Part 1

1.6K 269 204
                                    

~ Start with bismillah~
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

"Ganteng banget! Fak, lah!"

Umpatannya membuat Aila beristigfar sesudah itu, sebab nyaris saja terjungkal dari jendela kamarnya. Ingin menyalahkan tetangganya kok ya nggak elok, sebab semua ini salah Aila. Maksudnya, siapa suruh jelalatan?

Aila ini cewek remaja yang nggak jauh beda dari remaja-remaja lain. Kegemarannya sama cowok ganteng bikin dia suka centil dan makin melek. Makanya, ketika ekor matanya nggak sengaja menangkap siluet yang bergerak-gerak di rumah seberang—di balik jendela, dengan jarak sekian meter, dia nggak ragu mengverifikasi betapa cakepnya visualisasi tetangganya itu, yang sedang lepas baju (bjir?).

Namun, sayang benar tiba-tiba Si Tetangga Ganteng menyembunyikan diri di balik vitrase. Bisa jadi, dia mendadak merinding dapat feeling sedang dipantau anak perawan.

"Kalau begini mah, pindah rumah adalah anugerah, cok!"

Dapat vitamin C dan G (Cowok Ganteng maksudnya) Aila berasa jadi She Hulk, sanggup mengangkat tiga kardus sekaligus, berisi barang-barang pindahannya ke dalam calon kamarnya yang masih kosong melompong.

Sambil cengegesan dan mulai nyanyi nggak jelas, dia menata kamarnya sedemikian rupa. Se-estetik mungkin, secakep mungkin dan seimut mungkin (kalau-kalau sejumlah poster Fast and Furious bisa dikatakan imut) padahal Aila sama sekali nggak ngefans sama filmnya, hanya karena kombinasi warna posternya yang menyatu sempurna dengan dekorasi kamar. Yah, etlis buat keren-keren sajalah, supaya kelihatan oke pas dipandang Si Tetangga Ganteng (Hmm, kok?).

Memandang dekorasi kamarnya, Aila pura-pura jadi si Tetangga Gantengnya, lalu bergumam, "Selera lo oke juga."

Kemudian Aila cekikikan, "Ofkors! Lo paling suka sama seri yang mana?"

"Fast Five!" Aila menjawab sendiri sebagai Si Tetangga Ganteng.

"Lumayan. Gue lebih suka Tokyo Drift!" jawab Aila kaya orang gila.

Gajala nggak waras Aila itu menyia-nyiakan kekhawatiran kakaknya—Lila namanya, yang nggak bisa berhenti menangis sejak semalam, sebab mengasihani hidup adiknya yang kini hanya akan tinggal berdua bersamanya, setelah ayah mereka pamit pergi untuk menikah lagi.

"Enggak apa-apa, Ai. Hidup kita pasti bakal baik-baik aja," ucap Kak Lila semalaman sambil sesenggukan, memeluk Aila yang sejujurnya mulai gerah, dan jijik sama ingus kakaknya yang ke mana-mana.

Kak Lila yang sentimental dan lemah lembut terus meyakini diri bahwa adiknya nggak baik-baik saja setelah kepergian ayah mereka. Pikirnya, ada ribuan luka menciptakan duka pada adik kesayangannya yang nggak mahir menerima derita dengan tangan terbuka.

Namun, tanpa Kak Lila ketahui, adiknya lebih tangguh dari yang dia pikirkan. Di lantai atas, dia sedang dansa sendirian sambil beres-beres kamar, sudah berasa kaya Cinderella dan tinggal nunggu tikus sama burung join saja.

"Capek banget gila!" keluh Aila, lalu dia duduk di bawah kasur, merasa fresh hanya karena sprainya motif bunga-bunga. Dia pun bersandar sambil memandangi seisi kamarnya yang sudah beres.

Kamarnya dia buat dengan perpaduan unik antara kepribadian ceria dan sisi edgy dirinya yang nggak konsisten, sebab kadang tanpa sadar sisi centil dan imutnya kambuh. Dindingnya dicat dengan warna abu-abu muda, memberi kesan netral namun tetap hangat. Di satu sisi, terdapat poster Fast and Furious yang menempel di beberapa sudut dinding, menambah kesan rebel, tapi anehnya terlihat serasi dengan lampu neon berbentuk awan kecil-kawaii dan bintang-bintang yang berkilauan lembut di atas tempat tidur.

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang