OD 1 : Awal Perkara

42.1K 2.7K 16
                                    

Odeiva Swanelly sedikit tersentak kaget mendengarkan dentingan piring yang diketuk sengaja oleh sahabatnya, Adel. Kendati telah mendapatkan teguran berkali-kali, ia malah kembali sibuk dengan ponselnya, mengedit video yang tadi diambilnya beberapa menit yang lalu.

"Makan, woi, makanan lo lumutan entar," tegur Adel.

Mereka telah bersahabat sejak SMA, Adel pindah ke kompleks perumahan yang sama dengannya, rumah mereka tepat berseberangan. Sejak saat itu mereka selalu bersama, pergi sekolah bersama, begitu pula pulang sekolah. Bahkan waktu SMA mereka pernah memacari kakak beradik, dan putus pun bersamaan.

Bersama sejak masih menginjak enam belas tahun, persahabatan mereka telah berjalan delapan tahun lamanya. Kini mereka telah selesai berkuliah, Odeiva bekerja di perusahaan Eradi Corp, sedangkan Adel membuka bisnis sendiri di dekat kampus mereka dulu, yaitu tempat fotokopi, print, dan lain-lain.

Mendapatkan pekerjaan di Eradi Corp membuat beberapa temannya menjadi iri. Odeiva pun tak bisa membayangkan saat diterima dua tahun silam, dirinya yang dikenal sangat ceroboh dan kekanakan, malah diterima oleh perusahaan itu, tanpa wawancara. Jujur, Odeiva tak tahu apa-apa, dirinya datang dan diberikan tempat duduk di salah satu bilik.

"Udah bagus, Del?" Odeiva meminta pendapat, memperlihatkan layar ponsel pada Adel.

"Makan, gue nggak nyuruh lo ngedit video. Itu bisa dilakuin di rumah."

Odeiva mengerucutkan bibir, diunggahnya video tadi, kemudian melakukan apa yang disuruh Adel. Pelan ia mengunyah makanan pesanannya, Adel tersenyum puas melihat Odeiva menuruti.

"Ngomong-ngomong, udah lama lo nggak pacaran. Nggak ada niatan cari pacar?" Adel membuka percakapan.

Odeiva berdecak. "Gue masih trauma dan dendam sama Riko."

Riko adalah mantan terakhirnya saat masih kuliah. Seniornya tersebut didapati Odeiva di kamar indekos tengah berada di balik selimut bersama seorang perempuan. Beberapa teman berada di sana, saat Odeiva tiba, mereka seakan menyembunyikan keberadaan Riko. Namun, suara lelaki itu terdengar dari dalam kamar.

Odeiva yang dulu sangat polos, mudah tertipu. Penampilannya pun sangat sederhana. Sejak mendapatkan pekerjaan di perusahaan, Odeiva mengubah penampilan berkat gajinya yang sangat lumayan. Beberapa teman lama sempat pangling melihat perubahannya.

"Kalau ada reuni nanti, kita harus ikut. Gue penasaran sama Riko pas liat penampilan lo."

Tersenyum sinis, Odeiva bersandar. "Gue juga penasaran."

"Entar gue cari informasi. Kayaknya Pak Ketua lagi ngerencanain reuni mantan pengurus organisasi."

Odeiva masih ingat masa-masa itu, di mana ia dan Adel berusaha mengimbangi kegiatan organisasi dan kuliah. Di sanalah ia bertemu dengan Riko, perbedaan fakultas membuat mereka jarang bertemu ketika sibuk dengan tugas kuliah.

"Kita harus datang," desis Odeiva, dengan senyum jumawa.

***

Odeiva melirik ke arah sebelah biliknya, di mana Kinan tengah menonton video yang kemarin diunggah olehnya di aplikasi tiktok. Senyum bangga terbit ketika mendapati memiliki seorang penonton di kantor, padahal Odeiva sama sekali tak pernah melakukan promosi di kantor.

Semakin hari penontonnya semakin bertambah, Odeiva menjadi semangat memikirkan dan merencanakan konten apalagi yang akan dibuatnya. Sejak video tantangan dirinya memakan sepuluh pare mentah tanpa air dan campuran bumbu lainnya, berangsur-angsur penonton dan pendukung naik.

Odeiva yang menyukai popularitas, setiap harinya merawat kecantikan agar terlihat bersinar saat tertangkap kamera. Beberapa pengguna berkomentar bahwa dirinya cantik, ia pun sempat mengunggah video tanpa riasan, dan komentar mereka pun tetap sama. Odeiva terlihat cantik saat ada atau tidak adanya riasan.

