OD 7 : Sebungkus Rokok

26K 2.2K 56
                                    

Sampai saat ini Odeiva tak kunjung mendapatkan chat dari Riko. Ia berasumsi bahwa lelaki itu tengah mempertahankan gengsi, itu mengapa tak perlu memusingkan.

Kemarin Farel sempat menyinggung soal perempuan yang dulu menjadi selingkuhan Riko. Jujur, sampai detik ini Odeiva tak tahu siapa perempuan tersebut, harga dirinya terlalu terluka ketika memergoki pengkhianatan itu, membuat Odeiva tak lagi memedulikan si pelaku.

Ia segera angkat kaki dari kamar indekos setelah melihat wajah terkejut Riko ketika selimut disingkap olehnya. Odeiva berlari bersama hati terluka, tak ada seorang pun mengejar dirinya, membuat hati semakin sakit dan tercabik-cabik. Itu berarti, Odeiva hanya mainan untuk Riko, serta teman-teman Riko tak sedikitpun punya rasa peduli.

Kejadian itu membuat Odeiva berjanji tak akan memiliki hubungan dengan orang-orang di sekitar Riko. Meski begitu, rasa sukanya kepada Farel tak bisa padam begitu saja. Butuh waktu lama, sebab rasa ini sudah terbiasa hidup di dalam hati, tak bisa dihapus begitu saja.

"Udah istirahat, makan siang, yuk," ajak seorang lelaki yang kini berdiri di depan meja kerjanya.

Odeiva mendongak, mendapati Lansaka berdiri tegap di sana. "Oh, Pak."

Lansaka berdecak. "Udah jam istirahat, jangan panggil Pak. Lagi pula, nggak ada atasan yang ngajak bawahannya makan siang bareng."

Odeiva tersenyum kaku. "Mau makan di mana?"

"Di restoran dekat sini. Bunda udah nungguin kita berdua," jawab Lansaka.

"Bu-" Odeiva menghentikan ucapannya, "makannya bareng tante?"

Lelaki itu mengangguk. "Soalnya kemarin bunda nggak sempet ketemu kamu, jadinya bikin jadwal hari ini makan siang bareng."

Tanpa bisa ditahan, Odeiva menjadi kaku karena gugup akan makan bersama Veronika dan Lansaka. Seharusnya tak perlu begitu, sebab kehadirannya di sini atas permintaan keduanya, begitu pula soal perjodohan. Odeiva tak pernah meminta. Maka dari itu, apapun sifatnya, sudah pasti mereka akan memaklumi.

"Kenapa mukanya tegang gitu?" Lansaka mendekat, menatap wajah Odeiva penuh selidik.

"Nggak apa-apa," jawabnya.

Ditatap begitu lama, Odeiva pun tak bisa melepaskan tatapan tersebut. Ia mengabsen struktur wajah Lansaka, dari ubun-ubun hingga berakhir di dagu. Satu alis terangkat, merasa ada yang mengganggu di wajah tersebut.

"Mas, sejak kapan tompel bisa pindah tempat?" tanya Odeiva, manatap tahi lalat yang ada di jidat, "kemarin di sebelah kiri, loh, kenapa bisa pindah ke kanan?"

Odeiva mengingat betul apa yang menjadikan pusat perhatiannya kemarin. Jelas tahi lalat tersebut berada di sebelah kiri, hampir setara dengan alis kiri, sekarang malah berpindah ke kanan.

Lansaka seketika tertawa. "Hahaha ... kalau gitu aku salah tempel."

Menatap lelaki itu, Odeiva bertanya-tanya. "Itu palsu?"

Hanya anggukan yang diberikan, kemudian Lansaka merogoh saku celana dan mengeluarkan ponsel. Dalam jarak lima meter dari tempat Odeiva berdiri, bisa dilihatnya lelaki itu menggunakan fitur kamera untuk bercermin, kemudian melepaskan apa yang mengganggu di wajah tersebut.

"Kenapa nipu gitu?" tanya Odeiva, penasaran.

"Kantor nggak aman buat orang ganteng kayak aku." Lansaka menyahuti dengan nada begitu percaya diri.

Odeiva meringis, sifat Lansaka kurang lebih sama seperti dirinya, mengakui diri sendiri, bedanya Lansaka tak suka pamer, sedangkan Odeiva menjadikan pamer sebagai pertahanan hidupnya agar tidak diinjak oleh orang lain.

Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang