Odeiva menaikkan roknya sebelum masuk ke ruangan Lansaka, berhubung si sekretaris sedang tak berada di tempat, ia bisa melakukan hal bodoh tanpa mendapatkan tatapan seperti melihat orang gila.
Selain menaikkan rok agar pahanya terekspos, Odeiva melepaskan kemejanya dan menyisakan tanktop yang ditutupi blazer. Hal ini dilakukan agar nanti terdapat kesan seksi saat dirinya berpura-pura melepaskan blazer karena merasa kepanasan, meskipun sebenarnya AC di ruang Lansaka selalu terasa dingin.
Odeiva tak mengetuk pintu dan langsung saja masuk agar bisa mengejutkan Lansaka. Melihat lelaki itu tengah duduk di sofa membelakanginya, membuat senyum iblis terbit. Ini kesempatannya untuk mengganggu sang suami dengan sentuhan, sampai merasakan geli di sekujur tubuh.
"Daddy, kapan ke sini? Aku kangen banget."
Ia menghentikan langkah mendengarkan penuturan seorang anak kecil. Suara tersebut terdengar dari ponsel Lansaka yang berada di atas meja, Odeiva mengernyit dan menajamkan mata melihat layar ponsel itu. Seorang gadis tengah berbicara dengan suaminya, nampak sangat akrab.
"Kalau ada waktu Daddy ke sana," jawab Lansaka.
Merasa sangat penasaran, Odeiva mendekat. "Siapa?" Bertanya dengan suara kecil.
"Anakku," di luar dugaan, suaminya menjawab dengan sangat santai, "dia ca—" Lansaka menoleh dengan mata terkejut, "kamu! Kapan kamu masuk?"
Odeiva terdiam sekian detik, mencerna apa yang baru saja didengarkan. Anak? Lansaka punya anak?
Melihat anak itu dari layar, bisa Odeiva pastikan bahwa sudah berumur sekitar enam tahun. Jika dihitung dengan usia Lansaka sekarang, itu berarti anak tersebut terlahir saat Lansaka masih mengenyam pendidikan di luar negeri. Lalu? Ini bukan mimpi, bukan?
Seketika kepalanya kosong, Odeiva seakan tak memijak bumi. Dunia berputar, melayangkan dirinya pada angkasa hampa, ia hanya bisa melihat gelap, kemudian cahaya itu datang saat mendengarkan suara seseorang dan juga sentuhan di bahunya.
"Kamu keluar sekarang," Lansaka berdiri dari duduk, menuntun Odeiva hingga ke luar ruangan, "kalau masuk, ketuk dulu. Jangan kayak gini." Mendesis geram.
Odeiva tidak menyahuti, matanya masih menatap ponsel yang berada di atas meja. Sampai pintu tertutup pun ia lupa bagaimana cara berkedip. Kepalanya penuh dengan segala kemungkinan, lalu lambat laun deru napasnya terdengar begitu kasar, Odeiva mencoba meraup semua oksigen yang ada di bumi ini, agar dirinya tak mati karena syok.
Langkahnya gontai ke meja kerja, masih tak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya tadi. Jika memang itu bukan anak Lansaka, maka bisa saja menjelaskan padanya saat itu juga. Namun ternyata, Lansaka malah mengusirnya keluar ruangan dan pasti sekarang ruang tersebut terkunci rapat.
Alis Odeiva terangkat, ekspresi syok seketika menghilang dari wajahnya. Ia tak ingin lagi dibodohi, menerima saja perlakuan baik tanpa mencari kebusukan di belakang. Menurunkan roknya menjadi normal kembali, ia beralih pada kemeja yang tersampir di bahu kursi dan menggunakan.
Kakinya melangkah tanpa ragu menuju lift, dan tanpa pikir panjang menuju lantai di mana ruang kerja ibu mertuanya terletak di sana. Odeiva mematuk bayangannya di dinding lift, senyum licik dilayangkan pada sisi bodoh dirinya yang kini dipaksa tersembunyi dalam bayangan.
Odeiva mengibaskan rambutnya. "Mau anaknya atau bukan, gue nggak peduli. Yang gue butuh hanya pengakuan," sengitnya.
**
"Tumben kamu samperin Bunda di kantor kayak gini," ucap Veronika, sembari meninggalkan kursi kerja, "duduk sini, Sayang." Mengarah ke sofa.
Odeiva mengangguk, tak lupa memberikan senyum manis. "Ada yang mau Dei kasih tahu ke Bunda."
Wajah wanita itu seketika sumringah, bak mendengarkan sebuah kabar bahagia. "Kamu hamil?" tanyanya, antusias.
Odeiva berdecak dalam hati. Tipikal mertua memang seperti ini, dibandingkan orang tua sendiri, mertua memang lebih menuntut ingin segera memiliki cucu. Ia sendiri tidak terlalu memusingkan, karena memang sudah begitu watak mertua, apalagi wanita, kalau laki-laki pasti merasa santai saja. Seperti Fahtar, yang memang wataknya tidak peduli. Oh, atau lebih tepatnya, hak peduli telah dicabut oleh Veronika.
"Bukan, Bun," Odeiva menggeleng, "tapi aku mau bilang kalau Mas Lan punya anak," ucapnya, terdengar begitu santai.
"Maksudnya?" Veronika mengernyit, "kata kamu belum hamil."
Odeiva mengulum bibir, menatap begitu dalam pada ekspresi bingung Veronika. Ia tengah mencari kebohongan atau campur tangan wanita itu pada fakta yang baru saja diketahuinya. Namun, sekeras dirinya mencari, sekeras itu pula dirinya didorong pada kenyataan bahwa Veronika benar-benar tidak mengetahui kebohongan Lansaka.
"Mas Lan punya anak. Cewek, manggil dia Daddy. Bunda nggak pernah nanya berapa lama dia punya hubungan sama Verta?"
Veronika melengos, seakan nama Verta adalah sesuatu yang tak ingin didengarkan. "Dia lagi, Bunda nggak suka sama dia dan keluarganya. Kamu jangan langsung percaya sama mereka, bohongnya banyak."
Alis Odeiva terangkat, menemukan sesuatu yang menarik di dalam kehidupan orang kaya. Persaingan? Mungkin saja iya. Sebab, bisa dilihat bahwa Verta terlahir dari keluarga kaya, yang mungkin juga keluarga pengusaha.
"Tapi Bunda tahu soal anak itu?" tanya Odeiva, memastikan dugaannya tidak benar.
Veronika menggeleng. "Coba tanya ke Mas Lan, dia yang lebih tahu. Tapi Bunda nggak percaya kalau itu anaknya Mas Lan, soalnya dia nggak pernah cerita ke Bunda."
Itu berarti dirahasiakan, bukan?
Odeiva hanya bisa mengangguk. "Nanti aku tanya."
Wanita itu meraih kedua tangannya dan menggenggam erat. "Mau seribu Verta balik ke kehidupan Lansaka, Bunda nggak akan pernah suka. Kamu harus tetap di sini, bareng Bunda."
Mudah saja mengatakan, sebab Veronika tak tahu bahwa hubungan mereka berjalan tanpa ada rasa cinta, dan itu sangat sulit. Tubuhnya saja tak diidamkan, lantas apa yang harus Odeiva lakukan untuk bisa mempertahankan posisi ini?
"Ya ... aku bisa aja bertahan di sebelah Mas Lan, tapi gimana dianya. Tadi aja aku diusir pas lihat dia video call sama anak itu," anggaplah Odeiva cepu, memang begitu adanya, sejak kemarin ia tak suka melihat hubungan yang terlihat baik-baik saja, padahal terdapat kebohongan, "itu berarti, ada yang disembunyiin, 'kan?"
Genggaman di tangan Odeiva sempat merenggang, tetapi kemudian tangannya seakan diremas dengan kuat. Odeiva hampir saja menjerit, wajah Veronika terlihat begitu serius, menatapnya tepat di manik mata.
"Kita cari tahu sebelum berasumsi," ucap beliau.
"Kalau memang benar?" Odeiva mengangkat satu alisnya, menantang dan menuntut jawaban dari Veronika.
Seketika Veronika menjadi begitu lemas. "Bunda mau bilang jangan tinggalin Lansaka, tapi kayaknya kamu udah lebih dulu ilfeel sama dia."
Tepat sekali. Odeiva bahkan sudah merasakan saat ini, tidak perlu menunggu pengakuan. Dibanding sikap dirinya yang mengetahui fakta itu, Odeiva sendiri lebih khawatir pada reaksi kedua orang tuanya. Pasti mereka akan sangat syok dan membuat tindakan untuk membuatnya merasa aman.
Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh, Lansaka berdiri di sana dengan wajah panik. Dalam gerakan cepat melangkah menuju Odeiva, lalu menariknya untuk keluar dari ruangan tersebut.
**
Guys
Selamat hari minggu 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)
RomanceOdeiva Swanelly memiliki tujuan hidup baru setelah mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan. Ia ingin terkenal di aplikasi tiktok, semakin hari, rasa ingin dikenal semakin tinggi. Di suatu hari saat pergi berdua bersama sahabatnya, Odeiva tak bisa men...