"Astaga!" pekik Kinan, menatap horor ke arah ponsel, "Dei." Memperlihatkan layar ponsel pada Odeiva.

Tak mengerti, Odeiva mengambil ponsel itu dan menonton video yang kemarin diunggahnya. "Kenapa? Apa yang bikin kaget."

"Lo liat baik-baik, ada Pak Bos sama wanita lain di video lo."

"Ha?" Terkejut, Odeiva kembali menonton video itu berulang kali.

Benar apa yang dikatakan Kinan, segera ia mengembalikan ponsel teman sekantornya itu, lalu merogoh tas dan mengeluarkan ponselnya di sana. Panik bukan main, tangannya sampai bergetar.

"Hapus cepat, mumpung belum ada yang sadar." Kinan pun terdengar panik

Sejak kemarin tak disadarinya kamera ponsel sempat blur dan malah mengambil objek di belakang Odeiva. Dipikirnya itu sangat estetik karena mengambil keromantisan orang dewasa yang telah berkeriput, tetapi ternyata Odeiva tak menyadari bahwa itu adalah atasannya bersama wanita lain.

"Nggak bisa nyala," ucap Odeiva, panik saat mendapati ponselnya tak bisa diaktifkan.

"Mungkin lobet, pakek punya gue."

Odeiva melepaskan ponselnya di atas meja, kemudian mengambil ponsel Kinan. "Kata sandinya apa?"

Sebab tegang dan gemetar, Odeiva benar-benar melupakan kata sandi untuk akunnya. Kinan menyentuh tangannya, menahan pergerakan agar tak gemetar dan bisa berpikir dengan nyaman, nyatanya Odeiva tak bisa, ketegangan merampas pikirannya.

Kinan meraih ponsel Odeiva, kemudian mengisi daya dengan charger-nya. Layar ponsel itu menyala, dan baterai benar-benar kosong. Butuh beberapa menit untuk menunggu terisi.

"Dei!" panggil beberapa karyawan kantor.

Odeiva menoleh, masing-masing mereka tengah menatap layar ponsel dengan wajah terkejut. Ia menelan ludah, terlambat untuk menarik video itu dari sosial media, sebab orang kantor telah melihatnya. Hati seseorang tak ada yang tahu, mungkin ada yang berhati jahat dan menjadikan kesempatan untuk menghilangkan saingan.

Ia menggelengkan kepala, mencoba menghilangkan pemikiran itu. Odeiva meletakkan ponsel Kinan di atas meja, bersandar dan menghela napas pasrah. Namun, ketika ia melirik pada Kinan, nyatanya perempuan itu tak menyerah, menunggu ponsel Odeiva terisi walau hanya 2%.

"Nyala, Dei." Kinan memberikan ponsel itu pada Odeiva. "Jangan lepas charger-nya, entar bisa mati."

Meskipun terlambat, tetapi Odeiva ingin percaya pada rekan kerjanya. Ia mengambil ponsel itu dan menghapus video tersebut. Seketika Odeiva dan Kinan menghela napas lega saat benar-benar terhapus.

"Ekhem," deham seseorang yang berdiri di antara Odeiva dan Kinan.

Mereka menoleh, mata melotot melihat orang keenam yang disegani di kantor ini, tengah berdiri menatap mereka bergantian. Merinding bukan main, nyawa Odeiva seakan terbang meninggalkan raga. Perasaannya sudah tak enak, pasti ada suatu hal buruk yang akan menimpanya.

"Odeiva yang mana?" tanya wanita itu.

"S-saya." Odeiva terkaku.

Bisa dirasakan suasana menegang, para karyawan ikut menatap horor pada asisten pribadi CEO di kantor ini. Odeiva menelan ludah susah payah, jemarinya terasa dingin, sangat takut pada apa yang akan terjadi.

"Ikut saya ke ruangan Pak Fahtar."

Saat itu Odeiva benar-benar yakin bahwa riwayatnya di kantor ini akan segera berakhir. Pak CEO bukanlah orang yang punya belas kasihan, jika salah, maka salah, tak ada yang namanya pikir ulang dan merenung sebagai hukuman.

Terasa Kinan mengelus bahunya saat hendak mengikuti Bianca. Odeiva melirik ke sekitar, karyawan lain pun tengah memberikannya semangat. Mau tak mau, Odeiva harus hadapi apa yang telah dilakukannya.

***

Hei, sempat kehapus dan aku ketik ulang. Sungguh melelahkan.

Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang