××Reader POV××
Aku tidak tahu jika akan bertemu dengan beliau lagi.
Beliau kakak kandung komandan.
Kami pada akhirnya makan bersama di restoran ayam.
"Terima kasih sudah membimbingnya selama ini"
"Ah, bukan apa-apa, tolong angkat kepala anda"
"Saya bersyukur bisa bertemu dengannya lagi"
Bukannya beliau benci padaku?
"Aku tidak akan memaafkanmu jika kau ikut mati bersama adik bodohku itu"
"Tolong jangan menjelekkan komandan sekalipun anda keluarganya jenderal"
"Hah, anak ini maeih begini ya?"
"Iya, [y/n] masih begini ketika bertemu orang yang dikenalnya dulu"
"Orang yang dikenal?"
"Sersan Terecia juga ada di negara ini"
"Begitu ya"
Suasana langsung menjadi hening bagai sungai mati.
"Ah, sebentar ya ada telpon", kakak Lim keluar restoran untuk mengangkat telpon.
Apa dari Na Hwajin atau pak menteri?
Aku memakan ayam yang sudah hampir dingin.
"Apa kau senang di sini?", jenderal tiba-tiba bicara.
"Iya, saya menjalani hidup bebas dan bertindak sesuai kemauan saya. Itu harapan beliau juga"
"William ya..."
Jenderal kalau dilihat memang mirip beliau tapi jenderal punya keriput.
"Negara kelahiranku sudah tidak ada"
"Negara...komandan?"
"Karena wabah penyakit yang menyebar dan...terpaksa dimusnahkn dengan nuklir"
Aku belum pernah dengar ini sebelumnya.
"Aku berhasil selamat karena aku ada di bunker bawah tanah yang langsung tersambung keluar pulau"
"Kenapa?", aku tidak mengerti. "Anda bukannya...benci pada saya? Kenapa sekarang anda peduli seolah saya teman anda"
📚📚📚
××Author POV××
Wilson tersenyum mendengar hal itu.
Dia menunduk menatap mangkuk nasinya yang sudah dingin.
Tangannya merogoh tasnya mengambil sebuah buku usang.
"Aku membencimu hanya karena kesal, aku sadar itu sangat bodoh", buku itu disodorkannya padamj. "Hanya karena reputasimu yang buruk dan sempat membuat kami kalah membuatku kesal sampai membencimu"
"Apa ini?"
Buku usang bersampul kulit cokelat tua kau balik.
Terukir nama familiar di sana.
"Buku diary adikku", katanya. "Aku membacanya sampai halaman akhir...dia sangat menyanyangimu ya, jika dipikir benar katanya, kau anak malang yang dimanfaatkan"
Dengan tangan gemetar kau menerima buku tersebut.
Sampulnya kau usap lembut.
