Odeiva menguap lebar tak peduli jika nyamuk atau lalat masuk ke dalam mulutnya. Tangannya terangkat, merenggangkan otot-otot tubuh. Setelah mengucek mata, diliriknya jam dinding yang menunjukkan pukul 10.23.
"Dasar pengangguran," cibirnya pada diri sendiri.
Ia turun dari ranjang, sekilas melihat bagian kosong, di mana sebelumnya Lansaka tidur di sebelahnya. Jam begini tentu lelaki itu sudah berada di kantor. Mengingat lagi kejadian sebelum tidur, membuat tubuh Odeiva meremang seketika.
"Gile, bisa-bisanya diingetin pas bangun tidur."
Ia segera meninggalkan kamar, menuju dapur untuk meneguk segelas air. Kaki terhenti di ruang makan, melihat ponselnya berada di sana membuat ia mengernyit. Sejak kapan benda tersebut ia tinggalkan di sana?
Odeiva mengambil ponsel itu dan memeriksa fisiknya. "Mulus, nggak ada lecet."
Baru saja ingin menyalakan layarnya, sebuah panggilan telepon membuatnya hampir memaki. Odeiva mendengkus, ditatapnya nama sang suami, kemudian memutuskan untuk mengangkat telepon itu.
"Halo," sapanya.
"Akhirnya, kamu bangun."
Odeiva mengerutkan kening. "Mas lagi ngeledek?"
"Bukan, bukan. Mas cuma mau bilang, katanya Mama mau ke apartemen. Mungkin bentar lagi nyampe, Mas udah kasih tahu sandi unit—"
"Kenapa baru bilang sekarang?" Odeiva membentak karena terkejut dengan informasi yang begitu tiba-tiba.
Mama yang dimaksud oleh Lansaka, tentu adalah ibu kandung Odeiva. Segera ia mematikan telepon secara sepihak, kemudian menuju kamar mandi untuk menghilangkan sisa-sisa bangun tidur. Persetan dengan lapar, yang Odeiva takutkan sekarang, mamanya akan melihat kelakuannya setelah berumah tangga.
"Gawat! Gawat!" Odeiva menarik handuk, melakukan semuanya dengan kecepatan kilat.
"Mas udah kasih tahu sandi unit—"
Kata-kata itu terus terulang di kepala Odeiva, bak alarm yang tidak akan berhenti berbunyi jika tidak dimatikan. Luar biasa, suaminya itu benar-benar luar biasa, tidak mendiskusikan terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
Setelah merasa cukup dengan mandi kilatnya, Odeiva memilih baju yang akan dikenakan. Akan tetapi, tangannya berhenti di udara kala mendengarkan suara ketukan di pintu. Odeiva pasrah, tetapi masih menerka-nerka, apakah ruang tamu dan ruang lainnya dalam keadaan bersih atau tidak.
"Dei, ini Mama, Sayang!"
Odeiva menghela napas berat, kemudian menyahuti, "Iya, Ma! Tunggu bentar, Dei lagi gosok toilet, ni!" kilahnya.
Mempercepat gerakannya, Odeiva menarik daster dan tak lupa mengenakan celana pendek sebelum keluar kamar. Mamanya sangat tidak suka melihat Odeiva mengenakan rok, daster, atau gaun tanpa mengenakan dalaman celana pendek. Meskipun sedang berada di rumah, mamanya tidak akan memaafkan kelakuan itu jika ketahuan.
Saat Odeiva keluar kamar, dilihatnya sang mama tengah mengeluarkan kotak makan dari dalam kantung kresek jumbo. Wanita itu sudah seperti mengadakan hajatan. Padahal, di rumah ini hanya ada Odeiva dan Lansaka, tidak mungkin bisa menghabiskan makanan sebanyak itu.
"Ma," panggilnya, pelan.
"Eh, sini, makan. Mama bawa banyak makanan."
Tanpa dibilang, Odeiva pun tahu itu. Ia menggaruk tengkuk, mau menegur juga, takutnya malah tersinggung. "Makasih, Ma," ia menuju lemari kabinet dan mengambil alat makan, "ke sini bareng siapa?"
"Taksi online," Tiwi menjawab, "sampai depan unit dianterin Pak Satpam, katanya Lansaka yang minta tolong ke Pak Satpam buat anterin Mama sampai depan unit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)
Lãng mạnOdeiva Swanelly memiliki tujuan hidup baru setelah mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan. Ia ingin terkenal di aplikasi tiktok, semakin hari, rasa ingin dikenal semakin tinggi. Di suatu hari saat pergi berdua bersama sahabatnya, Odeiva tak bisa men...