××Lim Halim POV××
Main rumah-rumahan memang bukan keahlianku sih.
Tapi aku harus tetap melakukannya!
"Pagi kakak ipar"
"Pagi~"
Wuah, meski ekspresinya datar taoi nadanya ceria.
Bagaimana bisa dia sepert itu!?
Eh, aku salah lihat ya?
"Aku cuci muka dulu"
Sepertimya iya.
Aku cuci muka sekalian mandi untuk bersiap.
Tadi aku lihat dia dengan pakaian kebesaran dan ruam di leher.
Mungkin aku salah lihat.
Setelah ini pasti dia memakai pakaian biasa.
Harusnya sih.
Tapi ternyata aku tidak salah lihat.
Itu yang dipakai kemeja senior!
[Y/n] kau sangat mendalami peran ini!
Eh, tapi ruam itu apa dong?
Masa sih?
"Kakak ipar~"
"Iya?"
Iseng tanya ah. "Semalam nyamuknya banyak ya kak~"
Wiah, dia reflek memegangi lehernya.
Wajahnya memerah tipis.
Wah, ekspresi malu-malunya ini menggemaskan!
Senior kalau lihat pasti pingsan!
"Iya, nyamuknya banyak", suaranya gemetar meski dia lancar bilang begitu.
"Besar ya kak nyamuknya?"
"Uhm, iya"
Sepertinya habis terjadi sesuatu di antara kalian ya~
Baguslah kalau ada kemajuan.
Tapi ini sepertinya terlalu maju.
Kesal juga melihat mereka berdua tidak mau bicara sebenarnya.
[Y/n] itu polos, dikode senior ribuan kalipun tidak akan mempan.
[Y/n] itu bagai banker paling tebal dan kuat di dunia.
"Ah, iya"
"Hm?"
"Aku harus kembali ke Seoul dulu"
📚📚📚
××Author POV××
Pelabuhan kecil penghubung antar desa dan kota di seberang sana.
Kapal sudah berlayar membawa seorang wanita cantik.
Tangannya melambai pada seorang pria yang terpaku melihatnya pergi sambik melambai pelan.
"Duh, kangen"
"Se-kakak apaan sih? Kakak ipar kan cuma sebentar"
"Kau tahu aku malah jadi merasa bersalah menodainya", Na Hwajin berbisik pada Lim Halim sepelan mungkin.
"Haha, tenang saja aku tidak dengar apapun!"
"Bukan itu maksudku, dasar"
"Jadi sekarang kalian..."
"Pacaran...mungkin? Ayo kerja sana"
"Hahaha! Kakak malu-malu!"
Na Hwajin mengusap cincin mainan di jari manisnya dengan senyum.
Sedang perempuan yang pergi lagi ke kota itu mengangkat tinggi tangannya yang tersemat cincin mainan di jari manisnya.
"Sudah membaik?"
Tanganmu tertarik dan mengepal menyembunyikan cincin tersebut. "Iya, sersan Terecia"
Wanita berambut pendek itu tersenyum miring. "Tugasmu banyak"
"Saya akan segera kerjakan"
Tangan Terecia mengelus kepalamu. "Bagus, bagus, anjing pintar"
Sinar di permatamu hilang.
Terecia melepas cincin mainan tersebut. "Ingat kontraknya kan?"
Dia melempar cincin itu ke laut.
Tapi yang tak terduga adalah dirimu yang melompat ke laut mengambil cincin maianan yang murah itu.
"[Y/n]! Sialan dia! Hentikan kapalnya!", panim Terecia. "Kenapa jadi begini?"
Kau terus berenang mengejar cincin tersebut.
Terus berenang.
Terus berenang.
Ecchie bacanya pake nada :v
Tanganmu berusaha meraih cincin itu.
Sekalipun nafas yang kauntahan hampir mencapai batas.
Kau sempat membuka mulutmu namun langsung menutupnya rapat kembali.
Rasa sesak di dada terasa semakin menekanmu.
Tanganmu akhirnya meraih cincin tersebut.
Menggenggamnya erat dikala nafau sudah mencapai batas.
Seperti ada batu yang membuatmu terus jatuh ke bawah.
Gravitasi.
Cahaya permukaan membuat siluet seseorang yang terus mendekatimu.
Sosok itu menarikmu setelahnya kau tidak sadar.
Seseorang menarikmu ke permukaan.
Bukan duyung apalagi dugong :v
"Oi, [y/n] kau gila!?"
"Uhuk, uhuk, kalau iya kenapa?"
Orang yang menarikmu ke permukaab itu seketika bengong tidak mengerti maksudmu.
"Itu hanya mainan, suatu saat akan aku belikan yang sungguhan", katanya.
"Tapi ini darimu Hwajin"
Wew pak :v
Kok bisa langsung gercep :v
Saat Na Hwajin menengok lagi ke arah kapal di situ dia melihatmu melompat untuk mengambil cincin.
"Hei! Kalian baik-baik saja!?"
Dua pasang mata melihat ke arah kapal.
Yang meneriaki mereka adalah si pengemudi kapal.
Terecia?
Bersembunyi di sana untuk tidak terlihat.
"Kau tak apa?", tanya Na Hwajin.
Kepalamu hanya mengangguk kecil.
"Bawakan pelampung!"
Terecia mengamati tiap gerak gerik kalian.
Semuanya hingga tak luput sedikit pun.
"Ho~ begitu ya"
Sudut bibirnya tertarik ke atas.
Senyuman penuh arti itu sangat terlihat mencurigakan.
"Fufu, ada anjing yang berkhianat rupanya"
