«28»

725 157 8
                                    

××Author POV××

Masih di timeline yang sama :v

Gadis yang dikenal sebagai senjata hidup itu sangat dikenal.

Gadis itu tentara bayaran yang akan melakukan apapun sesuai perintah.

Untuk apa? Kepentingn pribafi para pemimpin tamak.

Statusnya pun menjadi buron.

Orang-orang menganggapnya senjata.

Namun tidak dengan seseorang.

"Aduh, jangan berontak! Ini cuma air! Apa terlalu dingin?"

William Aston, seorang komandan muda di sebuah negeri yang terkenal akan kemiliterannya yang tangguh.

Kakaknya, Wilson Aston adalah jenderal di kemiliteran yang dikenal keras.

Kakaknya itu membeli si senjata hidup itu guna untuk menghukumnya.

"Airnya kepanasan?"

Ia menyerahkannya pada adiknya yang terlihat tidak cocok sama sekali di militer yang keras.

Karena William terlalu lembut, baik, dan polos.

Dan ukeable eh :v//plak

"Rambutmu bagus padahal sayang kalau tidak dirawat"

Ocehan apapun yang Willian katakan tak akan direspon oleh gadis itu.

"Buka mulut aa~", tapi dia tidak keberatan.

Ia bertanya-tanya apa gadis ini tunarungu atau tidak.

Ia sempt mengira lidahnya dipotong tapi ternyata tidak.

"Kebesaran ya? Maaf ya, aku cuma punya bajuku waktu kecil. Punya kakak terlalu besar untukmu"

Manik (e/c) menatap pakaian anak lelaki yang dipakainya.

Senyum lembut terpatri di wajah pria tersebut.

"Kalung ini tulisannya namamu"

Perlakuannya berbeda dari yang lain, meski kakaknya memaksanya untuk menempatkannya di pasukannya.

William selalu merasa bersalah tiap kali dia menatap gadis itu sehabis misi.

William mengajarinya membaca dan menulis.

Segala hal yang ada di buku miliknya dia ajarkan dengan sabar.

"Wil...liam"

"Iya! Itu aku! Itu namaku!"

Kata pertama yang diuvapkan gadis itu adalah namanya.

Suaranya seperti anak gadis yang tak berdosa.

"Aduh, manisnya~"

"Sersan Terecia selalu begini ya"

"Habisnya bisa-bisanya anak semanis ini dimanfaatkan jadi senjata, kakakmu keterlaluan!"

Dalam hati William, dia tidak ingin gadis itu terus berada di pasukannya dan melaksanakan perintahnya.

Beban itu terus menumpuk padanya.

Benar gadis itu menyelesaikan apa yang diperintah dengan baik.

Tapi hati William sesak melihat gadis itu memegang sejata dan beradu dnegan kelompok lawan.

"Bukan begini seharusnya hidup yang kau jalani..."

Kalimat itu terus berputar di benaknya.

Selain camp tentara yang selalu disinggahi, sesekali William mengajak gadis itu ke berbagai tempat.

DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang