××Na Hwajin POV××
Apa memasukkannya ke rumah skait jiwa adalah yang terbaik?
Ini kasus cuci otak lho.
Menuritku di sana tidak baik.
Harus ada orang yang benar-benar ahli dalam hal ini.
"Kau perlu sesuati?"
Sementara dia ada di rumah pak tua ini.
Jika ditanya dia hanya akan menggeleng atau mengangguk.
Tatapannya masih kosong.
Sersan Terecia tadi bilang, telpon yang diangkatnya ada kata pemicunya dan [y/n] berhasil mencrgah hal itu meski sekarang begini jadinya.
Ia sedang selidiki hal ini.
"Aku beli es krim kesukaanmu lho~! Ayo makan sama-sama!"
Kepalanya bergerak menggeleng pelan.
Aku sudah menghiburnya sebisaku.
Kakinya bahkan belum menyentuh lantai kamar ini.
Dia hanya terduduk di kasur ini sambil menundukkan kepalanya.
Ia sedang berusaha menghilangkan efeknya kan?
Sersannya bilang, berkali-kali dia terkena reset memory sejak dulu makanya ingatan masa lalaunya sedikit kacau.
Benar-benar kejam orang-orang yang membuatnya begini.
[Y/n] juga tidak mau makan.
Ah, benar juga!
Mungkin jika aku ajak ke sana dia akan membaik!
"[Y/n], mau ke suatu tempat tidak?"
Oh, dia merespon! Dia melihatku!
"Aku pernah berjanji padamu untuk mengenalkanmu pada Gayoon kan?"
"Nona...Gayoon?"
"Iya, aku sudah berkenalan dengan komandanmu bagaimana kalau kau berkenalan dengan Gayoon? Kau mau?"
"Tidak apa?"
"Tentu tidak apa! Mau tidak? Nanti pulangnya aku buatkan mahkota bunga seperti waktu itu?"
"Mahkota...bunga?"
"Iya, dari bunga kesukaanmu, mau ya?"
📚📚📚
××Author POV××
Tempat peristirahatan terakhir manusia.
Makam.
Tidak ada yang tahu usia seseorang akan berakhir kapan dan seperti apa.
"Nah, Gayoon ini [y/n], manis kan?"
Berdoa untuk mereka yang telah tiada adalah salah satu cara untuk menenangkan mereka.
Komunikasi lewat hati ke hati.
Meski didengar atau tidak oleh mereka.
"Cantik..."
"Ya? Eh? Ya?"
"Boleh aku...mengunjungi komandan juga?"
"Boleh kok [y/n], apapun permintaanmu"
Yang tertinggal hanya kenangan yang tersimpan di hati dan pikiran.
Memori-memori indah maupun pahit yang akan selalu ada di ingatan orang yang di tinggalkan.
"Komandan...lapor kadet..."
"[Y/n]?"
"Kadet...tidak tahu harus apa...mohon perintah selanjutnya"
"Kenapa kau ada di sini?"
Orang yang mengunjungi makam bermacam-macam.
Keluarga.
Teman.
Kerabat.
"Mau apa kau?", Na Hwajin menghalangi seoramg wanita yang tampak kesal. "Kau tidak lihat apa? [Y/n] sedang berdoa"
"Dia? Hanya senjata berdoa? Untuk apa? Kau tidak tahu betapa mengerikannya senjata ini!", ujar So Yeon.
"Senjata apa yang kau maksud? Apa kau buta? [Y/n] jelas manusia"
"Kau hanya tidak mengerti", So Yeon mengeluarkan sebuah buku. "Akan aku tunjukan padamu! Di hanya seorang senjata!"
Buku itu dibuka beberapa halaman.
Saat mulutnya akan berucap, tiba-tiba saja ada yang menutupi kepalanya dengan kantong kain.
Buku di tangannya direbut dari tangannya.
"Wah, wah, lama tidak bertemu ya kapten", ucap Terecia yang sejakntadi bersembunyi di balik pohon. "Bawa dia"
Tiga orang bawahannya membawa So Yeon pergi dari situ.
Manik emerald Terecia menatap buku yang dipegangnya.
"Buku apa itu?"
"Mimpi buruk [y/n]", jawab Terecia atas pertanyaan Na Hwajin. "Aku akan introgasi dia dan bakar buku ini"
"Terima kasih banyak"
Terecia hanya tersenyum. "Aduh, aduh, kalian mesra sekali ya jadi iri"
"Mesra itu apa?", tanyamu dengan bekas jejak air mata.
"Kau tidak apa?", sigap Na Hwajin menghapus jejak air matamu.
Kepalamu terangguk.
Terecia yang melihat keakrabanku dengan Na Hwajin semakin melebarkan senyum penuh arti.
"Sersan"
"Sudah tidak apa sekarang?", Terecia mengusap puncak kepalamu.
"Sedikit..."
"Baguslah! Tolong jaga [y/n] ya, Na Hwajin"
"Pasti", jawab Na Hwajin.
T
erecia pergi sambil melambaikan tangan.
Bibirnya tersenyum miringelihat buku bersampul merah di genggamannya.
"Fufu, dapat", gumam Terecia.
Na Hwajin dan kau pun beranjak dari makam tersebut ke tempat dulu kalian jalan-jalan.
Membeli sebuket bunga kesukaanmu.
Na Hwajin mengajarkanmu membuat mahkota bunga.
"Begini?"
"Iya begitu, mudah kan?"
Kepalamu terangguk.
Tatatapnmu yang kosong perlahan sirna.
Bibir Na Hwajin tersenyum lega melihatmu kembali.
Dia duduk di belakangmu dan sedikit bermain dengan rambutmu.
"Rambutku ada sesuatu Hwajin?"
"Tidak kok, cuma ingin saja menghias rambutmu"
"Tapi aku bukan pohon natal"
"Haha, kau ini"
