"Dei! Dei!" panggil mamanya, terdengar heboh di luar kamar.
Odeiva baru saja selesai mandi, tubuhnya remuk setelah seharian menemani Lansaka menyelesaikan pekerjaan hanya berdua. Lelaki itu tak ingin dibantu oleh orang lain, selain Odeiva, dengan alasan bahwa tidak mempercayai siapapun di kantor tersebut selain sang bunda dan calon istrinya.
"Iya, Ma!" sahut Odeiva, segera membuka pintu, "kenapa, sih?"
"Kamu pakai pelet apa? Ibu Veronika barusan nelpon Mama, mau bahas soal rencana nikah. Emang harus secepat itu?"
"Nikah?!" Odeiva terkejut bukan main.
Pasalnya ia dan Lansaka belum terlalu dekat, karena waktu bertemu lebih banyak membahas soal pekerjaan. Belum juga cukup seminggu Odeiva berkenalan dengan Lansaka, dan sekarang malah sudah masuk ke tahap rencana pernikahan.
Odeiva segera menuju ponselnya yang berada di atas meja, tujuannya adalah menghubungi Lansaka dan bertanya apa yang membuat hal ini begitu cepat diputuskan. Tidak, bukan berarti Odeiva menolak, hanya saja perkenalan ini terlalu singkat.
"Astaga! Gue nggak punya nomor Mas Lansaka!" jeritnya, setelah sadar bahwa tak terdapat nama kontak Lansaka di ponselnya.
"Kenapa panik gitu?" tanya sang mama.
"Gimana nggak panik, Ma. Pernikahan dipercepat, aku belum terlalu kenal Mas Lan."
Ada satu hal yang juga membuatnya khawatir, yaitu status Lansaka yang masih memiliki kekasih. Lelaki itu mengaku akan mengurus hal tersebut, hanya saja sampai sekarang Odeiva belum diberitahu, apakah telah selesai atau malah masih digantung.
"Kenalan itu nanti aja, pas udah nikah. Lebih enak kayak gitu tahu, kayak Mama sama papa."
Odeiva melengos, malas mendengarkan. Itu kisah yang sudah berulang kali diceritakan padanya dan Oka, dan akhir dari cerita itu pun sudah diketahuinya. Ya, pernikahan orang tuanya berlandaskan perjodohan, mereka saling menerima satu sama lain, hanya butuh dua kali pertemuan dan ketiga kalinya bertemu di pelaminan.
"Cowok zaman sekarang nggak ada yang bisa nebak isi kepalanya, Ma. Sekarang masa sudah berbeda dengan masanya Mama sama papa."
Tiwi menepuk bahu putrinya itu. "Yang penting kita tahu dia dari keluarga baik-baik, ibunya mendukung, dan yang lebih penting dari semuanya, dia kaya."
Odeiva menoleh, tak terima dengan ucapan terakhir. "Iya kaya, tapi kalau punya simpanan?"
"Jangan asal nuduh gitu, kamu kalau curiga langsung selidiki, bukan nuduh, entar jatuhnya fitnah."
Ditatapnya sang mama lekat-lekat, senyum terbit di bibir. Odeiva menjetikkan jari, ide muncul di kepala. Benar kata mamanya, jika Lansaka tertutup soal perempuan itu, maka yang bisa ia lakukan adalah menyelidiki. Bukan berarti Odeiva termasuk dalam golongan kepo, hanya saja ini menyangkut masa depannya.
Setelah pulang dari kantor, ia dan Lansaka berpisah di area parkir, tak ada percakapan sepanjang malam karena memang Odeiva baru ingat bahwa tidak memiliki nomor ponsel bosnya itu. Odeiva berencana akan mengikuti ke mana Lansaka pergi setelah bekerja.
"Makasih, Ma, udah ngasih ide," ucapnya.
***
Satu jam mengikuti mobil Lansaka, Odeiva hanya mendapatkan hasil yang tidak memuaskan. Pasalnya lelaki itu langsung kembali ke rumah setelah pulang dari kantor, jika seperti ini tak ada yang bisa Odeiva selidiki, mana mungkin dirinya masuk ke rumah tersebut dengan alasan minta air minum.
Odeiva menjatuhkan tubuh ke atas kasur, mata terpejam mencari kenyamanan. Duduk lama di mobil membuat punggung menjadi kaku. Sudah lama sekali Odeiva tak melakukan perjalanan jauh menggunakan mobilnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)
RomantiekOdeiva Swanelly memiliki tujuan hidup baru setelah mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan. Ia ingin terkenal di aplikasi tiktok, semakin hari, rasa ingin dikenal semakin tinggi. Di suatu hari saat pergi berdua bersama sahabatnya, Odeiva tak bisa men...