OD 48 : Bisa-bisanya Didului

19.5K 1.7K 57
                                    

Pertemuan Pretty dan Lansaka cukup mengharukan, bagi keduanya, tidak dengan Odeiva. Tatapannya datar ketika kedua insan tersebut saling membagi kerinduan dalam sebuah pelukan. Bukan karena Odeiva tidak punya rasa simpati, melainkan karena kehadiran Verta.

Wajah blasteran London dan nusantara tercinta, membuat para lelaki beberapa kali menoleh pada sosok cantik tersebut. Lalu, apa daya Odeiva yang tidak memiliki campuran luar negeri, hanya bisa berbangga bahwa dirinya seorang manusia ciptaan Tuhan yang paling sempurna di antara makhluk lainnya. Tentu, tak ada yang meliriknya.

Pertemuan itu berlangsung selama empat jam, selama menikmati makanan, Verta lebih sering mengajak Odeiva untuk mengobrol. Beruntung, perempuan itu tidak menggunakan bahasa asing yang pasti akan membuat Odeiva sedikit kelimpungan, mendengarkan medok Inggris yang benar-benar seperti tengah mendengarkan sesi listening di ujian nasional.

Mereka berpisah di basement mal, seorang lelaki menjemput keduanya. Jika Odeiva tidak salah lihat, itu adalah Rafael, ayah kandung Pretty. Sejujurnya, ia cukup penasaran apa yang terjadi selanjutnya pada ayah dan anak tersebut setelah bertemu dan jujur kepada keluarga.

Namun, Odeiva sama sekali tidak bertanya, karena pasti Lansaka akan menceritakan semuanya. Ia menguap, menyadarkan bahu ke jok penumpang, mata menatap lurus ke depan. Lansaka terlihat tengah memijat pelan bahunya, membuat Odeiva mau tak mau bergerak untuk mengambil alih dan memijat bahu suaminya.

"Capek banget, ya?" tanyanya, yang pasti sudah diketahui jawabannya.

"Banget." Lansaka menyahuti, diakhiri dengan senyum tipis.

Selama pertemuan, Pretty tak bisa melepaskan Lansaka barang sedetik saja. Bahkan saat bermain di Timezone, anak itu terus menarik Lansaka untuk mencoba semua permainan. Di situlah kesempatan Odeiva dan Verta mengobrol, meski begitu perempuan tersebut sama sekali tidak menyinggung soal masa lalunya bersama Lansaka.

"Udah, udah sedikit baikan," ucap Lansaka, "entar tangan kamu capek kalau terlalu lama mijit."

Odeiva menjauhkan tangannya dari bahu sang suami. "Harusnya, kalau masih capek, Mas bisa nolak. Cari waktu akhir pekan."

"Nggak bisa, Pretty mau dibawa Rafael ke luar kota ketemu kakek neneknya."

"Serius?" Odeiva tertarik untuk mendengarkan kisah selanjutnya. "Dia nggak kena marah?"

Lansaka menggeleng. "Belum, kayaknya. Masih dikasih tahu lewat telepon. Nggak tahu kalau udah nyampe di sana."

"Semoga enggak. Kasihan Pretty, pasti merasa nggak diterima kalau sampai Rafael kena marah di depannya," katanya, merasa miris pada nasib anak tersebut.

Dering ponsel membuat Odeiva mengalihkan pandangan ke tasnya. Segera ia mengeluarkan ponsel tersebut, mendapati mamanya menghubungi di waktu hampir pukul sepuluh malam. Ini tidak biasanya, itu mengapa Odeiva buru-buru menerima telepon tersebut.

"Halo, Ma," sapanya.

"Dei," terdengar suara kursi ditarik, "katanya Adel udah hamil lima bulan, emang bener?"

"Ha!" Odeiva terpekik kaget, "kata siapa, Ma? Jangan fitnah, ah."

"Kata tetangga," Tiwi berdecak, "dan tadi sore Mama pastiin sendiri, pura-pura ke rumahnya, ternyata perutnya emang udah kelihatan."

Odeiva masih tak bisa berkomentar, informasi ini terlalu mendadak untuk dicerna kebenaran atau ketidakpastiannya. Ia berdeham, menelan ludah susah payah. Jika benar begitu, itu berarti selama lima bulan terakhir, Odeiva mengajak ibu hamil untuk nongkrong.

"Padahal nikahnya belum juga sebulan," lanjut Tiwi, "kamu belum isi, Dei?"

"A—" Ucapan Odeiva tertahan di ujung lidah.

Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang