Part 50

125 8 5
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

"Lo berangkat sekolah?" tanya Milly.

Aila langsung terduduk di kursinya dengan lesu. Nggak ada tenaga sama sekali. Namun, diam-diam dia melirik jam yang tertempel pada dinding kelasnya. Pukul enam lebih dua puluh menit. Aila ternyata datang lebih awal dari pada biasanya. Hari ini, gadis itu cukup rajin seperti Milly.

"Emang harusnya enggak?" Aila balik bertanya.

"Bukannya Zaen hari ini terbang ke Italy?"

Milly dapat melihat ekpresi heran dari wajah Aila, sehingga membuatnya menghela napas cukup berat. Milly yakin Aila sebenarnya tahu maksud ucapannya. Namun, temannya itu hanya pura-pura polos dan bego sedikit.

"Entah lo mikirinya karena kalian cuman pura-pura pacaran waktu itu, atau alasan-alasan lain yang bikin lo merasa nggak penting. Tapi gue kasih paham nih. Lo cinta sama dia, dan dia juga. Apa salahnya lo nyusul dia ke bandara buat lihat dia untuk yang terakhir kalinya?" Reaksi Milly seperti Sheva kemarin. Terlihat gemas.

"Emang lo kira Zaen mau ngapain di Italy sampe terakhir kalinya segala?" tanya Aila. Pertanyaannya itu justru melukai perasaanya sendiri.

Itulah alasan Aila enggan menghabiskan waktu bersama Zaen dengan dalih 'hari terakhir' karena dengan begitu, artinya Aila mengakui firasat dan dia nggak mau itu terjadi!

"Kata Zavian—"

"Nad! Kenapa lo di sini? Jam berapa ini?"

Zikra tiba-tiba memasuki kelas Aila dan berseru seperti itu. Membuat beberapa teman kelas Aila yang sudah datang menoleh, kemudian berbisik-bisik. Selain Zikra yang datang, tiba-tiba saja Cindy menyusul, memasuki kelas Aila juga.

"Gue denger Zaen ke Italy. Kok lo masih di sini?" tanya Cindy, dan itu sungguh intro yang kurang tepat untuk dia ucapkan karena efeknya buruk untuk Aila yang mendengarnya.

"Gue ngerasa nggak diharapkan di sini, karena sejak tadi diributin kenapa gue ada di sini. Emang harusnya di mana?" tanya Aila menanggapi. Pura-pura nggak paham.

"Pura-pura bego nih dia," kata Milly menonyor kepala Aila.

"Susul Zaen, Nad. Dia udah di bandara kalik!" seru Zikra.

"Ya terus?" Aila berlagak bingung.

"Terus lo nikah sama gue," jawab Zikra, terlalu geram. "Gue yakin dia mau liat lo di sana!"

Aila menegakkan tubuhnya, lantas menghela napas. Sejujurnya saat ini dia sedang gundah. Rasanya ada perasaan risau dan ingin buru-buru, seakan sedang dikejar waktu, bahkan sejak tadi nggak jarang dia melirik jam dinding melalui ekor matanya.

"Kalau gue ke bandara, itu artinya gue mengakui kalau kita nggak bakal lihat dia lagi, kan?"

Pertanyaan Aila membuat mereka semua bungkam. Namun, mereka seolah baru sadar dan mulai sependapat dengan Aila.

"Enggak lah. Nggak gitu. Lo nemuin dia karena dia mau pergi jauh. Wajar lah ya, nganterin orang yang mau pergi jauh. Emang anehnya di mana?" Zikra berusaha menenangkan keadaan.

"Iya, wajar," sambar Milly.

"Kapan itu gue nganterin sepupu yang pergi ke Bandung. Karena lumayan jauh, gue anterin dia ke terminal. Gue nggak menganggap itu hari terakhir kami sih, tapi karena kami nggak akan ketemu dulu dalam beberapa hari."

"Ya, begitu!" Milly setuju.

"Gue bingung," ucap Aila. Dan entah bagaimana bisa, kini dia sudah terisak.

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang