terhubung dengan garasi tidak dikunci. Papah bertubuh mungil itu kini berlari menuju kamar utama, selama di perjalanan menuju rumah, Jinhwan benar-benar khawatir karena Istri dan Anaknya hanya berdua saja di rumah.
"Papaaaah..."
Senyuman di bibir Jinhwan terbit begitu saja saat mendengar suara Jisung dan Sana yang kompak memanggilnya. Pria bertubuh minimalis itu kini berjalan dengan pelan pada kasur dimana Sana dan Jisung berada, keduanya masih belum menyadari kehadiran Jinhwan karena terhalang oleh selimut yang menutupi mereka.
Jinhwan langsung ikut bergabung naik ke sisi ranjang yang kosong, lalu memeluk Jisung dan Sana secara bersamaan, "Papah pulaaaaang..." bisik Jinhwan di dekat Jisung yang masih terus memanggilnya.
Sana dengan cepat membuka selimut yang menutupinya dan Jisung, "PAPAAAAAH!" teriak Jisung dengan kencang, bocah laki-laki itu bahkan sudah melompat keatas tubuh Jinhwan.
Jinhwan sendiri langsung tertawa dengan puas, "Kakak takut?" tanya Jinhwan dan tentu saja dijawab gelengan kepala Jisung.
"Ndak! Kakak ani!" kata Jisung percaya diri dan wajah seriusnya, sedangkan Jinhwan hanya tersenyum saja.
Beralih dari Jisung, Jinhwan kini menoleh ke arah kanan, dimana Sang istri berada. Lengan kirinya yang bebas langsung bergerak mengusap air mata Sang Istri, "Tadi ada genangan air di jalan, jadi macet banget..." jelas Jinhwan sembari mengelus-elus pipi Sang Istri, "maaf tadi kamu cuma berdua sama Jisung."
Sana hanya memanyunkan bibirnya saja, wanita itu masih merajuk kepada Jinhwan yang sebelumnya sudah berjanji akan pulang saat awan sudah mendung.
"Udah dong ngambeknya..." bujuk Jinhwan mendekatkan tubuhnya agar bisa memeluk Sana, "kan aku udah ada disini."
Sana masih tetap terdiam, tubuhnya kembali bergetar saat mendengar suara petir yang menyambar. "Kakak, ayo kita lindungi Mamah biar ga takut," kata Jinhwan mengajak putranya agar memeluk Sana yang terlihat ketakutan.
Jisung dan Jinhwan, keduanya dengan kompak memeluk Sana. Jinhwan bahkan dengan jahil menciumi istrinya berkali-kali dengan gemas.
"Papah! NOOOO!" teriak Jisung saat ia melihat Jinhwan menciumi Sana, "No no no!"
Jinhwan sendiri masih tetap berusaha menciumi seluruh wajah Sana, hingga akhirnya Jisung mendorong Sang Papah, "AAAaaaa... Kakaaaaa" bocah bulat itu bahkan dengan brutal memukuli bibir Sang Papah.
Dan melihat tingkah suami serta anaknya, membuat rasa takut Sana sirna begitu saja.
"Aaaa ampun kakak ampuuuun..." kata Jinhwan yang berusaha untuk melindungi kepalanya.
💃
"Pelan-pelan, Kakaaak..." kata Sana saat putranya berjalan dengan heboh di jalanan komplek yang masih basah.
Sore ini, setelah hujan reda. Keluarga kecil Jinhwan berjalan menuju salah cafe milik mereka yang berada di depan kompleks perumahan.
"Papaaah..."
Jinhwan langsung berlari saat putranya memanggil ia, "Waaah... Kakak jadi ada dua," kata Jinhwan saat melihat pantulan putranya di atas genangan air.
"Papah uga!"
"Iya, Papah juga jadi ada dua...."
Sana hanya tersenyum saja, melihat interaksi Jinhwan dan Jisung adalah hal favoritnya. "Mamah juga ada dua," kata Sana yang akhirnya ikut nimbrung.
"Dede..." kata Jisung menunjuk bayangan dirinya pada genangan air.
Senyuman Jinhwan tentu saja langsung terbit ketika mendengar perkataan Jisung, berbeda dengan Sana yang dengan gemas mengusap wajah Sang Suami, "Kenapa senyum-senyum?"
"Nggak..." kata Jinhwan masih berusaha menahan senyumannya, "Kakak ayo kita ke cafe. Katanya mau coklat hangat."
Jinhwan dengan cepat menggendong putranya, lalu mereka kembali berjalan beriringan menuju Platte cafe.
"Gak usah senyum-senyum ih, Mas..." omel Sana kepada Jinhwan yang masih terus tersenyum sembari menggendong Jisung.
"Kakak mau dedek--"
"Mas ih!" potong Sana sebal kepada suaminya yang ia yakini pasti menggodanya.
"Nanti malem Kakak bobo sendiri oke--"
"Ndak!" sewot Jisung sebal, bocah itu paham bahwa ia akan disuruh tidur di kamarnya sendiri.
"Katanya mau punya adek...." kata Jinhwan, "kakak harus bobo di kamar sendiri, kan katanya mau dede--"
"Oke..." jawab Jisung cepat, dan tentu saja membuat Jinhwan tertawa puas. Pria bertubuh mungil itu bahkan sudah mengedipkan sebelah matanya kepada Sana.
"Malem kita malem mingguan..."
Tbc
Silakan bayangkan sendiri apa yang mereka lakukan malam ini
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] KIMcheees 3x✓
Fiksi Penggemar[KIMcheees Series] [3] Rumah tak lagi terasa ramai Justru kini teras sepi Tak ada Karaoke ala Hanbin, Bobby Tak ada pertengkaran antara Bobby, Dongii Haruto yang bisa menggila sendiri Hanbin lebih sering di rumah sakit Dahyun sibuk bekerja dan kulia...