Mungkin sudah saatnya, hal yang sangat membuatnya gugup akan tiba dalam waktu dekat. Odeiva sadar tak ada tempat untuk berlari lagi, dirinya dinikahi secara sah, secara agama dan negara, maka akan malu baginya jika memilih bercerai padahal tak ada api di dalam pernikahan ini.
Bola mata Odeiva mengikuti gerak Lansaka yang baru saja keluar dari kamar mandi-entah sudah ke berapa kali-
dan langsung berbaring di sebelahnya. Tak ada ucapan atau tingkah setelah itu, ia melihat suaminya tersebut memejamkan mata bersiap untuk tidur dengan posisi terlentang."Aku udah buat keinginan," ucapnya, membuka percakapan.
Kelopak mata sang suami langsung terbuka, menatap dirinya dengan pandangan sedikit was-was. "Apa itu?"
Odeiva menarik napas dalam, kemudian mengambil posisi duduk. "Yang aku inginkan hanya jujur, nggak ada yang lain. Meskipun demi kebaikan aku, yang nyatanya tetep aja bikin sakit hati."
"Itu doang?" Lansaka menatap ragu, "Mas pikir kamu juga butuh perhatian lebih, karena kelihatannya begitu."
"Aku gampang percaya ke orang. Jadi, please, jangan pernah bohong ke aku," ujar Odeiva, nadanya penuh penekanan, "bahkan, sekarang pun kalau Mas bilang di Mars ada alien, aku bakalan percaya tanpa cari tahu."
Lansaka tertawa kecil, kemudian kembali memejamkan mata dan berkonsentrasi untuk tidur. "Kalau boleh jujur, gigi Mas lagi sakit. Udah dari tadi sore, sih."
Oh, pantas saja suaminya itu mondar-mandir kamar dan kamar mandi, ternyata itu alasannya. "Biasanya minum obat apa? Biar aku beliin." Odeiva segera beranjak dari kasur.
Gerak Lansaka begitu cepat, bangkit tiba-tiba dan menuju kamar mandi. Ini entah berapa kalinya lelaki itu masuk kamar mandi, membuat Odeiva memilih mengikuti sang suami, khawatir apa yang dikatakan sakit akan dicabut dengan paksa.
"Sakit banget, ya?" tanyanya, saat melihat Lansaka mengambil sikat dan pasta gigi, "atau ke klinik aja? Jam segini pasti ada yang masih buka."
Lansaka menggeleng dan tetap menggosok gigi di bagian kiri, Odeiva meringis, melihat ekspresi sang suami membuatnya ikut merasakan sakit itu. Waktu baru saja melewati pukul sembilan malam, mungkin saja masih ada klinik yang buka.
"Ke klinik, yuk," bujuknya lagi.
Suaminya itu berkumur setelah merasa cukup, kemudian menatap Odeiva dari cermin. Senyum tersungging, seakan mengatakan hal ini bisa diatasi dan tak perlu pergi ke klinik untuk mendapatkan pengobatan.
"Kamu nyimpen obat anti nyeri?" Lansaka menatap langsung istrinya, "biasanya perempuan lebih prepare soal obat-obatan, di saat tinggal jauh dari orang tua."
Odeiva mencoba mengingat obat apa saja yang tersimpan di laci meja riasnya. "Kalau obat nyeri, aku cuma punya obat nyeri haid," jawabnya, enteng, "ke klinik aja, ayo."
Lansaka menimbang sekian detik. "Ya udah, obat nyeri haid aja. Siapa tahu bereaksi."
Mendengarkan itu, mata Odeiva melotot seketika. "Apaan, sih! Tunggu di sini, aku beliin obat di apotek!"
"Nggak usah, ini udah malam. Kamu balik tidur aja, aku bisa beli sendiri." Lansaka berjalan melewati istrinya. "Kunci pintu rapat, aku nggak bakalan lama."
"Nggak! Aku ikut, aku yang nyetir." Odeiva berlari kecil mendahului sang suami, dan menyambar cepat dompetnya. "Ayo, aku nggak percaya kalau kamu yang bawa mobil."
**
Lansaka menatap istrinya yang berjalan keluar apotek, sebuah pemandangan baru baginya, seorang Odeiva turun dari mobil dan membiarkan Lansaka diam di kursi penumpang karena tengah menahan sakit. Hal kecil, tetapi sangat membuatnya senang, karena itu adalah bentuk perhatian dan langkah awal di hubungan pernikahan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)
RomanceOdeiva Swanelly memiliki tujuan hidup baru setelah mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan. Ia ingin terkenal di aplikasi tiktok, semakin hari, rasa ingin dikenal semakin tinggi. Di suatu hari saat pergi berdua bersama sahabatnya, Odeiva tak bisa men...