Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━Zion menghadang jalan Aila. Dia mengejar cewek itu setelah mengamatinya sepanjang waktu di kantin. Menyadari ekspresi wajah Aila yang nggak beres setelah mengobrol dengan Zaen, Zion jadi penasaran. Makanya dia menyusul Aila karena ingin mengajaknya bicara.
"Lo udah sembuh?" Malah itu yang Aila tanyakan setelah Zion membawanya menepi di koridor.
"Gue butuh keadilan."
Mendengar jawaban Zion kurang nyambung dengan pertanyaannya, dahi Aila mengerut tanda bingung.
"Maksud lo apa?"
"Dia ngasih tatapan benci buat gue, tapi gue justru balesnya dengan suka. Itu nggak adil, kan?" tanya Zion menatap Aila begitu dalam.
"Hubungannya sama gue apa?" tanya Aila, dia sudah terlalu dibuat bingung oleh Zion.
"Gue nggak bisa bertanggung jawab sendiri soal perasaan gue. Lo mau bantu?" Bukannya menjelaskan, Zion justru semakin membuat Aila bingung.
Memejamkan mata sejenak, Aila meresapi setiap kata yang Zion ucapkan guna memaknai artinya. Jujur, Aila benar-benar nggak paham dengan apa yang dikatakan oleh Zion, karena terlalu terbelit-belit dan nggak jelas. Padahal Aila sudah lumayan ruet sama isi pikirannya sendiri setelah mengakui perasaannya kepada Zaen, dan kehadiran Zion hanya membuatnya semakin parah.
"Bantu apa? Lo kenapa deh?" tanya Aila, dia belum mendapat jawaban sama sekali atas rasa bingungnya.
"Gue ... gue suka sama ...," ucap Zion terjeda. "Suka sama, cewek," lanjutnya.
Aila langsung menghembuskan napas begitu mendengar jawaban dari Zion itu. Lalu berpikir, apakah saat ini Zion tengah meminta bantuannya guna menolongnya untuk dekat dengan cewek yang disukainya? Jika iya, kenapa nggak langsung saja, mesti menggunakan kata-kata yang terbelit-belit hanya untuk meminta bantuannya. Aila rasa, Zion memang terlalu membesarkan rasa gengsinya.
"Sebelumnya, gue lega karena lo beneran suka cewek. Nah, jadi lo mau minta bantuan gue buat comblangin kalian?" tanya Aila, dan seketika Zion merasa panas saat itu juga.
"Kampret! Bego banget!"
Zion menggeram kesal dalam hati. Susah payah dia menyusun kata yang tepat untuk berbicara dengan Aila, supaya nggak terlalu ketara jika orang yang disukainya itu Aila sendiri.
Namun, kenyataanya, Aila justru nggak paham dan nggak peka. Padahal Zion merasa, walau ungkapan tentang perasaanya nggak dia ucapkan dengan gamblang, minimal Aila bisa merasa, "Pasti gue yang dia maksud." Dengan begitu, Zion nanti akan terpancing untuk jujur.
"Asal lo tahu, gue bukan orang yang bisa terima kalau cewek yang gue suka, mencintai orang lain," kata Zion.
Sejak tadi ucapannya nggak menjawab kata-kata Aila, seperti nggak nyambung dengan respon yang Aila lontaran, sehingga setiap kali Zion berucap, Aila akan terdiam mencerna setiap patah yang keluar dari mulut cowok itu.
"Selagi gue diberi waktu buat ngalihin perasaan dia dari orang yang dia suka, gue bakal lakuin," lanjut Zion.
"Zion lo—"
"Nggak perlu jadi jenius buat menyadari perasaan gue sendiri, kalau gue suka sama dia," sela Zion memotong ucapan Aila.
"Ini dia lagi curhat apa gimana sih?" Aila membatin. Dalam kondisi seperti ini, Aila dibuat kesulitan merespon.
Selain sikap Zaen yang sukses membuat Aila tercengang tadi, ternyata sahabatnya yang tak lain dan tak bukan ialah Re Zion Agreste pun sama mengejutkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Girlfriend [END]
Teen FictionDalam benak Aila saat menjadi murid baru di SMA Cortofory adalah, bertemu dengan iblis pengacau sekolah, atau menjadi korban bully. Namun, ternyata Aila bertemu dengan empat pangeran SMA Cortofory yang dijuluki sebagai Prince Z. Lantas, seiring berj...