««Pretend»»

1.1K 259 35
                                    

××Author POV××

Seorang pria berlutut pada seorang wanita sambil mengusap kedua tangan wanita tersebyt dengan lembut yang sedang duduk di bangku lorong rumah sakit.

"Yakin tidak apa?", tanya sambil menatap khawatir.

Kepala wanita itu terangguk sebagai jawaban.

"Tidak ada yang sakit? Mual? Muntah? Dingin? Badanmu rasanya tidak enak?"

Kepala wanita itu tergeleng pelan.

"Katakan jika kau merasakan hal yang tidak beres dengan tubuhmu"

"Ada"

"Katakan"

"Jantungku selalu berdegup lebih kencang saat melihat Hwajin, wajahku memanas setiap kau mengatakan hal yang buatku senang, bersamamu saja membuatku...nyaman"

Rona merah terlukis di pipi tirus pria itu.

Ia menundukkan kepalanya.

Na Hwajin kelewat senang saat tau eanita di depannya memiliki perasaan yang sama dengannya.

"Seperti saat aku...dengan komandan"

Seketika kepalanya terdongak kembali dengan keterkejutan.

Dalam sekejap ia merubah ekspresinya dengan senyuman.

Senyuman pahit dan memalingkan wajahnya.

"Oh, begitu", katanya pelan.

Apa yang kuharapkan? Aku tahu dia melihatku sebagai yang lain, miris hati teriris seorang Na Hwajin :v

"Tapi Na Hwajin bukan beliau"

Na Hwajin masih mendengarkan meski tidak menatap lawan bicaranya.

"Aku rasa...yang kurasakan berbeda dengan beliau"

Na Hwajin sekarang menatap wanita lawan bicaranya itu.

"Aku...bingung"

Kepala wanita itu tertunduk tidak menatap Na Hwajin langsung.

Karena merasakan perasaan yang aneh menurutnya.

Tangan besar menyentuh pipi lembut wanita itu agar menatapnya langsung.

"Jelaskan padaku seperti apa yang kau rasakan saat bersamaku", katanya.

Manik (e/c) tertutup menikmati sentuhan lembut di pipi.

Tangan lebih mungil dari tangan di pipi itu menggenggamnya.

"Hangat, aku merasa aman jika bersama Na Hwajin, aku tidak perlu takut akan masa laluku, aku senang saat ada orang memperhatikan dan peduli padaku tanpa melihat masa laluku", manik (e/c) terlihat. "Tidak melihatku sebagai alat atau senjata melainkan melihatku sebagai manusia"

Pipi Na Hwajin memanas.

Tidak disangka hal itu yang dilihat wanita itu terhadapnya.

Ia ikut tersenyum tipis ketika wanita itu tersenyum.

Menempelkan dahinya pada dahi sang wanita.

Mengecup keningnya sebelum memerangkapnya dalam pelukan.

"Pernyataan yang indah yang pernah kudapat", gumamnya. "Tapi kau masih melihatku sebagai orang lain, [y/n]"

"Tidak, itu yang aku rasakan saat denganmu, berbeda dengan saat aku dengan beliau"

Karena aku juga begitu, setiap kali Na Hwajin melihatmu bayangan orang yang telah tiada itu ada padamu.

Ia tidak bisa melupakan masa berkabungnya.

Seolah tidak bisa diobati semudah itu meski telah lama berlalu.

Meski hatinya kini mulai terisi lagi dengan seseorang.

"Aku mulai mengerti sedikit", katamu.

"Sarang haeyo"

"Na Hwajin?"

Na Hwajin hanya tersenyum menatapmu. "Tapi aku masih belum bisa menghilangkan bayangan Gayoon darimu"

Ekspresimu tampak datar namun sorot matamu sendu.

Na Hwajin tahu hal itu.

Punggung tanganmu dikecupnya sayang.

"Aku memang bodoh, padahal kau bisa melihat diriku yang sebenaenya [y/n] tapi aku...masih terbayang Gayoon"

"Sa--"

"Maafkan aku [y/n], aku tahu kau bukan dia tapi..."

Na Hwajin tidak melanjutkan perkataannya.

Diusapnya pipimu dengan sayang. "Mianhage (maaf)"

Air matamu mengalir begitu saja tanpa mengerti apa arti air matamu itu.

Na Hwajin membelalakkan matanya melihatmu menangis.

Wajahmu ditangkupnya.

Dahi kalian saling menempel.

Ibu jarinya mengusap air matamu yang mengalir di pipi.

"Aku tidak mengerti", katamu. "Aku tidak mengerti kenapa aku menangis"

"Mianhage"

"Dadaku serasa sesak saat Hwajin mengatakan itu"

"Mianhage"

"Aku...kenapa?"

Na Hwajin tidak berhenti meminta maaf padamu.

Setitik air mata membentuk jejak sungai di pipi Na Hwajin.

"Aku memang bodoh [y/n], maafkan aku"

Kau hanya terdiam.

Diam seribu bahasa.

Tidak mengatakan apapun hanya bisa meneteskan air mata.

Dengan rasa sesak di dada.

"Sampai aku bisa melihatmu sebagai dirimu...", Na Hwajin menatapmu. "Aku akan mengatakannya lagi dengan pantas"

Tanganmu terulur menangkup wajah Na Hwajin. "Hwajin, pantas mengatakannya, sekarang pun begitu"

"Tapi aku tidak mau membandingkanmu dengannya, aku tidak mau melihatmu sebagai orang lain, beri aku waktu"

Bibir kalian bertemu.

Entah ini akan seperti apa nantinya.

DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang