Dei!" panggil Adel, sembari mengangkat tangan.
Odeiva menilik ke kerumunan di kafe tersebut, bisa dilihatnya beberapa orang yang sangat dikenal menatap ke arahnya dengan senyum ramah. Ia membalas senyum tersebut sembari menghampiri Adel, ada sebuah kursi kosong di sebelah sahabatnya itu, tentu itu disediakan untuk Odeiva. Mereka berdua susah senang bersama, Adel mengerti Odeiva, begitu pula sebaliknya.
"Ets, jangan duduk di sini, lo cari kursi kosong," cegah Adel, menarik kembali kursi yang hendak Odeiva duduki.
"Bu-bukan bukan buat gue?" Sedikit terkejut dengan reaksi Adel.
Mengangguk tegas, seketika Odeiva kecewa pada sahabatnya itu. Ditatap orang sekitar yang juga menatapnya, ia seketika dikujuri rasa malu yang dahsyat. Namun, Odeiva tak akan marah pada Adel, sebab sadar bahwa di sini dirinya yang terlalu gede rasa.
"Di sini Dei," ucap suara berat dari meja sebelah.
Odeiva menoleh, mendapati Riko tersenyum hangat padanya. Kembali ia melirik Adel yang tersenyum penuh maksud. Sekarang Odeiva mengerti apa yang tengah direncanakan sahabatnya itu. Dengan anggun, ia berjalan menghampiri Riko.
"Tapi bo'ong!" timpal Riko.
Seketika langkahnya terhenti. Odeiva terdiam, merasa dipermainkan malam ini. Semua orang tertawa dan berkata 'canda', tetapi tidak dengan Odeiva. Ia merasa keberadaannya di sini hanyalah sebuah mainan, seketika rasa ingin menangis datang begitu saja.
Adel menarik tangan Odeiva untuk duduk di kursi tadi. "Sialan si Riko, katanya tadi mau ajak lo duduk di sana." Perempuan itu mendengkus kesal.
"Dan lo mau percaya, gitu?" Harusnya di sini Odeiva yang kesal, karena dipermainkan.
"Maaf, maaf," ucap Adel, merasa tak enak pada sahabatnya itu, "gue beneran minta maaf, Dei."
"Nggak apa," Odeiva membalas, "jadi, kursi ini beneran buat gue?"
Adel mengangguk. "Gue sediain buat lo, tapi Riko tadi bilang kalau lo bakal duduk di dekat dia, makanya tadi gue cegah lo duduk di sini."
Odeiva berdecak. "Main-main banget sama gue."
Melirik ke arah Riko yang tengah bersemangat tertawa mendengarkan cerita dari salah satu teman, Odeiva tersenyum licik. Sering datang ke kafe ini, ia telah mengetahui ke mana arah toilet, yaitu melewati meja Riko dan lainnya.
"Gue ke toilet," katanya, "tolong videoin reaksi Riko gimana." Penuh maksud.
Adel mengangguk patuh, meski wajahnya sedikit tak paham, tetapi tetap mengeluarkan ponsel. Odeiva berjalan dengan sangat anggun ke arah toilet, saat melewati Riko, rambut panjangnya yang malam ini digerai, diangkat dan dikumpulkan menjadi satu, seakan tengah ingin mengikat rambut, padahal tak memiliki gelangnya.
Sebisa mungkin Odeiva tak melirik, hingga berada di dalam toilet, ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Adel. Sahabatnya itu pasti telah menyediakan sesuatu untuk disaksikannya.
Anda:
Mana? Gue mau liat reaksinya.Adel:
Nggak kevideo, ulangi, kali ini gue nggak bakal salah pencet.Odeiva mengerang kesal, sahabatnya itu benar-benar menguji emosi. Mencak-mencak kesal, ia hampir ingin membanting ponselnya. Mencoba mengatur emosi, Odeiva kembali menatap ponsel, di mana Adel mengirimkan pesan lagi.
Adel :
Tapi gue liat jelas, mulutnya kebuka pas liat lo lewat.Satu senyum hadir di bibirnya, Odeiva merasa senang mendapatkan reaksi seperti itu dari Riko. Tertawa sinis, kepala penuh rencana-rencana selanjutnya. Ia tak akan berhenti sampai Riko benar-benar berlutut padanya, mengakui bahwa Odeiva adalah mantan tercantik yang pernah dimiliki oleh Riko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)
RomanceOdeiva Swanelly memiliki tujuan hidup baru setelah mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan. Ia ingin terkenal di aplikasi tiktok, semakin hari, rasa ingin dikenal semakin tinggi. Di suatu hari saat pergi berdua bersama sahabatnya, Odeiva tak bisa men...