××Author POV××
Pagi yang cerah.
Matahari masih bersinar hangat.
Prang!
Awali pagimu dengan keributan :v
Dua orang sedang bertarung sengit di pagi hari.
"[Y/n]! Apa yang kau lakukan!? Ini aku Lim Halim!"
Keduanya adu fisik dengan masih menggunakan baju tidur.
Tapi karena mantan dari pasukan khusus di militer, benda apapun di sekitar bisa jadi senjata.
"Senior! Sudah dimulai! Hubungi--"
Tak!
Ponsel di tangan wanita berambut merah terlempar begitu saja dan hancur setelah terkena benturan televisi.
Sambungan telpon terputus.
"Identitas. Tujuan. Katakan"
Lim Halim tertegun mendengar nada bicara tersebut.
Nada bicara seperri robot meski dia tidak tahu pasti rupa orang yang sudah dicuci otak.
"Lim Halim, kita rekan di badan hak pendidik, kita keluarga"
Yang jadi lawannya hanya terdiam menatapnya dengan mata sedingin es.
Keduanya mulai pasang kuda-kuda siap untuk bertarung lagi.
"Pernyataan ditolak"
Kondisi dalam rumah yang sudah setengah hancur karena ulah kalian.
Banyak barang pecah dan rusak.
Kekuatan hampir seimbang.
Lim Halim sulit membaca gerakan lawannya, baru kali ini ia tidak bisa membaca gerakan lawan.
"Maaf ya"
Lim Halim menarik tangan lawannya dan memutarnya ke belakang.
Lawannya hendak memukulnya dengan speaker balok televisi.
Hampir saja Lim Halim dilumpuhkan jika dia tidak melumouhkan lawannya lebih dulu.
"Mengerikan...", Lim Halim mengikat tangan lawannya dan kaki lawannya. "Aku tidak tahu kau mengalami kejadian seberat itu, [y/n]"
Maniknya berkeliling.
"Waduh, panggil tukang saja"
📚📚📚
××Lim Halim POV××
Hal yang paling ditakuti kami semua.
[Y/n] melupakan kami.
Untuk mencegah hal buruk lain, dia diikat di kursi dengan ketat.
Tubuh, tangan, dan kakinya.
Bahkan mulutnya saja dipakaikan penutup mulut untuk anjing.
Kasihan, tapi mau bagaimana lagi?
Kalau tadi aku tidak cepat membuatnya pingsan mungkin aku tidak di sini.
Kami melihatnya dari balik kaca, aku terpaksa membawanya ke tempatku dulu.
Bersama pak menteri dan lainnya.
Ya, termasuk Na Hwajin.
Pasti dia yang paling terpukul.
