«20»

948 242 6
                                    

××Author POV××

"Jadi..."

"Ya, [y/n] yang kupikir sudah terbebas dari belenggu itu ternyata masih belum"

Di kediaman pak menteri Choi Kangseok.

Berkumpulah mereka anggota dari badan hak pendidik.

Setelah kehebohan yang terjadi :v

Di mana helikopter tetiba datang di saat pak menteri lagi santai di kamar mandi :v

"Orangku sedang menyelidiki orang yang menelponnya dan mau mencuci otaknya lagi", jelas Terecia. "Aku mungkin lancang memantau dia diam-diam tapi ini demi kebaikkannya"

"Keadaannya bagaimana?", tanya Choi Kangseok.

"Masih kena pengaruh bius", Lim Halim ikut bergabung di ruamg tamu bersama Na Hwajin. "Cuci otak ya..."

"Dulu, sebelum kami merekrutnya kami menyelidiki tempatnya dulu", Terecia menyalakan rokoknya. "Tempat itu mengerikan, di mana anak-anak perempuan dipaksa menjadi senjata hidup"

Suasana terasa serius.

Atmosfir yang diciptakan sangat berat sekarang.

"Aku pikir rehabilitas dari kami sudah cukup", helaan nafas berat terdrngar dari Terecia. "Tapi dia sanggup melawan itu saja sudah cukup"

"Anda baik-baik saja?", tanya Lim Halim.

"Aku baik-baik saja, dorongannya memang kuat tapi tidak membuatku terluka, dia menyesalinya langsung dannmau mematahkan tangannya sendiri"

Penjelasan Terecia membuat suasana makin tegang.

Membuat Na Hwajin terguncang.

Ia tidak mengira kalau gadis polos utu akan senekat itu.

"Dia sudah bersumpah dan berjanji tidak akan membunuh lagi, jika dia langgar...dia akan nekat", lanjut Terecia.

Semua jadi terdiam mendengar hal itu.

Na Hwajin beranjak dari ruang tamu tersebut dan pergi sesukanya.

Pergi menemui gadis yang sedang dibicarakan.

Kamar yang dijaga di drpan pintu oleh bawahan Terecia.

Bawahannya adalah kawan lamanya saat perang dulu.

Saat masuk, gadis itu sudah terbangun.

Duduk di atas ranjang dengan tatapan bingung yang kosong.

Gadis itu tidak menyadari kedatangan Na Heajin sama sekali.

Ada dokter di sana.

"Namamu"

"[Y/n]..."

"Apa kau tahu sekarang kau ada di mana?"

"Korea"

"Pekerjaanmu"

"Badan penyidik..."

Dokter itu menyadari keberadaan Na Hwajin. "Apa kau kenal pria yang di sana?"

Tatapanmu membuat jantung Na Hwajin berhenti sejenak.

Ia belum pernah melihat tatapanku yang seperti itu.

"Na Hwajin...rekan kerja", gumammu pelan kembali menundukkan kepala.

Dokter itu mencatat semua hasil pemeriksaannya.

Dari semua pertanyaan yang ditanyakan dapat kau jawab semua.

Pemeriksaan tanda-tanda vital pun sudah dikantonginya.

Dokter memberitahu Na Hwajin beberapa hal secara garis besar.

Hal itu semakin membuat Na Hwajin terkejut.

Dokter itu meninggalkan kamar tersebut.

Na Hwajin mendekatimu.

Ditariknya kursi yang tadi digunakan dokter.

Gadis di depannya tidak merespon apapun.

Tangannya terulur untuk menggenggam tangan mungilmu.

Namun tangannya berhenti sejenak saat akan menggenggammu.

Maniknya melirikmu.

Perlahan tangannya menggenggam tanganmu, meremasnya lembut dan mengusapnya dengan ibu jari.

Manik Na Hwajin membesar ketika tiba-tiba kau menangis dalam diam.

Tangan satunya yang bebas mengangkat wajahmu agar bisa dia lihat.

Manikmu yang indah yang kosong meneteskan air mata.

Na Hwajin memelukmu dengan sayang.

"Tidak apa [y/n], tidak apa..."

Lenganmu diusapnya pelan.

Sesekali mengecup puncak kepalamu.

"Hilf mir Hwajin...(tolong aku Hwajin)"

Na Hwajin tidak mengerti bahasa yang kau katakan.

Tapi rasanya menyakitkan mendemgar suaramu yang pilu.

Ia harap apa yang ia kira benar.

"Dowa Jwoyo Hwajin..."

Dan dia benar. "Pasti [y/n]"

Na Hwajin merasa tidak bisa memaafkan siapapun yang membuatmu begini.

Amarahnya naik.

Tapi ia pendam kini karena bersamamu.

Tidak ada gunanya jika ia marah sekarang tanpa memgetahui siapa yang membuatmu begini.

Hanya membuang waktu dan energi dengan sia-sia.

Gegabah dan bodoh pastinya tindakan sembrono begitu.

Itu akan membuat gadis yang ia dekap kini makin khwatir.

"Tenang saja ya [y/n], kau bisa mengandalkanku"

DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang