Kenyataan tidak seburuk yang Odeiva pikirkan, daripada terus bersedih, ia memilih untuk mencari kebahagiaan. Sudah tahu akhir dari cintanya seperti apa, maka seharusnya Odeiva sudah memantapkan hati.
Minggu pagi ia isi dengan berlari santai di senayan, bersama Adel yang terus mengeluh betapa semangatnya Odeiva hari ini. Saat bersedih kemarin, Lansaka memberikan nomor ponselnya untuk dihubungi oleh Odeiva di saat belum bisa menghapus kesedihan.
Namun, Odeiva mengabaikan, digunakan nomor itu saat suasana hatinya telah baik-baik saja. Tadi pagi ia menghubungi Lansaka untuk ikut bergabung bersamanya melakukan kegiatan di senayan, tetapi lelaki menolak karena katanya sudah punya janji bersama teman-teman.
"Sumpah, gue malu banget, Dei, jangan lewat situ." Adel menahan tangannya saat ingin melintas di depan kumpulan para lelaki.
Odeiva mendesis protes. "Ini yang bikin lo jomblo."
"Lo juga jomblo, ya," timpal Adel, tak mau kalah.
"Nggak usah banyak omong, lo mau ikut atau enggak? Kalau nggak, kita bisa ambil jalan muter ke tempat parkir."
Adel seketika mengerucutkan bibir. "Gue udah capek lo ajak jalan keliling."
"Ya udah, ayok." Odeiva menarik tangan sahabatnya itu, tak ada bantahan.
Odeiva berjalan dengan sangat percaya diri melewati kerumunan para lelaki, sedangkan Adel di sebelahnya menunduk dan menggenggam tangannya begitu erat. Entah sejak kapan Adel menjadi perempuan yang takut pada lelaki, hal ini baru dilihat oleh Odeiva.
"Adel! Dei!" panggil seseorang.
Seketika Odeiva menghentikan langkah, sangat jarang ada yang mengenal mereka berdua di tempat seperti ini. Jika bukan teman SMA, maka teman kuliah. Odeiva menoleh, menatap kerumunan lelaki yang ternyata ikut menatapnya.
Salah satu dari mereka mendekat, Odeiva mengernyit tak mengenal lelaki itu. "Siapa, ya?" tanyanya.
"Kalian masih temenan?" Lelaki itu malah balik bertanya.
Memicingkan matanya, Odeiva mencari jawaban sendiri. Satu alis terangkat kala mengingat satu di antara teman Riko yang sering nongkrong ketika kuliah. Namun, Odeiva tak tahu namanya, sebab mereka hanya sesekali bertemu.
"Ayo, Dei," ajak Adel, menarik Odeiva untuk segera pergi.
"Tunggu dulu." Ia belum ingin beranjak.
Lelaki itu membulatkan bibir. "Berarti lo nggak tahu apa-apa Dei."
"Ha? Maksudnya?'
"Udah siang Dei, orang tua lo pasti nyariin." Adel kembali menarik Odeiva.
Kali ini Odeiva tak bisa mengabaikan ajakan Adel, sebab ia meminta izin hanya sampai pukul 11.00 dan sekarang sudah lewat dari jam yang disetujui. Meskipun penasaran apa maksud dari temannya Riko itu, Odeiva meninggalkan dengan setengah hati.
Tadi itu bukanlah sebuah pertanyaan, melainkan pernyataan. Hal itulah yang membuatnya penasaran, dan juga ia begitu terkejut di antara teman nongkrong Riko, ada yang mengenalnya dan Adel. Padahal, selama Riko mengajak Odeiva, tak pernah mereka mengajak Adel pergi bersama.
Sahabatnya itu menghindari yang namanya dijadikan obat nyamuk. Maka di sinilah kecurigaan Odeiva timbul, diliriknya Adel yang berjalan dengan wajah menegang. Satu alis terangkat, ditatapnya lekat-lekat wajah samping Adel.
"Lo—au!" pekiknya kala menabrak seseorang sangking terlalu serius menatap Adel.
Odeiva mengusap jidatnya yang sakit terbentur sesuatu, kemudian menilik tubuh menjulang yang berdiri di hadapannya. Satu langkah mundur, ditatapnya laki-laki yang tersenyum kala mata mereka bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)
Storie d'amoreOdeiva Swanelly memiliki tujuan hidup baru setelah mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan. Ia ingin terkenal di aplikasi tiktok, semakin hari, rasa ingin dikenal semakin tinggi. Di suatu hari saat pergi berdua bersama sahabatnya, Odeiva tak bisa men...