Part 11

264 58 3
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

"Hai, Zaen!"

Cowok itu menoleh, lantas mengangguk menanggapi sapaan pagi dari Aila. Entah apa yang membuatnya mulai berani menyapa cowok itu, sehingga kini mereka menjadi bahan tatapan penasaran dari beberapa teman kelasnya.

Aila tersenyum ceria. Semenjak pertemuannya kemarin dengan Zaen, walau nggak banyak yang mereka bahas, bahkan memang nggak ada pembahasan satu pun, tapi Aila merasa lebih berani mengekspresikan diri kepada Zaen. Seperti yang dia lakukan pagi ini. Tunggu...!

Ke mana rencana move on-nya?

"Cie ... udah berani sapa-sapa," ledek Milly dengan lirih, menghampiri Aila.

"Salah nyapa tetangga sendiri? Sebagai tetangga yang nggak sombong ya gue sapa, lah," jawab Aila, perlu mendongak menatap Milly karena posisi duduknya.

Milly terbelalak, baru mengetahui info itu. "Kalian tetanggaan?"

"Iya." Sulit untuk nggak merasa bangga ketika dia menjawabnya.

"Halah, tapi kenapa kemarin-kemarin nggak nyapa?"

Milly heran, kalau alasan Aila menyapa Zaen karena mereka tetanggaan, harusnya sejak Aila masuk sekolah dan sebagai murid baru sudah menyapa Zaen dong? Tapi kenapa baru sekarang?

"Hehe, baru berani. Habis kemarin-kemarin kaya orang asing gitu," jawab Aila, mendadak kaya orang o'on garuk-garuk leher padahal nggak gatal.

"Hngg, emang sekarang udah nggak kaya orang asing?"

Aila berpikir sejenak. Ya ... masih, sih. Tapi, kan. Duh, Aila mah susah menjelaskannya. Yang pasti, semenjak kemarin mereka terjebak di kafe, walau nggak ngobrol sama sekali, tapi Aila mulai berani menyapa Zaen setelah mendengar sedikit kekehan Zaen yang ramah tamah itu. Sehingga Aila mencoba untuk mendekati Zaen barang kali mereka nanti jadi bisa dekat. Kalau Aila diam saja, apa lagi doi juga pendiam, ya wasalam. Apa yang akan Aila harapkan jadinya?

"Gue mau bertekat gaet Zaen buat jadi tokoh utama di kehidupan gue," kata Aila.

"Selama lo belum nemuin belahan jiwa lo yang sesungguhnya, tokoh utama dalam kehidupan lo bakal berganti seiring berjalannya waktu. Dan gue nggak yakin sama kalian berdua ...." Milly memajukan wajahnya. "Zaen nonis," lanjutnya berbisik.

"Iya gue tahu." Walau terlihat semangat sejak tadi, ketika menyadari itu, Aila diam-diam kembali lesu.

Aila merasa, setelah dia mengetahui fakta itu, jadi semakin banyak sesuatu yang mengingatkan Aila tentang keyakinan mereka. Seperti Zaen yang sudah nggak pernah lagi menyembunyikan kalungnya di balik baju, padahal sebelum Aila tahu, kalung itu nggak pernah terlihat. Lalu Milly, baru saja mengingatkannya lagi. Bahkan sesuatu bernama kacang sukro saja menentang cinta Aila.

"Kalau tahu kenapa masih berbunga-bungga?" Ada ekspresi super heran di wajah Milly.

Pada awalnya, Aila ingin mempertahankan semangatnya. Namun, topik obrolan mereka membuat Aila nggak tahan untuk bersedih. Maka, cewek itu menumpukan kepalanya di atas meja, sementara bibirnya merengut dan wajahnya tampak gusar.

Milly sendiri nggak tahu harus melakukan apa, dan menanggapi dengan apa. Karena itu, dia hanya menatap Aila dengan iba dan memberi pesan semoga Aila segera diberi petunjuk yang terbaik atas cintanya yang masih ditahap sepihak tapi sudah ditentang itu.

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang