OD 14 : Ayolah, Jangan Mengecewakan

19.6K 1.6K 31
                                    

Odeiva menatap intens wajah Lansaka yang serius membaca berkas, hal ini telah dilakukannya selama sepuluh menit, tetapi lelaki itu tak kunjung merespons. Ia memangku dagu di punggung tangan, semakin mendekatkan pandangan.

Jika dipikir-pikir, Odeiva belum melihat Lansaka saat bersama teman-temannya. Waktu itu ia pernah mengajak Lansaka ke senayan, tetapi mengaku bahwa akan pergi bersama teman. Namun, di sana Odeiva bertemu lelaki tersebut yang berjalan sendirian membawa helm untuk pengguna sepeda.

"Wajahku udah nggak ada tompel, kenapa ngeliatinnya kayak gitu?" Lansaka mengangkat wajah, membalas tatapan si perempuan.

Alasan Odeiva sedari menatap calon suaminya itu, karena mengikuti apa kata papanya. Perhatikan Lansaka, jika berubah sikapnya, itu berarti tak menyukai kelakuan Ilham kemarin malam.

"Pengin aja," Odeiva membalas, "aku lagi belajar biasain lihat wajah Mas Lan, soalnya kita bakal hidup bersama, supaya nanti aku nggak kaget pas tiba-tiba sadar ada cowok yang tinggal serumah denganku."

Lansaka tertawa geli. "Ngomong apa, sih?"

Sepertinya apa yang dikhawatirkan Ilham tak terjadi hari ini, Lansaka masih saja bersikap seperti biasa pada Odeiva, tidak membalas dengan dingin seperti halnya Ilham lakukan di malam itu.

"Pandang aja terus, asal nggak berisik." Lelaki itu bersandar, merenggangkan otot-ototnya.

"Bapak mau istirahat?" tanya Odeiva, mengubah bicara menjadi formal.

Lansaka memejamkan mata, kemudian bergumam mengiyakan. "Aku ngantuk banget, nggak bisa tidur semalam."

Odeiva memajukan tubuhnya, siap mendengarkan ucapan Lansaka selanjutnya. Selama mereka bersama, Odeiva merasa bahwa yang sering bercerita tentang hidup hanyalah dirinya, sedangkan Lansaka hanya menyambung atau menanggapi ceritanya begitu singkat.

Selain itu, yang keluar dari mulut Lansaka tak jauh dari petuah-petuah, seperti kakek menasihati cucu. Odeiva sempat berpikir, Lansaka adalah orang yang tak memiliki kehidupan suram, sebab jarang bercerita. Namun, mengingat calon suaminya itu memiliki kekasih, pasti tidak terlalu suram.

"Kenapa nggak tidur?" tanyanya, setelah menyadari bahwa Lansaka tidak akan melanjutkan cerita.

Lansaka membuka kelopak mata, menatap langit-langit ruangan. "Kepikiran kucingku yang mati."

"Ha?" Odeiva melongo, "sejak kapan Mas Lan pelihara kucing?"

"Cukup lama, tiga bulan," jawabnya. "Ngomong-ngomong, daripada kamu ganggu istirahatku, mending cari Pak Hanif buat bikinin aku kopi."

"Siap, Pak!"

Jangan tanya mengapa Odeiva sering melupakan posisi, sebab Lansaka pun terlihat tidak lagi membatasi status mereka. Itu mengapa, Odeiva kadang lupa bahwa kapan harus formal, dan kapan harus santai.

***

"Gimana?"

Odeiva mendongak, menatap sang papa yang menyambutnya dengan pertanyaan tersebut. Mengerti maksud pria itu, Odeiva melepaskan sepatunya lebih dulu, sebelum memberikan jawaban.

"Nggak gimana-gimana, Pa. Mas Lan biasa aja, bahkan tadi sempat curhat soal kucingnya yang mati," jawabnya.

"Dia nggak nanyain Papa?" Ilham mengambil duduk di sebelah sang putri.

Odeiva menggeleng, matanya segera memicing curiga. "Kalau nggak nanya, Papa bakalan batalin perjodohan?"

"Nggak juga. Tadi bundanya ada chat mama, katanya bakalan datang jam delapan malam."

Ekspresi Odeiva biasa saja, hatinya sudah terlampau siap akan berumah tangga di umur 24 tahun. Bukan karena cicilan dan karir yang akan terselamatkan, Odeiva siap karena Lansaka orangnya, selama tiga minggu saling kenal, tak sedikit pun kesalahan diperlihatkan lelaki itu.

Bahkan, Lansaka memutuskan sang pacar hanya karena menerima perjodohan ini. Padahal, Odeiva sendiri akan mengikhlaskan jika saat sudah berumah tangga, Lansaka masih menghubungi Verta, ia tak akan merasa cemburu atau mempermasalahkan. Namun, ternyata lelaki itu mengambil langkah sebelum Odeiva protes.

Suara mobil yang berhenti di depan rumah, membuat Odeiva dan Ilham menoleh. Mata Odeiva melebar sempurna melihat seorang lelaki turun dari mobil tersebut, jantungnya berdegup cepat, tak menyangka lelaki itu  akan datang di sore hari saat dirinya sedang kacau seperti ini.

"Itu Lansaka, kamu ngundang dia, Dei?" tanya Ilham, yang ternyata ikut kaget melihat kedatangan tersebut.

"Enggak, Pa." Odeiva menggeleng. "Aku masuk dulu, mau langsung mandi."

Ia benar-benar tak menyangka, Lansaka akan datang dalam keadaan segar, seperti baru habis mandi, sedangkan Odeiva yang juga memiliki jadwal pulang yang sama dengan Lansaka, malah masih terlihat begitu kusut.

Odeiva menaiki tangga, matanya menangkap keberadaan mamanya yang berada di dapur. "Ma! Mas Lan datang!" teriaknya, singkat.

Segera kaki melaju menaiki tangga, masih sempat didengarnya teriakan terkejut dari sang mama. Seharusnya tidak perlu begini, hanya saja Odeiva yang menganut prinsip tidak boleh terlihat kusut di depan laki-laki, membuatnya tak bisa bersantai saja.

Apalagi Lansaka keluar dari mobil dalam keadaan sangat tampan. Meskipun mengenakan pakaian kasual, lelaki itu terlihat begitu sempurna, bak pangeran berkuda putih yang datang menyelamatkan seorang putri lusuh nan dekil.

Apa yang dilakukan Odeiva adalah mandi, mengguyur tubuh di bawah shower. Mandinya cukup singkat, karena tak ingin membuat Lansaka menunggu. Saat keluar dari kamar mandi, mamanya ternyata sedang menggedor pintu menyuruhnya untuk segera turun.

"Iya, Ma! Aku ganti baju dulu!" sahutnya, sembari membuka lemari dan berpikir cepat akan memakai pakaian apa dirinya.

***

"Kenapa datang tiba-tiba, sih?" tanya Odeiva, duduk di sebelah Lansaka yang telah siap di balik kemudi.

"Bunda yang nyu—aku nanya ke bunda gimana caranya bikin hubungan makin akrab, akhirnya disaranin datangi rumah dan ajakin kamu jalan."

Odeiva membulatkan bibir. "Sekarang, kita ke mana?"

"Nonton atau makan dulu?" tawar Lansaka.

"Makan."

Kedatangan Lansaka yang tiba-tiba cukup membuat penghuni rumah heboh, mamanya yang menggunakan daster robek di bagian punggung, alhasil berlari ke kamar dengan pose menyamping seperti kepiting, untuk menghindari pandangan Lansaka yang telah berdiri di pintu utama.

Papanya sendiri lebih fokus ke bagian atas meja di ruang tamu, benar-benar berantakan. Ilham memasukkan semuanya ke dalam kantung kresek, dan menyembunyikan sampah tersebut di belakang sofa. Ya, Odeiva masih melihat hasil tergesa-gesa papanya, ketika turun dari tangga.

"Aku nggak tahu anak zaman sekarang kalau nge-date ke mana aja. Kamu ada rekomendasi selain nonton?"

Odeiva mengulum bibir sembari berpikir. "Aku juga nggak tahu, udah lama nggak nge-date soalnya."

Lansaka tertawa kecil mendengarkan itu. "Kapan terakhir?" tanyanya, cukup penasaran.

"Tiga tahun lalu?" Odeiva kurang yakin, sebab sudah lupa.

"Lama juga, ya."

Padahal, Odeiva rasa baru kemarin dirinya melihat pengkhianatan Riko. Sebuah pertanyaan dari Farel teringat kembali di kepalanya. Jujur, Odeiva cukup penasaran siapa perempuan yang tengah bersama Riko saat itu, hanya saja untuk menyelidiki kembali sepertinya telah tertutup rapat.

Odeiva juga tidak memiliki teman untuj ditanyakan, kecuali Farel sendiri. Kakak seniornya itu mana mau membocorkan aib sahabat sendiri. Saat bertemu terakhir kali, Odeiva hanya dibuat penasaran, padahal bisa saja Farel langsung mengatakan tanpa memberi rasa penasaran yang menggunung.

"Kenapa diam?" tanya Lansaka.

"Ah, aku cuma kepikiran masa lalu." Odeiva menjawab jujur.

***

Lagi-lagi aku nggak ngedit gesss

😌 typo bertebaran 😁

Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang