Chapter 20

380 70 8
                                    

Bila rindu ini masih milikmu, ku hadirkan sebuah tanya untukmu, harus berapa lama aku menunggumu?

•••

"Kamu gak sekolah?" tanya Tiara saat ia baru menyadari sesuatu. Tangannya tergerak melihat jam di ponsel Anrez.

"UDAH JAM 8, ANREZ!"

Anrez terkekeh. "Bolos aja sehari. Lagian kan udah jam 8 juga."

"Iiihhhh enggak boleh bolos tau, Rara bilangin Tante loh," ancam Tiara.

"Bilangin aja. Mama pasti bakal nyuruh aku di sini aja jagain kamu dari pada sekolah."

"Dih, ngarang," sahut Tiara.

"Udah kabarin temen-temen?" tanya Anrez seraya menatap Tiara.

"Udah."

"Sana berangkat sekolah, Anrez," lanjut Tiara.

"Enggak mau, Ra. Aku mau di sini aja nemenin kamu."

"Ya udah, terserah. Rara mau tidur, pusing," balas Tiara lalu memposisikan tubuhnya agar bisa tertidur nyaman.

Anrez berdiri dari duduknya membantu Tiara mencari posisi yang enak. "Tidur yang nyenyak, ya, Ra. Aku di sini nemenin kamu."

Tiara mengangguk kemudian memejamkan kedua matanya untuk segera pergi ke alam mimpi saat pusing di kepalanya menyerang.

"Lekas sembuh, Rara," bisik Anrez dengan tangannya mengelus puncak kepala Tiara lembut.

Anrez menatap lekat gadis di hadapannya. Rasa bersalahnya seketika menyeruak. Andai saja kemarin Anrez tidak melupakan janjinya dengan Tiara, mungkinkan gadis itu sehat-sehat saja sekarang?

"Maaf, ya, Ra."

•••

"Raraaa, I'm coming for youuuu," ucap April heboh ketika memasuki ruangan Tiara.

Anrez mendengus kesal. "Berisik, bego. Ini Rara lagi tidur."

April sontak menutup mulutnya. "Maaf, gue gak tau," bisiknya.

Teman-teman Tiara dan Anrez memasuki ruangan sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara sedikitpun agar Tiara tidak terbangun dan membuat Anrez mengamuk.

Brak

Hasya terjatuh dengan polosnya karena tersandung kakinya sendiri. Tentu saja hal itu mengeluarkan suara membuat seluruh pasang mata menatap ke arah Hasya.

Ingin sekali rasanya mereka semua tertawa terbahak-bahak saat itu juga ketika melihat wajah polos Hasya.

Melihat Hasya belum juga bangun dari jatuhnya, Rifky berjalan mendekati gadis itu dan membantunya berdiri.

"Berdiri napa, malah diem aja dari tadi," ujar Rifky.

"Sakit," keluh Hasya.

"Iya, sini duduk dulu," balas Rifky seraya menuntun Hasya mendudukkan tubuhnya di sofa.

"Mana yang sakit? Gak ada yang berdarah tapi," tanya Rifky memeriksa kaki dan tangan Hasya takut ada yang terluka.

"Sakit aja, gak ada yang berdarah."

"Lagian lo pake acara kesandung kaki sendiri," sahut April.

Anzara ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang