OD 2 : Frustrasi

31.9K 2.3K 9
                                    

Odeiva Swanelly berjalan gontai ke mobilnya, dunia seakan berputar, pandangan mengabur meskipun ia telah berusaha menajamkan pandangan. Terduduk lemas di sebelah mobil, Odeiva menangis sejadi-jadinya, menyalahkan diri sendiri atas apa yang dialami hari ini.

"MOBIL GUA BELUM LUNAS!" jeritnya, menangis pilu.

Tepat pukul 10.52 Odeiva kehilangan pekerjaannya, berkat video yang tak sengaja diunggah ke aplikasi tiktok. Gilanya, sebelum video itu menjadi meledak di kantor, Odeiva malah merasa bangga karena ada orang yang menonton di kantor, tak tahu bahwa di baliknya ada pisau yang siap menikam.

"GUE HARUS BAYAR PAKEK APA?!"

Area parkir sangat sepi, karena para pegawai sibuk bekerja di dalam gedung bertingkat itu. Usahanya mempertahankan pekerjaan selama dua tahun, nyatanya sia-sia hanya karena sebuah ketidaksengajaan. Odeiva lagi-lagi menjerit ketika mengingat bahwa mobilnya masih harus dibayar setiap bulan selama tiga tahun ke depan.

Berusaha untuk berdiri, Odeiva berpegangan pada mobil. Ia menyadari bahwa tak seharusnya menangis di sini, sebab tak akan menyelesaikan masalah. Tujuannya adalah mencari pekerjaan baru, segera harus didapatkan karena tak ingin mobil miliknya ditarik oleh abang-abang debt collector.

"Dei! Dei!" panggil seseorang.

Odeiva menghentikan gerak membuka pintu mobil. Menoleh, mendapati Kinan berlari ke arahnya. "Kenapa lagi? Gue mau dimasukin ke penjara?" lirihnya, penuh kesedihan.

"Ada yang minta alamat rumah lo." Kinan berkata saat sampai di hadapan Odeiva.

Ia menggeleng, menolak untuk mengatakan. "Gue nggak mau masuk penjara!" jeritnya, ketakutan.

Segera ia masuk ke dalam mobil, dengan cepat menyalakan mesin dan meninggalkan area parkir serta Kinan yang berdiri melongo melihat kelakuannya. Tidak, Odeiva tak akan mau masuk penjara, hidupnya benar-benar semakin hancur jika begitu. Meskipun seumur hidup berada dalam pelarian, Odeiva tidak akan sudi menginjakkan kaki di sel.

Namanya, orang tuanya, serta keluarga besar akan tercemar. Mati-matian Odeiva berusaha mengubah hidup, sehingga bisa dipandang istimewa saat pertemuan keluarga, tetapi malah berakhir di penjara. Tidak akan, ia tak akan mau. Bukan ini akhir yang diinginkannya.

**

Meskipun telah berusaha, nyatanya pekerjaan tak bisa didapatkan secepat itu. Odeiva memang dijanjikan akan menerima separuh gajinya yang tak sempat dibayarkan karena telah dipecat, tetapi itu tak cukup untuk makan dan bayar mobil bulan ini.

Tatapannya kosong, berdiam di kamarnya, sembari memencet-mencet bubble wrap yang ada di tangannya. Makin dipencet, makin asyik, tetapi tidak membuat stressnya menghilang. Odeiva frustrasi, hilang arah. Orang tua telah mengetahui soal pemecatan itu, sang ayah mengatakan akan membantu untuk membayar mobil, hanya saja cuma setengah dari jumlah setoran tiap bulan.

"Setengahnya lagi gua dapat dari mana coba?"

Mendesah frustrasi, Odeiva membuang bubble wrap tersebut ke lantai. Kesalahan yang diambilnya adalah, terlalu cepat memiliki mobil, padahal pekerjaan bukan sesuatu yang selamanya. Odeiva menyesal, mengapa tidak menabung sejak mendapatkan pekerjaan tersebut? Kenapa dia terlalu buta dan malah berfoya-foya?

Bunyi notifikasi dari ponsel membuatnya bergerak cepat meraih benda tersebut. Hatinya penuh harap, notifikasi itu adalah pemberitahuan pekerjaan yang dilamarnya beberapa hari lalu. Sangking terlalu banyak pekerjaan yang ia lamar, membuat Odeiva bingung dan lupa alamat kantor yang pernah dikunjungi.

Mendesah kecewa, Odeiva hampir melempar ponselnya ketika membaca chat dari Adel. Pikiran beratnya semakin menumpuk, sahabatnya itu belum tahu bahwa ia sudah dipecat dan sekarang menjadi pengangguran.

Adel : Malam ini ketemu di kafe depan kampus. Alumni anggota organisasi mau reuni. Gue pastiin Riko bakal datang.

"Kenapa pas gue lagi miskin, sih?" Odeiva lagi-lagi mendesah, kecewa pada takdir.

Memang masih ada beberapa lembar uang di dompetya, begitu pula di rekening, itu adalah simpanannya untuk menyonsong tanggal tua. Namun, sekarang masih pertengahan bulan, jika dipakainya sekarang, maka akhir bulan ia akan berakhir dengan meminta belas kasihan orang tua.

"Reuni itu biasanya gratis, 'kan?" gumamnya, mengada-ngada, "pasti ada kakak senior yang mau traktir."

Menarik ujung bibirnya, Odeiva segera bangkit dari duduk. Baru sekarang dirasakan lantai yang diduduki begitu dingin, akhirnya kesadaran telah datang sepenuhnya pada diri Odeiva. Sejak tadi ia seakan tak bernyawa, mati rasa, dan mungkin orang tuanya berkali-kali mengetuk pintu untuk mengajak makan, tetapi tidak didengar.

"Yang penting penampilan, orang-orang nggak bakal tahu gue pengangguran."

Mengangguk yakin, Odeiva membuka lemarinya, mencari pakaian terbaik yang akan dikenakan. Khas perempuan, begitu lama memilih pakaian, Odeiva lupa bahwa waktu terus berjalan. Setelah merasa yakin, ditutup kembali lemari dan menatap dua pakaian yang berada di atas meja.

Celana jeans kulot, blus lengan pendek crop top berwarna putih, dan tak lupa ia sediakan ikat pinggang. Sebab ini adalah acara malam, maka Odeiva tak berani memamerkan pahanya. Namun, ia menyediakan kesan seksi di bagian pinggul yang akan terlihat nantinya jika ia mengangkat tangan.

Menuju kamar mandi, Odeiva bersenandung kecil. Hanya dengan memamerkan diri, suasana hatinya naik berlipat-lipat dari sebelumnya. Sebelum mengguyur tubuh di bawah shower, ia mengoleskan odol ke sikat gigi, kemudian menatap diri di cermin.

"Astaga!" pekiknya, terkejut, "ini ... gue?"

Kantung mata bengkak, menghitam, dan wajah kusam. Odeiva seperti tak mengenal perempuan yang dilihatnya saat ini. Segera ia membasuh wajah, mengingat lagi kapan terakhir dirinya merawat kulit. Ditatapnya lengan yang kering akibat jarang diolesi pelembab.

"Parah, parah." Melanjutkan aktivitas menyikat gigi. "Gue harus maskeran sebelum pergi."

****

Vote dan komeeeen

Kubuat Konten, Suami Kaya Kudapat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang