OD 27 : Kalau Aku Cepu, Kamu Siapa?

17.1K 1.7K 20
                                    

"Lansaka!" bentak bundanya, membuat langkah sang putra terhenti.

Odeiva bisa merasakan suasana menegang, hatinya malah bersorak senang, padahal tangan sudah merasakan sakit karena genggaman Lansaka yang mengerat. Mata menilik suaminya, perlahan berbalik menatap Veronika yang telah berdiri dari duduk.

"Nggak punya sopan, ya, kamu!" Wanita itu mendekat, lalu melepaskan genggaman Lansaka pada tangan Odeiva. "Masuk nggak ngetuk pintu, datang-datang malah narik istri kayak gitu! Bunda pernah ngajarin kamu kayak gitu?!"

Bukannya menenangkan ibu mertuanya, Odeiva malah berjalan pelan ke belakang Veronika, seakan sedang meminta perlindungan, tetapi mata dan lidahnya tak henti memberikan ledekan dengan cara memelet-meletkan lidah, dan memutar-mutar bola mata.

Lansaka seketika syok mendapatkan perlakuan itu. Odeiva tertawa tanpa suara, tak peduli dikira gila oleh lelaki itu. Apa yang dilakukan sekarang adalah bentuk dari kekesalannya sebab selalu menerima kebohongan dari orang terdekat. Oh, jangan kira Odeiva percaya pada Veronika, bisa dibilang belum percaya sepenuhnya. Bisa saja tadi dan sekarang Veronika tengah berakting.

"Bun, jangan dengerin apa kata dia," Lansaka menunjuk Odeiva, "lihat, dia aja nggak ada sopan sama aku."

Seketika Odeiva menghentikan aksi wajah jeleknya, dan berpura-pura ketakutan, menempelkan tubuh pada Veronika. Wanita itu menengok ke arahnya, memberikan usapan di tangan, seolah mengatakan semua akan baik-baik saja.

"Soal kamu punya anak?" tembak Veronika, tanpa memikirkan lebih dulu, "ada yang kamu sembunyiin dari Bunda?"

Odeiva mengintip dari bahu ibu mertuanya, mendapati wajah Lansaka yang seketika menegang, membuatnya tersenyum miris. Dari situ saja sudah tergambar jelas jawaban dari pertanyaan tersebut. Ah, dunia benar-benar tak adil, mengapa semua kejadian aneh datang ke hidupnya dan meledak dalam waktu yang hampir sama.

Belum sempat sembuh dari luka yang ditorehkan oleh Adel, kini bertambah lagi satu luka di sisi lain hati. Apakah semua orang sangat suka menipunya? Memberikan kebaikan dalam kurun waktu tertentu, kemudian menghancurkan dalam sedetik? Bahkan Odeiva tak yakin bahwa mereka terlahir sebagai manusia sama sepertinya.

"Bun, aku bisa jelasin," Lansaka memelas, "tapi ada waktunya."

"Sekarang," tuntut Veronika.

"Nggak bisa Bu—" Ucapan Lansaka terhenti kala terdengar bunyi keras di belakang sang bunda.

Matanya menilik ke arah tersebut, mendapati Odeiva terbaring lemah di lantai. Mata melebar sempurna, segera menghampiri perempuan itu.

"Dei!" jerit Veronika.

**

Odeiva mengenal ruangan ini, sangat mengenal, sebab sudah lebih dua minggu menjadi tempatnya beristirahat malam. Perlahan dirinya bangkit, melihat ke sekitar, tak ada seorang pun di ruangan tersebut. Kekosongan itu malah melemparkannya pada kejadian sebelum lingkaran hitam merenggut semua pandangannya.

Memijat pelan pelipisnya, Odeiva meninggalkan kasur menuju kamar mandi. Ia masih mengenakan pakaian kerja, begitulah yang dilihatnya dari cermin lemari. Pandangan berkunang-kunang kala retina bertemu pantulan cahaya lampu di cermin, segera dirinya menuju kamar mandi untuk mandi.

Entah apa yang akan dilakukannya setelah mendapatkan fakta menyakitkan bertubi-tubi. Dipikirnya Lansaka adalah pelarian terakhir saat hati tercabik-cabik, nyatanya lelaki itu pun memiliki kebohongan yang enggan untuk diungkapkan. Odeiva tak ingin lagi, tak bisa menerima dengan lapang dada. Mungkin memang dirinya sekuat baja, tetapi ia sangat tidak terima dengan yang namanya kebohongan.

Setelah melepaskan seluruh pakaiannya, Odeiva mengguyur tubuh di bawah shower. Merasakan air menyentuh kulitnya, seakan segala kekhawatiran luruh bersama dan menghilang di lubang pembuangan. Odeiva nelangsa, pikirannya kacau. Keputusan terakhir adalah berpisah, tetapi pasti ia tak akan mampu mengatakan kepada kedua orang tuanya.

Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang